Terburuk dari Sisi Keadilan? Celios-MBG Ungkap Kegagalan Krusial Program Perlindungan Sosial Nasional

Terburuk dari Sisi Keadilan? Celios-MBG Ungkap Kegagalan Krusial Program Perlindungan Sosial Nasional

Studi dari Celios dan MBG mengkritik keras program perlindungan sosial di Indonesia sebagai yang "terburuk dari sisi keadilan".

Ari Pratama Ari Pratama
Oct 25, 2025 9 min Read

Terburuk dari Sisi Keadilan? Celios-MBG Ungkap Kegagalan Krusial Program Perlindungan Sosial Nasional



Di tengah hiruk pikuk upaya pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, sebuah studi mengejutkan muncul ke permukaan. Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (Celios) bersama Masyarakat & Buruh Garmen (MBG) melontarkan kritik pedas, menyebut program perlindungan sosial di Indonesia sebagai yang "terburuk dari sisi keadilan". Pernyataan ini sontak memicu pertanyaan besar: Apakah jaring pengaman sosial yang seharusnya melindungi masyarakat paling rentan justru menciptakan jurang ketidakadilan baru?

Kita semua tahu, perlindungan sosial adalah pilar fundamental dalam setiap negara modern. Tujuannya mulia: memastikan tidak ada warga negara yang jatuh ke dalam jurang kemiskinan ekstrem, memberikan jaminan dasar, serta memitigasi dampak guncangan ekonomi atau bencana. Namun, jika pelaksanaannya justru melahirkan ketidakadilan, bukankah ini menjadi ironi yang patut direnungkan bersama? Mari kita bedah lebih dalam temuan Celios-MBG dan apa implikasinya bagi masa depan kesejahteraan sosial di Indonesia.

Mengapa Perlindungan Sosial Adalah Fondasi Bangsa?


Perlindungan sosial bukan sekadar pemberian bantuan, melainkan investasi jangka panjang dalam kualitas sumber daya manusia dan stabilitas sosial. Program ini dirancang untuk mengurangi risiko kemiskinan, meningkatkan akses terhadap layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan, serta mendukung kelompok rentan seperti lansia, disabilitas, atau pengangguran. Ketika program ini berjalan efektif, ia menjadi katalisator bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan mengurangi ketimpangan. Sebaliknya, jika gagal, dampaknya bisa merembet ke berbagai sektor, menciptakan ketegangan sosial dan menghambat pembangunan.

Sorotan Kritis: Program Perlindungan Sosial "Terburuk" dari Sisi Keadilan


Kritik tajam dari Celios-MBG bukanlah tanpa dasar. Mereka melakukan kajian mendalam terhadap berbagai program perlindungan sosial yang diterapkan pemerintah. Lantas, apa saja poin-poin yang menjadi sorotan utama?

Temuan Celios-MBG: Ketidakadilan di Jantung Program


Menurut kajian tersebut, program perlindungan sosial di Indonesia dinilai gagal memenuhi prinsip-prinsip keadilan. Salah satu indikator utamanya adalah ketidakmerataan dalam penerima manfaat. Banyak masyarakat miskin dan rentan yang seharusnya menjadi prioritas justru terpinggirkan, sementara di sisi lain, ada penerima yang secara ekonomi lebih mampu. Ini menciptakan persepsi ketidakadilan yang merusak kepercayaan publik terhadap program pemerintah.

Misalnya, program seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM dan Kartu Prakerja, yang sempat menjadi andalan, tidak luput dari kritik. BLT BBM, yang dimaksudkan untuk meringankan beban masyarakat akibat kenaikan harga bahan bakar, disebut belum efektif menjangkau seluruh target sasaran. Sementara Kartu Prakerja, meskipun memiliki tujuan baik untuk meningkatkan kompetensi, seringkali dinilai tidak tepat sasaran dan mekanisme insentifnya kurang efektif dalam mendorong penyerapan tenaga kerja secara signifikan.

Siapa yang Paling Terkena Dampak?


Kelompok masyarakat yang paling merasakan dampak ketidakadilan ini tentu saja adalah mereka yang hidup di garis kemiskinan atau rentan miskin. Para pekerja sektor informal, buruh lepas, petani kecil, atau bahkan masyarakat yang terdampak pandemi dan bencana, seringkali luput dari radar program perlindungan sosial. Mereka adalah golongan yang paling membutuhkan uluran tangan, namun justru kesulitan mengaksesnya karena berbagai kendala birokrasi, informasi, atau bahkan data yang tidak akurat. Ketidakadilan ini memperparah siklus kemiskinan dan membatasi mobilitas sosial.

