Polemik Pemakzulan Gus Yahya: Suara Kiai Sepuh dan Mustasyar PBNU untuk Persatuan Nahdliyin

Polemik Pemakzulan Gus Yahya: Suara Kiai Sepuh dan Mustasyar PBNU untuk Persatuan Nahdliyin

Forum Kiai Sepuh dan Mustasyar PBNU menegaskan pentingnya persatuan Nahdliyin dan menghormati hasil Muktamar ke-34 di tengah munculnya wacana pemakzulan Ketua Umum PBNU Gus Yahya.

Ari Pratama Ari Pratama
Oct 25, 2025 9 min Read
H1: Polemik Pemakzulan Gus Yahya: Suara Kiai Sepuh dan Mustasyar PBNU untuk Persatuan Nahdliyin

Di tengah hiruk-pikuk dinamika organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), sebuah isu sensitif kembali mencuat ke permukaan. Wacana pemakzulan atau penggantian Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Yahya Cholil Staquf atau yang akrab disapa Gus Yahya, telah menjadi topik hangat yang menyita perhatian publik, khususnya di kalangan Nahdliyin. Gonjang-ganjing internal ini tentu saja menguji soliditas dan marwah organisasi yang selama ini dikenal sebagai penjaga persatuan bangsa. Namun, di tengah badai spekulasi dan friksi, suara bijak dari para sesepuh dan penasihat utama NU akhirnya terdengar, membawa pesan mendalam tentang pentingnya menjaga persatuan dan menghormati mekanisme demokrasi internal.

H2: Mengapa Wacana Pemakzulan Gus Yahya Muncul? Menelusuri Akar Permasalahan

Gus Yahya terpilih sebagai Ketua Umum PBNU pada Muktamar ke-34 di Lampung pada Desember 2021. Sejak awal kepemimpinannya, memang ada beberapa pihak yang menyuarakan ketidakpuasan terhadap kebijakan dan arah kepemimpinan PBNU di bawah Gus Yahya. Kritik ini seringkali berkisar pada dugaan penyimpangan dari "khittah Nahdliyah," yaitu prinsip dasar perjuangan dan kemandirian NU, serta tuduhan mengenai adanya pengkhianatan terhadap hasil Muktamar yang lalu. Beberapa pihak merasa bahwa kepemimpinan saat ini telah terlalu jauh menyimpang dari nilai-nilai luhur dan tradisi NU yang telah diwariskan para pendiri.

Narasi tentang "pemakzulan" ini, meskipun belum menjadi agenda resmi, telah beredar di berbagai forum diskusi internal dan media sosial. Isu ini diperparah dengan adanya keluhan terkait dugaan oligarki, sentralisasi kekuasaan, dan kurangnya akomodasi terhadap aspirasi akar rumput. Bagi sebagian kader, isu ini menjadi representasi kekhawatiran akan masa depan NU dan relevansinya di tengah tantangan zaman. Tentu saja, wacana ini memicu pro dan kontra, menciptakan ketegangan yang berpotensi merusak sendi-sendi kebersamaan dalam tubuh organisasi.

H2: Respon Tegas dari Forum Kiai Sepuh dan Mustasyar PBNU

Melihat situasi yang semakin memanas, Forum Kiai Sepuh dan Mustasyar PBNU, sebagai representasi dari otoritas spiritual dan moral tertinggi dalam NU, merasa perlu untuk angkat bicara. Mereka adalah para ulama senior yang memiliki kearifan dan pengalaman panjang, yang pandangan-pandangannya sangat dihormati oleh seluruh Nahdliyin. Dalam pernyataan resminya, mereka mengimbau semua pihak, khususnya seluruh Nahdliyin, agar senantiasa menghormati proses demokrasi yang telah berjalan dalam Muktamar dan hasil-hasilnya.

Pernyataan ini bukan sekadar imbauan biasa, melainkan sebuah penegasan fundamental tentang bagaimana seharusnya dinamika organisasi dijalankan. Para kiai sepuh menekankan bahwa Muktamar adalah forum tertinggi dalam pengambilan keputusan di NU, dan keputusannya bersifat final serta mengikat. Oleh karena itu, segala upaya untuk mengganti atau memecat Ketua Umum di luar mekanisme yang sah adalah tindakan yang dapat mencederai marwah organisasi dan merusak tatanan demokrasi internal.

H3: Pentingnya Menghormati Hasil Muktamar

Salah satu poin kunci dari pesan para kiai sepuh adalah penekanan pada penghormatan terhadap hasil Muktamar. Muktamar bukan hanya sekadar pertemuan biasa, melainkan manifestasi dari kedaulatan warga Nahdliyin yang diwakilkan oleh para utusan dari seluruh pelosok negeri. Di sanalah proses musyawarah mufakat, pemilihan, dan penetapan arah organisasi dilakukan secara demokratis dan transparan. Menghormati hasil Muktamar berarti menghormati pilihan mayoritas, menghargai proses yang telah disepakati, dan menunjukkan kedewasaan dalam berorganisasi.

