Geger RUU KUHAP: DPR Bongkar Fakta Sebenarnya di Balik Rumor Penghapusan Pasal Polri Sebagai Penyidik Utama!

Geger RUU KUHAP: DPR Bongkar Fakta Sebenarnya di Balik Rumor Penghapusan Pasal Polri Sebagai Penyidik Utama!

DPR membantah rumor penghapusan pasal yang menetapkan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai penyidik utama dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

Ari Pratama Ari Pratama
Oct 25, 2025 9 min Read

Geger RUU KUHAP: DPR Bongkar Fakta Sebenarnya di Balik Rumor Penghapusan Pasal Polri Sebagai Penyidik Utama!



Akhir-akhir ini, dunia hukum dan politik Indonesia dihebohkan oleh sebuah isu yang cukup menguras perhatian publik. Kabar angin mengenai penghapusan pasal yang menetapkan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai penyidik utama dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menyebar dengan cepat. Desas-desus ini sontak memicu perdebatan sengit dan kekhawatiran di berbagai kalangan, mulai dari akademisi, praktisi hukum, hingga masyarakat awam. Apakah benar ada upaya "mempreteli" wewenang vital Polri dalam penegakan hukum? Apakah RUU KUHAP yang dinanti-nantikan ini akan mengalami perubahan fundamental yang tak terduga?

Dalam pusaran rumor dan spekulasi tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akhirnya angkat bicara, memberikan klarifikasi tegas yang berupaya meredakan kegaduhan. Artikel ini akan mengupas tuntas fakta di balik polemik RUU KUHAP, membedah penjelasan DPR, serta menganalisis implikasi dari keberadaan atau ketiadaan pasal krusial ini. Mari kita selami lebih dalam untuk memahami duduk perkara sebenarnya dan memisahkan antara fakta dan fiksi dalam perdebatan hukum yang penting ini.

Polemik yang Bikin Heboh: Kenapa Status Penyidik Utama Polri Jadi Sorotan?



Rancangan Undang-Undang KUHAP adalah salah satu regulasi paling fundamental dalam sistem hukum pidana Indonesia. Ia dirancang untuk menggantikan KUHAP yang berlaku saat ini, yang telah berusia puluhan tahun dan dianggap tidak lagi relevan dengan dinamika serta tantangan penegakan hukum modern. Tujuan utamanya adalah menciptakan sistem peradilan pidana yang lebih adil, transparan, cepat, dan akuntabel.

Salah satu aspek terpenting dalam RUU KUHAP adalah pengaturan mengenai kewenangan penyidikan. Penyidikan adalah gerbang pertama dalam proses peradilan pidana, di mana alat bukti dikumpulkan untuk menentukan apakah suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan siapa pelakunya. Oleh karena itu, siapa yang diberi mandat sebagai "penyidik utama" memiliki konsekuensi besar terhadap jalannya penegakan hukum di sebuah negara.

Di Indonesia, secara historis dan praktis, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) memegang peran sentral sebagai penyidik utama. Mereka adalah institusi yang memiliki jaringan terluas hingga pelosok negeri, sumber daya manusia terlatih, dan infrastruktur yang memadai untuk melakukan tugas penyidikan terhadap berbagai jenis tindak pidana. Oleh karena itu, ketika rumor tentang penghapusan status Polri sebagai penyidik utama muncul, hal ini langsung menjadi sorotan karena menyentuh inti dari struktur penegakan hukum kita. Pertanyaan pun timbul: Apakah ini upaya untuk mendistribusikan kewenangan, atau justru melemahkan institusi yang selama ini menjadi tulang punggung penyidikan?

Rumor vs. Realita: Penjelasan DPR soal Pasal 36



Kekhawatiran publik memuncak setelah beredar informasi bahwa Pasal 36 ayat 1 dalam draf RUU KUHAP telah diubah atau bahkan dihilangkan, yang konon tidak lagi menyebut Polri sebagai penyidik utama. Namun, anggota DPR yang terlibat dalam pembahasan RUU KUHAP dengan cepat menampik rumor tersebut. Mereka menegaskan bahwa informasi yang beredar tidak akurat dan cenderung menyesatkan.

Menurut penjelasan resmi dari perwakilan DPR, Pasal 36 ayat 1 RUU KUHAP *tetap* dan *secara eksplisit* menyebutkan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai penyidik utama. Penegasan ini sangat penting untuk meluruskan kesalahpahaman yang terjadi di masyarakat. DPR menjelaskan bahwa draf RUU KUHAP yang sedang dibahas memang mengalami banyak revisi dan penyempurnaan di berbagai pasal. Namun, perubahan tersebut tidak menyentuh substansi Pasal 36 ayat 1 terkait status Polri sebagai penyidik utama.

Anggota dewan menambahkan bahwa mungkin ada kebingungan yang timbul akibat beberapa draf yang beredar atau penafsiran yang keliru terhadap dinamika pembahasan pasal-pasal lain yang mengatur koordinasi antar lembaga penegak hukum. Fokus RUU KUHAP bukan untuk melemahkan satu institusi, melainkan untuk memperkuat sistem secara keseluruhan melalui sinergi dan kolaborasi yang lebih baik antara Polri, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan lembaga penegak hukum lainnya, sesuai dengan kewenangan masing-masing. Ini berarti bahwa meski Polri tetap penyidik utama, penekanan pada koordinasi dan sinkronisasi juga menjadi elemen penting dalam RUU yang baru.

Mengurai Benang Kusut: Apa Implikasi Jika Pasal Itu Dihapus (atau Tidak)?



