Ribuan Guru Madrasah Mengguncang Monas: Tuntut Pengangkatan PPPK/ASN, Akankah Keadilan Ditegakkan?

Ribuan Guru Madrasah Mengguncang Monas: Tuntut Pengangkatan PPPK/ASN, Akankah Keadilan Ditegakkan?

Ribuan guru madrasah berunjuk rasa di Monas, Jakarta, menuntut pengangkatan status mereka sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau Aparatur Sipil Negara (ASN).

Ari Pratama Ari Pratama
Oct 25, 2025 9 min Read
Pagi itu, Lapangan Monumen Nasional (Monas) di Jakarta kembali menjadi saksi bisu suara rakyat yang menuntut keadilan. Bukan lagi dari kalangan buruh atau mahasiswa, melainkan dari barisan para pahlawan tanpa tanda jasa: ribuan guru madrasah. Dengan semangat membara dan spanduk-spanduk berisi tuntutan, mereka memadati area ikonik ibu kota, menyuarakan satu harapan yang sama: kepastian status sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau Aparatur Sipil Negara (ASN). Aksi massa ini bukan sekadar unjuk rasa biasa; ini adalah jeritan hati para pendidik yang selama bertahun-tahun mengabdi dengan dedikasi tinggi namun terombang-ambing dalam ketidakjelasan nasib. Pertanyaannya kini, akankah pemerintah mendengar dan bertindak atas desakan yang tak bisa lagi diabaikan ini?

Latar Belakang Tuntutan: Sebuah Perjuangan Panjang



Siapa Guru Madrasah dan Peran Vitalnya?


Guru madrasah adalah tulang punggung pendidikan agama dan umum di lembaga-lembaga pendidikan Islam, mulai dari Raudhatul Athfal (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), hingga Madrasah Aliyah (MA). Mereka tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga kurikulum umum yang setara dengan sekolah negeri. Peran mereka sangat krusial dalam membentuk karakter dan intelektualitas generasi muda Indonesia, khususnya dalam konteks nilai-nilai keislaman yang moderat dan toleran. Di tengah arus modernisasi, madrasah tetap menjadi benteng penting bagi pendidikan moral dan spiritual, dan para guru madrasahlah yang berdiri di garis depan memastikan misi ini berjalan. Namun, ironisnya, kontribusi besar ini seringkali tidak sejalan dengan pengakuan dan kesejahteraan yang mereka terima.

Jeritan Hati Tenaga Honorer: Antara Dedikasi dan Kesenjangan Status


Selama bertahun-tahun, banyak guru madrasah berstatus sebagai tenaga honorer. Status ini seringkali berarti gaji yang minim, tanpa jaminan sosial yang memadai, dan yang paling krusial, tanpa kepastian masa depan. Mereka mengabdi dengan ikhlas, mencurahkan waktu dan energi demi mencerdaskan anak bangsa, kadang dengan honor yang hanya cukup untuk biaya transportasi sehari-hari. Sementara itu, rekan-rekan mereka di sekolah negeri dengan kualifikasi serupa mungkin sudah menikmati status PNS atau PPPK, dengan gaji dan tunjangan yang jauh lebih layak. Kesenjangan ini menciptakan rasa ketidakadilan yang mendalam, mengikis semangat, dan bahkan memaksa beberapa di antaranya mencari pekerjaan sampingan demi menyambung hidup. Perjuangan untuk mendapatkan pengakuan ini bukanlah hal baru; ini adalah narasi panjang yang terus berulang di berbagai daerah di seluruh Indonesia.

Aksi di Monas: Simbol Desakan dari Akar Rumput



Dari Berbagai Penjuru, Satu Suara


Ribuan guru madrasah yang memadati Monas berasal dari berbagai provinsi, menunjukkan skala masalah yang meluas dan mendalam. Mereka datang dengan satu tujuan: menarik perhatian pemerintah pusat agar tuntutan mereka segera direspons. Dengan membawa poster-poster bertuliskan "Angkat Kami Jadi PPPK/ASN", "Guru Honorer Madrasah Butuh Kesejahteraan", dan "Jangan Abaikan Pahlawan Pendidikan", mereka menggemakan suara yang sudah lama terpendam. Aksi ini menjadi simbol kuat bahwa kesabaran para guru honorer madrasah telah mencapai batasnya. Mereka tidak lagi bisa menunggu janji-janji manis yang tak kunjung terealisasi.

