Yahya Staquf: "Saya Tak Bisa Diberhentikan Kecuali Lewat Muktamar!" - Mengungkap Kekuatan Internal PBNU dan Dinamika Politiknya

Yahya Staquf: "Saya Tak Bisa Diberhentikan Kecuali Lewat Muktamar!" - Mengungkap Kekuatan Internal PBNU dan Dinamika Politiknya

Ketua Umum PBNU KH.

Ari Pratama Ari Pratama
Oct 25, 2025 9 min Read
Di tengah riuhnya dinamika politik nasional dan sorotan publik terhadap organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia, sebuah pernyataan tegas meluncur dari Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Yahya Cholil Staquf. Dengan penuh keyakinan, Gus Yahya, sapaan akrabnya, menegaskan bahwa posisinya sebagai pucuk pimpinan NU tak bisa digoyahkan, kecuali melalui mekanisme tertinggi organisasi: Muktamar. Pernyataan ini bukan sekadar klaim personal, melainkan refleksi dari kekuatan internal, konstitusi, dan sejarah panjang Nahdlatul Ulama yang telah teruji zaman.

Deklarasi ini tentu saja menarik perhatian, mengingat posisi strategis NU sebagai penopang utama pluralisme dan Islam moderat di Indonesia. Apa sebenarnya makna di balik penegasan ini? Mengapa Muktamar menjadi penentu mutlak bagi keberlangsungan kepemimpinan di salah satu organisasi Islam terbesar dunia ini? Dan bagaimana pernyataan ini membentuk lanskap politik serta dinamika internal NU ke depan? Mari kita selami lebih dalam, membuka tabir di balik pernyataan yang menggetarkan ini.

Kekuatan Muktamar: Benteng Terakhir Kepemimpinan PBNU



Pernyataan Gus Yahya secara fundamental menyoroti peran sentral Muktamar dalam struktur kekuasaan Nahdlatul Ulama. Muktamar adalah forum tertinggi dalam organisasi NU, yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali. Di sinilah arah dan kebijakan organisasi ditentukan, serta kepemimpinan pusat dipilih dan dikukuhkan. Gus Yahya secara eksplisit menyatakan, "Saya tak bisa diberhentikan kecuali lewat muktamar." Kalimat ini menggarisbawahi betapa kuatnya legitimasi yang diberikan oleh forum tersebut kepada pemimpin terpilih, sekaligus menunjukkan bahwa ada mekanisme baku dan konstitusional yang harus ditaati.

Dalam konteks organisasi sebesar NU, yang memiliki jutaan anggota dan struktur hingga ke pelosok desa, keberadaan mekanisme yang kuat dan jelas ini sangat krusial. Ini bukan hanya tentang kekuasaan semata, melainkan tentang menjaga stabilitas, menghindari perpecahan internal, dan memastikan bahwa setiap keputusan memiliki dasar hukum organisasi yang sah. Muktamar menjadi semacam pengadilan tertinggi sekaligus parlemen utama bagi NU, di mana suara perwakilan dari seluruh wilayah dan cabang berkumpul untuk menentukan masa depan organisasi.

Membongkar Struktur Kekuasaan di NU: Antara Syuriyah dan Tanfidziyah



Untuk memahami pernyataan Gus Yahya, penting untuk sedikit menyinggung struktur kekuasaan di NU. NU memiliki dua badan utama: Syuriyah dan Tanfidziyah. Syuriyah adalah badan legislatif dan yudikatif yang bertugas membuat keputusan hukum Islam (fiqh) dan mengawasi jalannya organisasi. Dipimpin oleh Rois Aam, Syuriyah adalah otoritas keagamaan tertinggi. Sementara itu, Tanfidziyah adalah badan eksekutif yang bertugas menjalankan roda organisasi sehari-hari, dipimpin oleh Ketua Umum.

Gus Yahya menjabat sebagai Ketua Umum Tanfidziyah PBNU. Meskipun ada dua badan yang saling melengkapi, keputusan penting yang melibatkan kepemimpinan inti, seperti pemberhentian Ketua Umum, hanya bisa diputuskan oleh forum tertinggi, yaitu Muktamar. Hal ini dirancang untuk mencegah intervensi sepihak atau perebutan kekuasaan yang tidak sah, menjaga keseimbangan antara otoritas keagamaan (Syuriyah) dan otoritas manajerial (Tanfidziyah), serta melindungi integritas kepemimpinan dari gejolak internal yang mungkin terjadi.

Dari Spekulasi ke Deklarasi: Mengapa Yahya Staquf Perlu Bicara?



