Rahayu Saraswati dan Kursi DPR: Mengapa Masih Anggota Tanpa Sumpah? Gerindra Ungkap Fakta Mengejutkan!

Rahayu Saraswati dan Kursi DPR: Mengapa Masih Anggota Tanpa Sumpah? Gerindra Ungkap Fakta Mengejutkan!

Rahayu Saraswati, anggota DPR terpilih dari Gerindra, belum disumpah namun tetap menjadi anggota partai dan menjabat Direktur Utama PT Sarana Global Investama.

Ari Pratama Ari Pratama
Oct 25, 2025 9 min Read
Dalam kancah politik Indonesia yang selalu dinamis, seringkali muncul berbagai isu yang mengundang perdebatan dan tanda tanya publik. Salah satu isu yang belakangan ini menyita perhatian adalah status Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, seorang politisi muda dari Partai Gerindra, yang meski terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, namun belum juga mengucapkan sumpah jabatan. Teka-teki ini semakin keruh ketika diketahui bahwa ia juga menjabat sebagai Direktur Utama di sebuah perusahaan. Benarkah ini melanggar aturan rangkap jabatan? Mengapa Gerindra bersikukuh mempertahankannya? Wakil Ketua DPR RI dan petinggi Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, akhirnya buka suara dan memberikan penjelasan yang mungkin mengejutkan banyak pihak. Mari kita selami lebih dalam duduk perkara ini dan mengungkap strategi politik di baliknya.

Lika-Liku Status Rahayu Saraswati: Sebuah Kronologi Singkat


Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, yang akrab disapa Sara, bukanlah nama baru di panggung politik nasional. Putri dari Hashim Djojohadikusumo dan keponakan dari presiden terpilih Prabowo Subianto ini, telah beberapa kali mencoba peruntungannya dalam kontestasi politik. Pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, ia kembali berhasil mengamankan satu kursi di DPR RI dari daerah pemilihan DKI Jakarta III. Kemenangannya ini seolah melengkapi perjalanan politiknya yang panjang dan penuh tantangan.

Namun, di tengah euforia hasil Pemilu, muncul sebuah pertanyaan besar: mengapa Rahayu Saraswati belum disumpah sebagai anggota DPR bersama rekan-rekan terpilih lainnya? Sebuah fakta kemudian terungkap bahwa ia saat ini menjabat sebagai Direktur Utama PT Sarana Global Investama, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang investasi. Publik pun mulai berspekulasi, mengaitkan statusnya ini dengan potensi pelanggaran aturan rangkap jabatan yang dilarang bagi pejabat publik, termasuk anggota DPR. Isu ini dengan cepat menjadi bola panas di media sosial dan forum diskusi politik, menimbulkan kekhawatiran akan etika dan kepatutan dalam berpolitik.

Kekhawatiran publik ini bukan tanpa dasar. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) secara jelas mengatur mengenai larangan rangkap jabatan bagi anggota DPR. Tujuannya adalah untuk memastikan fokus dan integritas wakil rakyat dalam menjalankan amanah konstituen. Jika seorang anggota DPR terbukti rangkap jabatan, ia berisiko kehilangan kursinya. Inilah yang membuat situasi Rahayu Saraswati menjadi sorotan tajam.

Jawaban Tegas Dasco: Bukan Rangkap Jabatan, Ini Penjelasannya!


Menjawab berbagai pertanyaan dan spekulasi yang berkembang, Sufmi Dasco Ahmad, tokoh sentral di Partai Gerindra, memberikan klarifikasi yang fundamental. Menurut Dasco, status Rahayu Saraswati saat ini bukanlah "anggota DPR" yang definitif, melainkan masih dalam kategori "calon anggota DPR". Penjelasan ini menjadi kunci untuk memahami mengapa Gerindra tidak melihat adanya pelanggaran.

Definisi "Anggota DPR" Menurut Gerindra: Ada Beda Antara Terpilih dan Dilantik


Dasco menegaskan bahwa seseorang baru sah menyandang status "anggota DPR" secara penuh setelah melalui prosesi pengucapan sumpah jabatan di hadapan sidang paripurna DPR. "Beliau [Rahayu Saraswati] belum disumpah, jadi belum anggota DPR. Beliau masih calon anggota DPR," ujar Dasco. Interpretasi ini menyiratkan bahwa hingga sumpah jabatan dilaksanakan, ikatan hukum dan kewajiban sebagai anggota DPR belum sepenuhnya mengikat. Dengan demikian, sebelum disumpah, seseorang yang telah terpilih dianggap masih memiliki ruang gerak untuk beraktivitas di luar ranah parlemen, termasuk memegang jabatan di sektor swasta, asalkan tidak melanggar ketentuan lain.

