Selamat Datang di Era 'Splinternet': Akankah Internet Global Benar-benar Berakhir?

Selamat Datang di Era 'Splinternet': Akankah Internet Global Benar-benar Berakhir?

Artikel ini membahas konsep "Internet Pasca-Amerika" atau 'Splinternet', yang diutarakan oleh Cory Doctorow.

Ari Pratama Ari Pratama
Oct 25, 2025 9 min Read
H1: Selamat Datang di Era 'Splinternet': Akankah Internet Global Benar-benar Berakhir?

Selama beberapa dekade, kita hidup di bawah ilusi internet sebagai sebuah jaringan global tanpa batas, tempat informasi mengalir bebas dan konektivitas menyatukan umat manusia. Namun, ilusi itu kini perlahan memudar. Seperti yang diungkapkan oleh penulis dan kritikus teknologi terkemuka, Cory Doctorow, dalam artikelnya berjudul "Post-American Internet," kita sedang memasuki fase baru yang disebut "Internet Pasca-Amerika" atau yang lebih dikenal dengan istilah 'Splinternet'. Ini bukan sekadar perubahan terminologi, melainkan pergeseran fundamental dalam cara kerja internet, didorong oleh geopolitik, kedaulatan nasional, dan ambisi korporasi raksasa.

Apa artinya ini bagi kita, para pengguna, bisnis, dan masa depan digital global? Mari kita selami lebih dalam fenomena "Splinternet" dan dampaknya yang tak terhindarkan.

H2: Mengapa Internet Global Tidak Lagi "Amerika"?

Sejak kelahirannya, internet memiliki jejak Amerika yang kuat. Teknologi inti, perusahaan-perusahaan raksasa, dan bahkan tata kelola awal banyak berpusat di Amerika Serikat. Silicon Valley menjadi kiblat inovasi, dan perusahaan seperti Google, Facebook (Meta), Amazon, dan Apple mendominasi lanskap digital dunia. Model ini menciptakan ekosistem yang relatif homogen, dengan standar, kebijakan privasi (atau ketiadaannya), dan aturan main yang sebagian besar ditentukan oleh entitas AS.

H3: Hegemoni Awal dan Kekuasaan Silikon

Di era awal internet, dominasi AS tidak hanya bersifat teknologi, tetapi juga budaya dan ekonomi. Bahasa Inggris menjadi lingua franca internet, dan banyak layanan populer lahir di tanah Paman Sam. Ini membentuk ekspektasi bahwa internet adalah ruang terbuka yang (relatif) bebas, tempat startup kecil bisa tumbuh menjadi raksasa global. Namun, seiring waktu, kekuasaan yang terpusat ini juga memicu kekhawatiran, terutama terkait privasi data, kontrol informasi, dan potensi pengaruh politik.

H3: Bangkitnya Kekuatan Geopolitik Baru

Kini, narasi itu berubah drastis. Negara-negara lain, menyadari potensi strategis dan ekonomi dari internet, mulai menegaskan kedaulatan digital mereka. Tiongkok adalah pionir dengan "Great Firewall" dan ekosistem digitalnya sendiri yang sangat terisolasi. Uni Eropa merespons dengan regulasi data yang ketat seperti GDPR, yang memaksa perusahaan global untuk mematuhi standar privasi yang lebih tinggi. Rusia memiliki ambisi untuk "internet berdaulat" yang dapat diputus dari dunia luar, sementara India berinvestasi besar pada Digital Public Infrastructure (DPI) yang mendorong layanan digital lokal. Semua ini adalah manifestasi dari keinginan untuk memiliki kendali atas infrastruktur digital, data warganya, dan arah inovasi di wilayah masing-masing. Ini adalah respon terhadap dominasi yang dirasakan dan upaya untuk melindungi kepentingan nasional.

H2: Memahami Konsep 'Splinternet'

Istilah 'Splinternet' menggambarkan sebuah internet yang terpecah-pecah menjadi beberapa jaringan yang terpisah atau semi-terpisah, masing-masing dengan aturan, infrastruktur, dan layanannya sendiri. Ini adalah kebalikan dari visi "satu dunia, satu internet" yang dulu kita impikan.

H3: Dinding Digital Tiongkok dan Kedaulatan Data Eropa

Contoh paling jelas dari 'Splinternet' adalah Tiongkok. Di sana, raksasa teknologi global seperti Google, Facebook, dan Twitter tidak dapat beroperasi secara bebas. Warga Tiongkok menggunakan Baidu, WeChat, Weibo, dan platform lokal lainnya yang beroperasi di bawah pengawasan dan sensor ketat pemerintah. Ini menciptakan pengalaman internet yang sangat berbeda, di mana akses informasi dan interaksi dibatasi oleh batas-batas nasional.

Sementara itu, Uni Eropa, dengan General Data Protection Regulation (GDPR) dan Digital Markets Act (DMA), berusaha menciptakan pasar digital yang lebih adil dan berpusat pada pengguna. Meskipun tujuannya adalah perlindungan warga, regulasi ini seringkali bertentangan dengan praktik bisnis raksasa teknologi AS, menciptakan fragmentasi dalam hal kebijakan dan kepatuhan. Pengguna di Eropa menikmati privasi data yang lebih kuat, tetapi perusahaan di sana harus menavigasi labirin hukum yang kompleks.