Pernyataan Gus Yahya ini tentu bukan tanpa konteks. Dalam politik, apalagi di organisasi sebesar NU, rumor dan spekulasi adalah hal yang biasa. Artikel sumber Tempo.co menyebutkan bahwa Yahya Staquf menegaskan hal tersebut setelah pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo, dan di tengah munculnya diskusi tentang masa depan dirinya. Ada kemungkinan, pernyataan ini merupakan respons strategis untuk meredam spekulasi yang mungkin beredar di kalangan internal maupun eksternal, sekaligus menegaskan otoritas dan legitimasi kepemimpinannya.

Dalam organisasi besar yang memiliki beragam pandangan dan kepentingan, munculnya faksi-faksi atau ketidakpuasan terhadap kepemimpinan adalah hal lumrah. Dengan secara terbuka menyatakan bahwa ia hanya bisa diberhentikan oleh Muktamar, Gus Yahya mengirimkan pesan kuat: bahwa ia patuh pada konstitusi organisasi, dan bahwa setiap upaya untuk menggantikannya di luar mekanisme tersebut adalah tidak sah. Ini juga bisa menjadi langkah konsolidasi internal, memperkuat barisan pendukungnya, dan mengingatkan semua pihak tentang aturan main yang berlaku di NU.

Peran NU dalam Arus Politik Nasional



Nahdlatul Ulama bukan sekadar organisasi keagamaan; ia adalah kekuatan sosial-politik yang masif dengan pengaruh signifikan terhadap arah bangsa. Dengan jutaan anggota yang tersebar di seluruh Indonesia, suara dan sikap NU kerap menjadi penentu dalam isu-isu krusial, mulai dari pemilihan umum hingga kebijakan publik. Oleh karena itu, stabilitas kepemimpinan NU tidak hanya penting bagi internal organisasi, tetapi juga memiliki implikasi besar bagi stabilitas politik dan sosial Indonesia secara keseluruhan.

Kepemimpinan yang kuat dan stabil di PBNU memberikan landasan yang kokoh bagi NU untuk terus memainkan peran moderatnya dalam menjaga keutuhan bangsa, mempromosikan toleransi, dan mengawal nilai-nilai Pancasila. Deklarasi Gus Yahya tentang posisinya yang hanya dapat diganti melalui Muktamar, secara tidak langsung, juga memberikan jaminan stabilitas bagi mitra-mitra NU, termasuk pemerintah dan elemen masyarakat lainnya, bahwa kepemimpinan NU berada dalam genggaman yang terlegitimasi dan tidak mudah digoyahkan oleh intrik politik jangka pendek.

Masa Depan NU di Bawah Kepemimpinan Gus Yahya



Di bawah kepemimpinan Gus Yahya, NU terus berupaya mengartikulasikan visinya sebagai organisasi keagamaan yang inklusif, toleran, dan relevan dengan tantangan zaman. Ia dikenal dengan gagasan-gagasan progresifnya terkait moderasi beragama dan perdamaian global. Dengan penegasan posisinya, Gus Yahya mendapatkan legitimasi moral dan konstitusional yang lebih kuat untuk terus menjalankan program-program dan visi-misi yang telah ditetapkan dalam Muktamar sebelumnya.

Tentu saja, tantangan yang dihadapi NU tidaklah ringan, mulai dari radikalisme, kesenjangan ekonomi, hingga persoalan internal organisasi. Namun, dengan kepemimpinan yang kokoh dan mekanisme organisasi yang dihormati, NU diharapkan mampu terus menjadi garda terdepan dalam menjaga keutuhan NKRI dan menebarkan rahmat bagi semesta alam.

Pernyataan KH. Yahya Cholil Staquf bukan sekadar gertakan, melainkan penegasan akan prinsip-prinsip organisasi yang kuat dan kokoh. Ini adalah pengingat bahwa di balik hiruk-pikuk politik, ada fondasi kelembagaan yang tak tergoyahkan, siap menjaga marwah dan arah perjuangan Nahdlatul Ulama. Ke depan, stabilitas kepemimpinan ini akan menjadi kunci bagi NU untuk terus berkontribusi pada kemajuan bangsa dan perdamaian dunia.

Bagaimana pandangan Anda tentang pernyataan ini? Apakah Anda setuju bahwa mekanisme Muktamar adalah benteng terkuat bagi kepemimpinan NU? Bagikan pendapat Anda di kolom komentar dan mari diskusikan bersama!

Comments

Integrate your provider (e.g., Disqus, Giscus) here.

Related articles

Tetap Terhubung dengan Kami!

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru, tips ahli, serta wawasan menarik langsung di kotak masuk email Anda.

Dengan berlangganan, Anda setuju dengan syarat dan ketentuan kami.