Keracunan Makanan di Indonesia: Komisi IX DPR Peringatkan, Perpres Saja Tak Cukup! Apa Solusinya?

Keracunan Makanan di Indonesia: Komisi IX DPR Peringatkan, Perpres Saja Tak Cukup! Apa Solusinya?

Komisi IX DPR RI menyatakan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) tentang Keamanan Pangan, yang bertujuan menekan kasus keracunan makanan, tidak serta merta akan menjamin penurunan kasus.

Ari Pratama Ari Pratama
Oct 25, 2025 9 min Read

Keracunan Makanan di Indonesia: Komisi IX DPR Peringatkan, Perpres Saja Tak Cukup! Apa Solusinya?


Siapa yang tidak khawatir dengan ancaman keracunan makanan? Bayangkan, satu suapan yang salah bisa mengirim Anda ke rumah sakit, atau bahkan lebih buruk. Di Indonesia, kasus keracunan makanan masih menjadi momok yang kerap menghantui. Setiap tahun, ribuan orang jatuh sakit akibat kontaminasi makanan, menimbulkan kekhawatiran besar di tengah masyarakat.



Melihat kondisi ini, pemerintah berupaya keras untuk mencari solusi. Salah satu langkah yang diinisiasi adalah penyusunan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Keamanan Pangan, yang di dalamnya mencakup upaya menekan kasus keracunan makanan. Banyak yang berharap, dengan adanya regulasi baru ini, masalah keracunan makanan bisa ditekan secara signifikan. Namun, sebuah peringatan keras datang dari Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Menurut mereka, Perpres saja tidak serta merta akan menjamin penurunan kasus keracunan makanan di Tanah Air. Mengapa demikian? Dan apa sebenarnya kunci untuk mengatasi masalah ini secara tuntas?



Perpres Keamanan Pangan: Sebuah Harapan di Tengah Ancaman


Inisiatif pemerintah untuk menyusun Perpres Keamanan Pangan adalah langkah yang patut diapresiasi. Regulasi ini diharapkan dapat menjadi payung hukum yang lebih kuat untuk mengatur standar kebersihan, keamanan, dan kualitas pangan dari hulu ke hilir. Tujuannya jelas: menciptakan ekosistem pangan yang lebih aman bagi seluruh masyarakat Indonesia. Perpres ini juga diharapkan dapat memperjelas peran dan tanggung jawab berbagai pihak, mulai dari produsen, distributor, hingga penjual makanan, serta meningkatkan koordinasi antarlembaga terkait.



Data menunjukkan bahwa kasus keracunan makanan di Indonesia masih sangat tinggi dan tersebar di berbagai sektor, mulai dari rumah tangga, katering, hingga jajanan pinggir jalan. Kondisi ini menuntut respons yang cepat dan komprehensif. Perpres diharapkan bisa menjadi instrumen hukum yang mampu mendorong perubahan perilaku dan praktik dalam rantai pasok makanan, sehingga risiko kontaminasi dapat diminimalisir. Namun, kenyataannya, memiliki aturan saja seringkali tidak cukup.



Peringatan Komisi IX DPR: Regulasi Bukan Jawaban Tunggal


Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, dengan tegas menyampaikan bahwa Perpres tersebut tidak akan secara otomatis menurunkan jumlah kasus keracunan makanan. Pernyataan ini bukan tanpa dasar. Edy menyoroti beberapa faktor krusial yang seringkali terabaikan di balik euforia penyusunan regulasi baru.



Pertama dan yang paling utama adalah masalah implementasi dan pengawasan di lapangan. Edy menekankan, "Peraturan bisa saja ada, tetapi jika implementasi di lapangan tidak efektif, maka kasus keracunan makanan tidak serta merta akan turun." Ini adalah inti dari permasalahannya. Banyak peraturan yang bagus di atas kertas, namun lemah dalam penerapannya karena kurangnya sumber daya, kapasitas, atau bahkan komitmen dari pihak-pihak terkait. Pengawasan yang tidak berjalan optimal memungkinkan praktik-praktik tidak higienis atau berbahaya tetap terjadi tanpa sanksi yang tegas.



Kedua, kurangnya kesadaran dan edukasi masyarakat. Regulasi hanya akan efektif jika masyarakat sebagai konsumen dan pelaku usaha sebagai produsen memahami dan patuh terhadap standar yang ditetapkan. Tanpa edukasi yang masif dan berkelanjutan mengenai pentingnya kebersihan, pemilihan bahan baku yang aman, dan penanganan makanan yang benar, Perpres ini akan sulit mencapai tujuannya. Masyarakat harus diberdayakan untuk menjadi konsumen yang cerdas dan kritis terhadap makanan yang mereka konsumsi.