H3: Ambisi Kedaulatan Digital Negara Lain

Fenomena ini tidak berhenti di Tiongkok dan Eropa. Iran, dengan internet nasionalnya sendiri yang dikenal sebagai "Halal Internet," memblokir akses ke situs-situs asing dan mempromosikan platform lokal. Vietnam memberlakukan undang-undang keamanan siber yang mengharuskan perusahaan asing menyimpan data warga di server lokal. Bahkan negara-negara demokrasi seperti Indonesia dan negara-negara di Asia Tenggara lainnya semakin meningkatkan kontrol atas konten digital dan data warganya, baik melalui regulasi maupun upaya pembangunan infrastruktur lokal. Setiap negara, dengan berbagai motivasi – mulai dari keamanan nasional, perlindungan budaya, hingga ambisi ekonomi – kini berupaya membentuk "bagian" mereka sendiri dari internet.

H2: Dampak Fragmentasi Internet bagi Pengguna dan Bisnis

Fragmentasi internet membawa konsekuensi serius bagi semua pihak.

H3: Pengalaman Digital yang Berbeda

Bagi pengguna, era 'Splinternet' berarti pengalaman daring yang tidak lagi seragam. Apa yang dapat Anda akses, tonton, atau bagikan di satu negara mungkin tidak tersedia di negara lain. Layanan streaming, aplikasi, dan bahkan berita dapat disensor atau diblokir. Ini membatasi akses informasi, menghambat pertukaran budaya, dan menciptakan "gelembung" digital yang terisolasi berdasarkan geografi politik. Bagi para pelancong, ini berarti VPN akan menjadi alat esensial untuk menjaga konektivitas dan akses ke layanan yang biasa mereka gunakan.

H3: Tantangan bagi Bisnis Global

Bagi perusahaan, terutama yang beroperasi secara global, 'Splinternet' adalah mimpi buruk birokrasi dan biaya. Mereka harus mematuhi berbagai regulasi data dan privasi yang berbeda di setiap yurisdiksi. Ini berarti membangun infrastruktur data lokal, menyesuaikan produk dan layanan untuk pasar yang berbeda, dan menanggung biaya kepatuhan yang tinggi. Inovasi bisa melambat karena perusahaan harus menghabiskan lebih banyak waktu dan sumber daya untuk menavigasi batas-batas digital daripada menciptakan sesuatu yang baru. Pasar yang dulunya dilihat sebagai "satu kesatuan" kini terpecah, memaksa perusahaan untuk berpikir lebih lokal.

H3: Inovasi yang Terhambat atau Terpecah

Ketika internet terpecah, potensi inovasi global yang memanfaatkan kolaborasi lintas batas juga terancam. Standar teknis yang berbeda, pembatasan data, dan isolasi ekosistem dapat menghambat pengembangan teknologi baru yang memerlukan interoperabilitas universal. Meskipun mungkin ada peningkatan inovasi lokal, manfaat dari jaringan global yang saling terhubung dan berbagi ide bisa berkurang drastis.

H2: Bisakah Kita Menghindari Splinternet atau Beradaptasi Dengannya?

Pertanyaan besarnya adalah: apakah 'Splinternet' adalah takdir yang tak terhindarkan, atau adakah cara untuk memperlambat, bahkan membalikkan, tren ini?

H3: Upaya Standardisasi dan Kerjasama Internasional

Secara teoretis, upaya kolektif untuk menciptakan standar global yang disepakati bersama bisa menjadi solusi. Organisasi internasional dan forum multi-stakeholder bisa memainkan peran penting dalam mempromosikan interoperabilitas dan menengahi perbedaan regulasi. Namun, mengingat tensi geopolitik saat ini, konsensus global tampaknya semakin sulit dicapai. Kepentingan nasional sering kali mengalahkan visi global.

H3: Strategi Diversifikasi dan Lokalitas

Dalam praktiknya, banyak perusahaan dan negara sudah beradaptasi. Perusahaan teknologi berinvestasi dalam strategi "go-local," menyesuaikan produk dan layanan mereka agar sesuai dengan budaya dan regulasi setempat. Negara-negara berinvestasi dalam pengembangan kemampuan teknologi dan infrastruktur digital mereka sendiri untuk mengurangi ketergantungan pada pihak asing. Ini mungkin bukan "satu internet" seperti yang kita kenal, tetapi merupakan cara untuk berfungsi dalam realitas yang terfragmentasi.

H1: Kesimpulan: Menuju Era Internet yang Berbeda

Era "Internet Pasca-Amerika" yang digambarkan oleh Cory Doctorow dan fenomena 'Splinternet' bukanlah ancaman yang akan datang, melainkan realitas yang sudah kita jalani. Internet sebagai sebuah entitas global yang terpadu semakin menjadi kenangan. Kita sedang bergerak menuju lanskap digital yang lebih kompleks, terfragmentasi, dan dipengaruhi oleh kepentingan geopolitik yang kuat.

Bagi kita semua, ini berarti kita harus lebih sadar tentang dari mana informasi kita berasal, bagaimana data kita digunakan, dan mengapa pengalaman digital kita bisa berbeda di berbagai belahan dunia. Bagi bisnis, ini menuntut strategi yang lebih cerdas dan adaptif untuk menavigasi batasan-batasan baru.

Apakah Anda siap untuk 'Splinternet'? Bagaimana menurut Anda fragmentasi ini akan mempengaruhi masa depan konektivitas global? Bagikan pandangan Anda di kolom komentar, dan mari kita diskusikan lebih lanjut tentang perubahan besar ini yang membentuk dunia digital kita.

Comments

Integrate your provider (e.g., Disqus, Giscus) here.

Related articles

Tetap Terhubung dengan Kami!

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru, tips ahli, serta wawasan menarik langsung di kotak masuk email Anda.

Dengan berlangganan, Anda setuju dengan syarat dan ketentuan kami.