Logika Dasco ini mendasari argumen bahwa selama Rahayu Saraswati belum disumpah, statusnya di PT Sarana Global Investama tidak dapat dikategorikan sebagai rangkap jabatan yang dilarang oleh UU MD3. Artinya, larangan rangkap jabatan baru berlaku efektif saat seseorang telah resmi dilantik dan mengemban tugas sebagai wakil rakyat. Ini adalah nuansa hukum yang penting dan seringkali menjadi celah interpretasi dalam dunia politik.

Landasan Hukum dan Etika Politik: Memahami Batas-Batasnya


Penjelasan Dasco ini tentu saja memicu perdebatan mengenai landasan hukum dan etika politik. Secara harfiah, UU MD3 memang melarang rangkap jabatan bagi "anggota DPR". Namun, apakah "terpilih" otomatis berarti "anggota"? Gerindra melalui Dasco berargumen bahwa tidak. Batasan yang mereka gunakan adalah momen pengambilan sumpah.

Meskipun secara legal Gerindra mungkin memiliki dasar kuat untuk interpretasi ini, aspek etika politik tetap menjadi bahan perbincangan. Transparansi dan integritas adalah nilai-nilai yang sangat dijunjung tinggi dalam politik. Munculnya situasi seperti ini, meskipun secara hukum diperbolehkan menurut satu interpretasi, dapat menimbulkan persepsi publik yang beragam. Penting bagi partai dan individu yang bersangkutan untuk terus berkomunikasi dengan publik guna menghindari kesalahpahaman.

Peran PT Sarana Global Investama: Sektor Swasta yang 'Aman' Sementara


PT Sarana Global Investama adalah perusahaan di sektor investasi. Jabatan Rahayu Saraswati sebagai Direktur Utama di sana, menurut Gerindra, tidak bertentangan dengan posisinya sebagai calon anggota DPR. Ini bukan jabatan publik di lembaga negara lain atau badan usaha milik negara/daerah yang secara eksplisit dilarang. Selama belum disumpah, kegiatan bisnis di sektor swasta dianggap masih dalam koridor yang diizinkan. Situasi ini memungkinkan Gerindra untuk tetap mempertahankan Rahayu Saraswati sebagai bagian dari kader potensial mereka tanpa harus khawatir akan pelanggaran hukum yang serius saat ini.

Strategi Politik di Balik Pertahanan Kursi Rahayu Saraswati


Keputusan Gerindra untuk mempertahankan Rahayu Saraswati di tengah kontroversi ini bukanlah tanpa alasan. Di balik penjelasan hukum Dasco, ada strategi politik yang lebih luas yang dimainkan oleh partai.

Aset Politik Gerindra yang Berharga


Rahayu Saraswati bukan sekadar nama biasa di Gerindra. Ia adalah seorang figur yang dikenal luas, memiliki basis dukungan yang cukup kuat, dan yang terpenting, memiliki koneksi keluarga yang erat dengan pendiri sekaligus pemimpin partai, Prabowo Subianto. Keberadaannya dalam jajaran kader partai merupakan aset berharga, baik dari segi citra maupun potensi elektoral. Melepasnya dari daftar calon anggota DPR karena masalah teknis seperti ini akan menjadi kerugian besar bagi partai, terutama dalam membangun regenerasi kepemimpinan dan mempertahankan basis pemilih. Gerindra tentu tak ingin kehilangan kader potensial yang sudah terbukti lolos ke parlemen.

Proyeksi Masa Depan dan Penempatan Strategis


Dengan belum disumpahnya Rahayu Saraswati, Gerindra memiliki fleksibilitas untuk menempatkannya pada posisi yang lebih strategis di masa depan. Mungkin saja ada rencana lain yang lebih besar untuknya, baik di legislatif pada periode mendatang, di jajaran eksekutif, atau bahkan di struktur internal partai. Dengan mempertahankan statusnya sebagai 'calon anggota DPR' yang tidak dilantik segera, partai bisa jadi sedang merancang langkah-langkah politik jangka panjang yang lebih menguntungkan. Ini adalah bagian dari permainan catur politik yang kompleks, di mana setiap langkah diperhitungkan matang-matang.