Akar Masalah: Data, Kriteria, dan Implementasi


Mengapa ketidakadilan ini bisa terjadi? Celios-MBG mengidentifikasi beberapa akar masalah fundamental:

1. Data Penerima yang Belum Akurat dan Komprehensif: Basis data terpadu penerima bantuan sosial (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial/DTKS) masih sering menjadi pangkal masalah. Proses pemutakhiran data yang lambat, ditambah dengan perbedaan data antarlembaga, menyebabkan banyak yang tidak tercatat atau justru tercatat ganda. Ini menjadi hambatan utama dalam penargetan bantuan yang tepat.
2. Kriteria Penerima yang Tidak Fleksibel dan Terlalu Birokratis: Proses seleksi dan verifikasi penerima seringkali rumit, memerlukan banyak dokumen, dan tidak responsif terhadap perubahan kondisi ekonomi masyarakat. Kriteria yang kaku ini seringkali menyisihkan mereka yang berada di "garis abu-abu"—tidak terlalu miskin untuk masuk kategori penerima, namun juga tidak cukup mampu untuk bertahan tanpa bantuan.
3. Implementasi yang Tidak Efisien dan Rentan Penyelewengan: Mulai dari sosialisasi program yang minim hingga penyaluran yang tidak transparan, berbagai celah dalam implementasi membuka potensi penyelewengan. Kurangnya pengawasan dan akuntabilitas memperburuk situasi, sehingga bantuan tidak sampai sepenuhnya atau bahkan disalahgunakan.
4. Kurangnya Inklusivitas: Program yang ada cenderung bersifat sektoral dan tidak menyeluruh, meninggalkan kelompok-kelompok minoritas atau disabilitas yang memiliki kebutuhan spesifik. Pendekatan "one-size-fits-all" seringkali tidak efektif untuk keragaman demografi dan kondisi sosial ekonomi Indonesia.

Menuju Perlindungan Sosial yang Adil dan Inklusif


Menyikapi temuan ini, Celios-MBG tidak hanya berhenti pada kritik, melainkan juga menawarkan solusi dan rekomendasi. Mereka menekankan urgensi untuk mereformasi total sistem perlindungan sosial di Indonesia agar benar-benar mencerminkan prinsip keadilan.

Rekomendasi Para Ahli: Apa yang Harus Dilakukan?


1. Pembaharuan Data yang Berkelanjutan dan Terintegrasi: Pemerintah harus serius dalam membangun sistem data kependudukan yang akurat, terintegrasi antarlembaga, dan diperbarui secara real-time. Pemanfaatan teknologi digital dan kolaborasi dengan pemerintah daerah serta masyarakat sipil sangat krusial dalam validasi data.
2. Perumusan Kriteria yang Lebih Fleksibel dan Responsif: Kriteria penerima bantuan harus lebih adaptif terhadap dinamika ekonomi dan sosial. Pendekatan multidimensi yang tidak hanya melihat pendapatan, tetapi juga aset, kondisi rumah tangga, dan kerentanan lainnya, perlu dipertimbangkan.
3. Transparansi dan Akuntabilitas: Setiap tahapan program, mulai dari perencanaan, penentuan penerima, hingga penyaluran, harus dilakukan secara transparan. Mekanisme pengaduan yang mudah diakses dan responsif, serta sanksi tegas bagi penyelewengan, mutlak diperlukan.
4. Mendorong Sistem Perlindungan Sosial Universal: Salah satu solusi jangka panjang yang diusulkan adalah menuju sistem perlindungan sosial yang lebih universal. Konsep seperti Jaminan Pendapatan Dasar (Universal Basic Income) atau setidaknya jaring pengaman sosial yang mencakup seluruh lapisan masyarakat rentan tanpa perlu birokrasi berbelit, patut dikaji lebih lanjut. Ini akan mengurangi risiko eksklusi dan ketidakadilan.
5. Peningkatan Kapasitas dan Koordinasi Antarlembaga: Perlu ada peningkatan koordinasi dan sinergi antara kementerian/lembaga terkait dalam perumusan kebijakan dan implementasi program. Pelatihan bagi petugas lapangan juga penting untuk memastikan pemahaman dan pelaksanaan yang seragam.

Masa Depan Perlindungan Sosial Indonesia: Tanggung Jawab Bersama


Kritik dari Celios-MBG adalah panggilan keras bagi pemerintah dan seluruh elemen masyarakat. Ini bukan sekadar angka atau statistik, melainkan tentang nasib jutaan jiwa yang menggantungkan harapannya pada sistem perlindungan sosial. Mengabaikan temuan ini sama saja dengan membiarkan ketidakadilan terus merajalela dan melanggengkan lingkaran kemiskinan.

Sudah saatnya kita bergerak dari retorika menjadi aksi nyata. Perlindungan sosial yang adil dan inklusif bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh elemen masyarakat—akademisi, aktivis, media, hingga setiap individu. Mari kita bersama-sama mendorong perbaikan sistem, memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan haknya untuk hidup layak dan terlindungi. Karena pada akhirnya, keadilan sosial adalah cerminan dari kemajuan dan martabat sebuah bangsa.

Apa pendapat Anda mengenai temuan Celios-MBG ini? Bagikan pandangan Anda di kolom komentar di bawah dan bantu sebarkan informasi penting ini agar semakin banyak pihak yang peduli!

Comments

Integrate your provider (e.g., Disqus, Giscus) here.

Related articles

Tetap Terhubung dengan Kami!

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru, tips ahli, serta wawasan menarik langsung di kotak masuk email Anda.

Dengan berlangganan, Anda setuju dengan syarat dan ketentuan kami.