Tuntutan Konkret: PPPK atau ASN Penuh


Inti dari tuntutan para guru madrasah adalah pengangkatan mereka menjadi PPPK atau ASN. Kedua status ini menawarkan jaminan yang sangat mereka butuhkan.
* PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja): Memberikan kepastian kontrak kerja dengan gaji dan tunjangan yang setara dengan ASN, serta jaminan pensiun. Ini adalah langkah maju signifikan dari status honorer yang rentan.
* ASN (Aparatur Sipil Negara), termasuk PNS (Pegawai Negeri Sipil): Status PNS menawarkan jaminan pekerjaan seumur hidup, gaji, tunjangan, dan pensiun yang lebih stabil.
Bagi para guru madrasah, status PPPK atau ASN bukan sekadar formalitas, melainkan kunci menuju kesejahteraan, stabilitas finansial, dan pengakuan atas pengabdian mereka. Ini juga akan memungkinkan mereka untuk fokus sepenuhnya pada tugas mendidik tanpa dihantui kecemasan akan masa depan.

Tantangan dan Harapan: Menanti Respons Pemerintah



Dilema Kebijakan: Antara Anggaran dan Keadilan


Pemerintah dihadapkan pada dilema yang kompleks. Di satu sisi, ada desakan moral dan konstitusional untuk menjamin kesejahteraan para pendidik. Di sisi lain, ada pertimbangan anggaran negara yang sangat besar jika harus mengangkat ribuan hingga puluhan ribu tenaga honorer menjadi PPPK atau ASN. Proses seleksi, kuota formasi, dan mekanisme pengangkatan juga memerlukan koordinasi yang matang antara Kementerian Agama (yang membawahi madrasah), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), dan Kementerian Keuangan. Namun, anggaran tidak boleh menjadi satu-satunya alasan untuk menunda keadilan. Investasi pada guru adalah investasi pada masa depan bangsa.

Dampak Jangka Panjang Jika Tuntutan Tak Digubris


Mengabaikan tuntutan para guru madrasah dapat menimbulkan konsekuensi jangka panjang yang serius bagi sistem pendidikan nasional.
1. Penurunan Moral dan Motivasi Guru: Kesejahteraan yang rendah dan status yang tidak jelas akan terus meruntuhkan semangat para pendidik.
2. Kualitas Pendidikan Terancam: Sulit mengharapkan kualitas pengajaran optimal dari guru yang dihantui masalah ekonomi dan psikologis.
3. Krisis Pendidik: Profesinya menjadi kurang menarik, sehingga sulit menarik talenta terbaik untuk menjadi guru madrasah di masa depan.
4. Ketidakstabilan Sosial: Ketidakpuasan yang meluas di kalangan guru dapat memicu aksi-aksi serupa yang lebih besar.
Pemerintah harus melihat masalah ini sebagai investasi strategis, bukan sekadar beban anggaran.

Masa Depan Pendidikan Indonesia: Di Tangan Para Guru



Masa depan pendidikan Indonesia, termasuk di lingkungan madrasah, sangat bergantung pada kualitas dan kesejahteraan para gurunya. Mereka adalah arsitek peradaban, pembentuk karakter, dan agen perubahan. Memberikan mereka status dan hak yang layak bukanlah sekadar memenuhi tuntutan, melainkan menjalankan amanat konstitusi dan memastikan bahwa fondasi pendidikan bangsa tetap kokoh. Kebijakan yang responsif dan berpihak kepada guru akan menjadi bukti nyata komitmen pemerintah terhadap kemajuan sumber daya manusia Indonesia.

Aksi di Monas ini adalah panggilan keras bagi pemerintah untuk segera mencari solusi konkrit dan berkelanjutan bagi status guru madrasah. Sudah saatnya pahlawan tanpa tanda jasa ini mendapatkan pengakuan dan kesejahteraan yang setara dengan pengabdian mereka. Momen ini bukan hanya tentang status kepegawaian, tetapi juga tentang harkat dan martabat profesi guru. Mari kita dukung perjuangan mereka, karena masa depan pendidikan kita ada di tangan mereka. Bagikan artikel ini untuk menyuarakan dukungan dan memastikan tuntutan guru madrasah tidak tenggelam dalam hiruk pikuk berita! #GuruMadrasahBerjuang #PPPKASN #KesejahteraanGuru #PendidikanIndonesia

Comments

Integrate your provider (e.g., Disqus, Giscus) here.

Related articles

Tetap Terhubung dengan Kami!

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru, tips ahli, serta wawasan menarik langsung di kotak masuk email Anda.

Dengan berlangganan, Anda setuju dengan syarat dan ketentuan kami.