Jika setiap ketidakpuasan lantas direspons dengan upaya pemakzulan di luar jalur yang sah, maka integritas dan legitimasi setiap keputusan organisasi akan dipertanyakan. Hal ini akan menciptakan preseden buruk dan berpotensi membuka pintu bagi perpecahan yang tidak berkesudahan, di mana setiap kelompok yang kalah suara dapat menuntut penggantian pemimpin kapan saja. NU sebagai organisasi besar tidak boleh terjebak dalam lingkaran konflik internal yang destruktif seperti ini.

H3: Menjaga Khittah Nahdliyah dan Kemandirian Organisasi

Pesan para kiai sepuh juga secara implisit mengandung pengingat untuk kembali pada khittah Nahdliyah. Khittah ini adalah jati diri NU yang menegaskan kemandirian organisasi dari segala bentuk intervensi politik praktis dan kekuasaan. Ketika konflik internal memanas, fokus organisasi seringkali teralihkan dari misi utamanya untuk melayani umat dan bangsa. NU memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga moralitas bangsa, mengembangkan pendidikan Islam, dan memperjuangkan keadilan sosial. Jika energi dihabiskan untuk perselisihan internal, maka peran strategis ini bisa terabaikan.

Kemandirian organisasi juga berarti penyelesaian masalah harus dilakukan secara internal, dengan mekanisme yang telah ada. Para kiai sepuh menyerukan agar perbedaan pandangan disalurkan melalui jalur musyawarah yang konstruktif, bukan dengan upaya yang berpotensi memecah belah. Ini adalah wujud dari komitmen NU untuk tetap menjadi organisasi keagamaan yang kuat, mandiri, dan berwibawa di mata umat dan negara.

H2: Dampak Potensial Perpecahan bagi Nahdlatul Ulama dan Bangsa

Dampak dari perpecahan internal di tubuh NU bukanlah hal sepele. Pertama, ia akan melemahkan posisi NU sebagai kekuatan penyeimbang dan penjaga persatuan bangsa. NU adalah salah satu pilar utama NKRI, dengan jutaan anggota yang tersebar di seluruh Indonesia. Jika NU terpecah, maka stabilitas sosial dan politik bangsa bisa ikut terguncang.

Kedua, perpecahan akan mengikis kepercayaan publik terhadap NU. Masyarakat berharap NU dapat menjadi teladan dalam menjaga kerukunan dan persatuan. Jika internal NU sendiri dilanda konflik berkepanjangan, citra organisasi akan tercoreng dan kapasitasnya untuk memberikan kontribusi positif bagi bangsa akan berkurang. Ketiga, perpecahan dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak eksternal yang memiliki kepentingan untuk melemahkan NU atau memanfaatkannya demi agenda politik tertentu.

H2: Memandang ke Depan: Solidaritas Nahdliyin adalah Kunci

Pesan dari Forum Kiai Sepuh dan Mustasyar PBNU adalah sebuah seruan untuk kembali merajut tali silaturahmi, memperkuat ukhuwah Nahdliyah, dan mengedepankan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadi atau golongan. Ini adalah momen bagi seluruh Nahdliyin untuk merenungkan kembali nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh para pendiri NU: tasamuh (toleransi), tawassuth (moderat), tawazun (seimbang), dan i'tidal (lurus).

Penyelesaian konflik internal harus dilakukan dengan kepala dingin, melalui dialog yang konstruktif, dan sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU. Mekanisme organisasi seperti rapat pleno, musyawarah wilayah, atau bahkan Muktamar Luar Biasa (jika memang memenuhi syarat) adalah saluran yang sah untuk menyalurkan aspirasi dan menyelesaikan perbedaan. Namun, langkah-langkah tersebut harus didasari oleh semangat persatuan, bukan perpecahan.

Kesimpulan:
Wacana pemakzulan Gus Yahya adalah ujian bagi kematangan demokrasi internal Nahdlatul Ulama. Suara tegas dari Forum Kiai Sepuh dan Mustasyar PBNU menjadi pengingat penting akan nilai-nilai dasar yang menopang organisasi ini. Mereka menyerukan persatuan, penghormatan terhadap hasil Muktamar, dan komitmen untuk menyelesaikan segala permasalahan melalui jalur yang sah dan konstruktif. NU adalah warisan agung para ulama pendiri yang harus dijaga dari segala bentuk perpecahan. Solidaritas Nahdliyin adalah kunci untuk memastikan NU tetap menjadi benteng Islam moderat dan pilar penting bagi kemajuan bangsa. Mari bersama-sama kita dukung upaya menjaga keutuhan dan kemandirian Nahdlatul Ulama demi masa depan yang lebih baik.

Bagaimana pandangan Anda tentang dinamika internal PBNU ini? Bagikan pendapat Anda di kolom komentar dan mari bersama-sama kita jaga persatuan bangsa!

Comments

Integrate your provider (e.g., Disqus, Giscus) here.

Related articles

Tetap Terhubung dengan Kami!

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru, tips ahli, serta wawasan menarik langsung di kotak masuk email Anda.

Dengan berlangganan, Anda setuju dengan syarat dan ketentuan kami.