Untuk memahami mengapa polemik ini begitu krusial, mari kita pertimbangkan implikasi dari kedua skenario: jika pasal tersebut benar-benar dihapus (skenario hipotetis yang dibantah DPR) dan karena pasal itu tetap ada (skenario aktual).

Jika Dihapus (Skenario Hipotetis)



Seandainya pasal yang menetapkan Polri sebagai penyidik utama benar-benar dihapus, dampaknya bisa sangat luas dan kompleks terhadap sistem peradilan pidana Indonesia. Pertama, akan terjadi kekosongan atau ketidakjelasan dalam kepemimpinan penyidikan. Tanpa institusi yang secara jelas ditetapkan sebagai penyidik utama, potensi tumpang tindih kewenangan, konflik antar lembaga, atau bahkan stagnasi dalam penanganan kasus bisa saja terjadi. Siapa yang akan mengkoordinasikan penyelidikan kasus-kasus besar dan kompleks yang melibatkan berbagai yurisdiksi?

Kedua, hal ini berpotensi melemahkan efektifitas penegakan hukum. Polri, dengan sumber daya dan jangkauan luasnya, adalah garda terdepan dalam merespons laporan masyarakat, mengumpulkan bukti di lapangan, dan menindak pelaku kejahatan. Jika peran ini didegradasi tanpa pengganti yang setara, kemampuan negara untuk memberantas kejahatan bisa terganggu. Selain itu, masyarakat juga akan kehilangan satu pintu utama yang jelas untuk melaporkan tindak pidana.

Ketiga, hal ini bisa menimbulkan ketidakpastian hukum dan kegaduhan politik. Perubahan fundamental semacam itu akan memerlukan penyesuaian besar dalam struktur organisasi dan peraturan internal lembaga penegak hukum, serta berpotensi memicu gelombang protes dari pihak-pihak yang merasa dirugikan atau yang mengkhawatirkan stabilitas keamanan.

Karena Tetap Ada (Skenario Aktual)



Dengan adanya penegasan dari DPR bahwa status Polri sebagai penyidik utama tetap dipertahankan dalam Pasal 36 ayat 1 RUU KUHAP, kita dapat mengantisipasi kesinambungan dalam sistem penegakan hukum. Polri akan terus memegang peran krusial dalam memimpin investigasi tindak pidana di seluruh wilayah Indonesia. Ini memberikan kepastian hukum bagi institusi penegak hukum itu sendiri, para penegak hukum, dan juga masyarakat.

Namun, keberadaan pasal ini tidak berarti tidak ada perubahan atau penyempurnaan lainnya dalam RUU KUHAP. Justru sebaliknya, DPR dan pemerintah terus berupaya memperkuat mekanisme koordinasi dan sinergi antara Polri, Kejaksaan, dan KPK. RUU KUHAP diharapkan akan menyediakan kerangka hukum yang lebih jelas untuk pembagian tugas, pertukaran informasi, dan penyelesaian sengketa kewenangan antar lembaga. Tujuannya adalah untuk menciptakan ekosistem penegakan hukum yang lebih terpadu, efisien, dan efektif, di mana setiap lembaga dapat menjalankan perannya secara optimal tanpa saling tumpang tindih atau melemahkan. Ini adalah langkah maju untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan lancar, demi tercapainya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Transparansi dan Partisipasi Publik: Kunci Sukses RUU KUHAP



Proses pembentukan undang-undang, terutama yang sepenting RUU KUHAP, menuntut tingkat transparansi dan partisipasi publik yang tinggi. Rumor dan misinformasi seringkali muncul karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap proses legislasi yang kompleks atau karena terbatasnya akses informasi terhadap draf dan perkembangan pembahasan. Oleh karena itu, sangat penting bagi DPR untuk terus membuka ruang bagi partisipasi publik dan memastikan bahwa setiap tahapan pembahasan RUU KUHAP dapat diakses serta dipantau oleh masyarakat.

Keterlibatan aktif dari para ahli hukum, akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan bahkan masyarakat umum, akan memperkaya perspektif dan masukan, sehingga RUU KUHAP yang dihasilkan benar-benar responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi publik. Transparansi juga merupakan kunci untuk membangun kepercayaan publik terhadap institusi legislatif dan penegak hukum, serta untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman yang berpotensi memicu kegaduhan.

Kesimpulan



Polemik seputar status penyidik utama Polri dalam RUU KUHAP menjadi bukti betapa krusialnya setiap detail dalam perancangan undang-undang yang fundamental. Klarifikasi dari DPR telah meluruskan kesalahpahaman bahwa Pasal 36 ayat 1 RUU KUHAP tetap mempertahankan posisi Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai penyidik utama. Ini memberikan kepastian bahwa tulang punggung sistem penyidikan kita akan tetap kokoh, sambil terus diupayakan penyempurnaan koordinasi dengan lembaga penegak hukum lainnya.

Penting bagi kita sebagai warga negara untuk tidak mudah termakan rumor dan selalu mencari informasi dari sumber yang kredibel. RUU KUHAP adalah warisan hukum yang akan membentuk wajah keadilan di Indonesia untuk generasi mendatang. Mari kita kawal proses pembahasannya dengan kritis namun konstruktif, serta mendorong transparansi dan partisipasi agar undang-undang yang dihasilkan benar-benar adil, modern, dan berpihak kepada kepentingan seluruh rakyat. Bagikan informasi ini untuk membantu meluruskan fakta di tengah derasnya arus berita!

Comments

Integrate your provider (e.g., Disqus, Giscus) here.

Related articles

Tetap Terhubung dengan Kami!

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru, tips ahli, serta wawasan menarik langsung di kotak masuk email Anda.

Dengan berlangganan, Anda setuju dengan syarat dan ketentuan kami.