Ketiga, peran pemerintah daerah yang belum optimal. Edy juga menyoroti bahwa masalah keracunan makanan harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah. Otonomi daerah memberikan kewenangan kepada Pemda untuk lebih aktif dalam pengawasan dan penindakan di wilayahnya. Tanpa sinergi yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah, upaya penanggulangan keracunan makanan akan terseok-seok. Perlu ada dukungan anggaran, pelatihan, dan koordinasi yang baik agar Pemda dapat menjalankan perannya secara maksimal.



Lebih dari Sekadar Aturan: Kunci Sukses Pencegahan Keracunan Makanan


Maka, jika Perpres saja tidak cukup, apa sebenarnya kunci untuk mengatasi masalah keracunan makanan di Indonesia?



Peran Aktif Pemerintah Daerah dan Lintas Sektor


Pemerintah daerah harus menjadi garda terdepan dalam implementasi Perpres dan pengawasan keamanan pangan. Ini termasuk pembentukan tim inspeksi yang rutin dan independen, penegakan hukum yang tegas bagi pelanggar, serta alokasi anggaran yang memadai. Selain itu, kolaborasi lintas sektor sangat vital. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, hingga asosiasi pengusaha makanan, semua harus duduk bersama dan menyelaraskan langkah. Koordinasi ini akan memastikan bahwa setiap aspek dari rantai pangan diawasi dan memenuhi standar keamanan.



Edukasi dan Literasi Pangan Masyarakat


Masyarakat harus menjadi bagian dari solusi. Kampanye edukasi yang menarik dan mudah dicerna perlu digalakkan secara masif. Materi edukasi bisa meliputi cara memilih makanan yang aman, pentingnya membaca label produk, praktik kebersihan diri dan makanan, serta cara penyimpanan makanan yang benar. Literasi pangan akan memberdayakan konsumen untuk mengenali risiko dan membuat pilihan yang lebih sehat, serta berani melaporkan jika menemukan praktik yang mencurigakan.



Tanggung Jawab Produsen dan Penjual Makanan


Pelaku usaha makanan, dari skala mikro hingga industri besar, memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk menyediakan produk yang aman. Ini mencakup penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB), serta Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP). Pelatihan dan sertifikasi keamanan pangan bagi karyawan juga harus menjadi prioritas. Sistem internal kontrol kualitas yang kuat akan sangat membantu mencegah kontaminasi sejak awal.



Apa yang Bisa Anda Lakukan sebagai Konsumen?


Anda memiliki peran penting dalam mencegah keracunan makanan. Jangan pasif! Jadilah konsumen yang proaktif:



  • Periksa Kebersihan: Saat membeli makanan, terutama dari pedagang kaki lima atau rumah makan, perhatikan kebersihan tempat dan penjamah makanannya.

  • Perhatikan Tanggal Kedaluwarsa: Selalu cek tanggal kedaluwarsa pada kemasan produk.

  • Laporkan Jika Mencurigakan: Jika Anda menemukan makanan yang terlihat atau berbau aneh, atau jika Anda mengalami gejala keracunan, segera laporkan ke pihak berwenang seperti BPOM atau Dinas Kesehatan setempat.

  • Simpan Makanan dengan Benar: Pastikan makanan disimpan pada suhu yang tepat dan tidak terkontaminasi silang dengan bahan mentah.

  • Cuci Tangan: Selalu cuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan atau mengonsumsi makanan.



Kesimpulan


Perpres Keamanan Pangan adalah langkah awal yang baik, namun ia bukanlah tongkat ajaib. Peringatan dari Komisi IX DPR adalah pengingat penting bahwa hukum dan regulasi hanya efektif jika diimplementasikan dengan sungguh-sungguh, diawasi secara ketat, dan didukung oleh kesadaran kolektif. Kasus keracunan makanan tidak akan turun tanpa kerja sama seluruh elemen bangsa: pemerintah pusat dan daerah, pelaku usaha, serta masyarakat sebagai konsumen.



Mari kita bersama-sama mewujudkan Indonesia yang bebas dari ancaman keracunan makanan. Desak pemerintah untuk mengimplementasikan Perpres ini dengan efektif, dorong edukasi yang lebih luas, dan jadilah konsumen yang cerdas dan bertanggung jawab. Bagikan informasi ini kepada keluarga dan teman Anda untuk meningkatkan kesadaran kolektif. Keamanan pangan adalah hak kita bersama, dan tanggung jawab kita semua!

Comments

Integrate your provider (e.g., Disqus, Giscus) here.

Related articles

Tetap Terhubung dengan Kami!

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru, tips ahli, serta wawasan menarik langsung di kotak masuk email Anda.

Dengan berlangganan, Anda setuju dengan syarat dan ketentuan kami.