Dampak terhadap Koalisi dan Citra Partai


Keputusan untuk mempertahankan Rahayu Saraswati juga mengirimkan sinyal kuat kepada koalisi dan publik. Gerindra menunjukkan konsistensi dalam melindungi kadernya dan menavigasi aturan hukum dengan cermat. Meskipun berpotensi memicu kritik, pendekatan ini juga dapat dilihat sebagai langkah tegas dalam menjaga kepentingan partai dan aset politiknya. Citra partai yang solid dan mampu menghadapi tantangan adalah hal penting dalam dinamika politik.

Perspektif Lain: Tanggapan Bawaslu dan KPU


Kasus Rahayu Saraswati ini juga tidak luput dari perhatian lembaga pengawas Pemilu. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI sebelumnya sempat menerima laporan dan telah meneruskan hasil kajiannya terkait masalah ini kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. KPU, sebagai penyelenggara Pemilu, memiliki wewenang untuk mengambil keputusan akhir mengenai status anggota DPR terpilih.

Namun, hingga pernyataan Dasco muncul, KPU belum mengeluarkan keputusan final terkait status Rahayu Saraswati. Ini menunjukkan bahwa proses evaluasi dan interpretasi aturan sedang berlangsung, dan Gerindra mungkin telah mengajukan argumennya secara resmi kepada KPU. Keputusan KPU nantinya akan menjadi penentu apakah interpretasi "calon anggota" versus "anggota definitif" ini akan diterima secara resmi atau akan ada pandangan yang berbeda.

Debat Publik dan Implikasi Etika Politik


Penjelasan Dasco membuka ruang diskusi yang lebih luas mengenai definisi dan batasan etika politik di Indonesia. Jika interpretasi "belum disumpah, berarti belum anggota DPR" ini diterima secara luas, maka ini bisa menjadi preseden bagi kasus serupa di masa depan. Pertanyaannya, apakah ini sesuai dengan semangat undang-undang yang melarang rangkap jabatan untuk menjaga fokus wakil rakyat? Atau justru menjadi celah hukum yang bisa dimanfaatkan?

Debat ini penting untuk mendorong perbaikan regulasi dan memastikan bahwa semangat transparansi dan akuntabilitas selalu menjadi prioritas. Publik berhak mendapatkan kejelasan dan keyakinan bahwa para wakilnya menjalankan tugas dengan integritas penuh, tanpa potensi konflik kepentingan.

Kesimpulan: Sebuah Nuansa Hukum dan Strategi Politik


Kasus Rahayu Saraswati Djojohadikusumo adalah contoh bagaimana interpretasi hukum yang cermat dapat menjadi kunci dalam menghadapi kontroversi politik. Penjelasan dari Sufmi Dasco Ahmad memberikan pemahaman baru mengenai status seorang "calon anggota DPR" yang belum disumpah, membedakannya dari "anggota DPR" yang telah resmi dilantik. Ini memungkinkan Rahayu Saraswati untuk tetap berada di Gerindra tanpa melanggar aturan rangkap jabatan yang berlaku saat ini, sekaligus memberikan fleksibilitas bagi partai untuk merencanakan masa depan politiknya.

Di balik semua ini, terlihat jelas strategi Partai Gerindra untuk mempertahankan aset politik berharga mereka. Namun, dinamika ini juga memicu perdebatan tentang etika politik, transparansi, dan bagaimana regulasi harus diinterpretasikan agar sesuai dengan semangat pelayanan publik.

Bagaimana menurut Anda? Apakah penjelasan Gerindra ini sudah cukup menjawab kekhawatiran publik? Atau justru menimbulkan pertanyaan baru tentang celah dalam regulasi kita? Bagikan pendapat Anda di kolom komentar di bawah dan mari kita terus ikuti perkembangan menarik ini! Jangan lupa bagikan artikel ini jika Anda merasa informasinya bermanfaat.

Comments

Integrate your provider (e.g., Disqus, Giscus) here.

Related articles

Tetap Terhubung dengan Kami!

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru, tips ahli, serta wawasan menarik langsung di kotak masuk email Anda.

Dengan berlangganan, Anda setuju dengan syarat dan ketentuan kami.