Perppu Tunda KUHAP Baru: Ujian Demokrasi Pertama Prabowo dan Masa Depan Kebebasan Sipil!

Perppu Tunda KUHAP Baru: Ujian Demokrasi Pertama Prabowo dan Masa Depan Kebebasan Sipil!

Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Presiden terpilih Prabowo Subianto menerbitkan Perppu untuk menunda pemberlakuan KUHAP baru (UU No.

Ari Pratama Ari Pratama
Oct 25, 2025 9 min Read
H1: Perppu Tunda KUHAP Baru: Ujian Demokrasi Pertama Prabowo dan Masa Depan Kebebasan Sipil!

Detik-detik menuju transisi kekuasaan selalu penuh dengan harapan dan tantangan baru. Namun, bagi masyarakat sipil Indonesia, masa transisi kali ini juga diiringi dengan sebuah kekhawatiran besar: ancaman terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi. Di tengah persiapan kepemimpinan baru, Koalisi Masyarakat Sipil melayangkan desakan serius kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto: terbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menunda pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) baru atau UU No. 1 Tahun 2023. Perppu ini bukan sekadar permintaan, melainkan sebuah seruan mendesak untuk menjaga pilar-pilar demokrasi dan hak asasi manusia yang dipertaruhkan. Apakah ini akan menjadi ujian pertama bagi komitmen Prabowo terhadap reformasi hukum dan demokrasi?

H2: Mengapa KUHAP Baru Menjadi Polemik? Jejak Pasal-Pasal Kontroversial

KUHAP baru, yang diundangkan pada awal tahun 2023, seharusnya membawa angin segar reformasi hukum di Indonesia. Namun, alih-alih memberikan perlindungan yang lebih kuat bagi warga negara, sejumlah pasal di dalamnya justru dinilai berpotensi menjadi bumerang bagi kebebasan sipil. Koalisi Masyarakat Sipil menyoroti beberapa pasal krusial yang dianggap sebagai ancaman nyata.

Salah satu yang paling disorot adalah pasal-pasal mengenai *penghinaan Presiden dan Wakil Presiden* serta *penyerangan harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden*. Pasal-pasal ini dikhawatirkan akan menjadi alat untuk membungkam kritik yang sah terhadap pemimpin negara, membatasi ruang diskursus publik, dan mengkriminalisasi perbedaan pendapat. Padahal, dalam negara demokrasi, kritik adalah vitamin bagi pemerintahan yang sehat. Jika masyarakat takut untuk mengkritik, maka pengawasan terhadap kekuasaan akan melemah, membuka celah bagi praktik-praktik tidak transparan dan akuntabel.

Selain itu, terdapat pula pasal-pasal yang membatasi hak untuk berkumpul dan berekspresi, yang seringkali diasosiasikan dengan pasal-pasal "makar" atau penyebaran "berita bohong". Dalam konteks aksi demonstrasi atau penyampaian aspirasi, pasal-pasal ini dapat dengan mudah disalahgunakan untuk menjerat aktivis, mahasiswa, maupun masyarakat biasa yang mencoba menyuarakan ketidakpuasan atau tuntutan mereka. Potensi kriminalisasi terhadap jurnalis dan pegiat media sosial yang menyebarkan informasi yang dianggap tidak sesuai dengan narasi resmi juga menjadi kekhawatiran serius. Proses pembentukan KUHAP baru ini sendiri juga dikritik karena minimnya partisipasi publik yang bermakna, menimbulkan kesan bahwa aturan ini lahir tanpa mendengarkan suara rakyat yang akan terdampak.

H2: Suara Koalisi Sipil: Desakan Perppu untuk Keadilan dan Demokrasi

Koalisi Masyarakat Sipil, yang terdiri dari berbagai organisasi hak asasi manusia, advokasi, dan pegiat demokrasi, melihat desakan Perppu ini sebagai langkah darurat. Mereka berpendapat bahwa pemberlakuan KUHAP baru pada Januari 2026 tanpa revisi mendasar akan menciptakan lingkungan hukum yang represif dan mengancam sendi-sendi demokrasi. Perppu dianggap sebagai jalan pintas konstitusional untuk menunda efek berlaku undang-undang yang bermasalah, memberi waktu bagi pemerintah dan DPR untuk meninjau ulang dan merevisi pasal-pasal kontroversial tersebut dengan melibatkan partisipasi publik yang lebih luas.

Desakan ini secara spesifik ditujukan kepada Prabowo Subianto, presiden terpilih, karena ia akan memimpin pemerintahan saat KUHAP baru seharusnya mulai berlaku. Koalisi sipil berharap Prabowo dapat menunjukkan komitmennya terhadap reformasi hukum dan perlindungan hak asasi manusia sejak awal masa kepemimpinannya. Ini adalah kesempatan baginya untuk mengirimkan sinyal kuat bahwa pemerintahannya akan menjunjung tinggi kebebasan sipil dan tidak akan mentolerir penggunaan undang-undang sebagai alat untuk membungkam rakyat. Jika Perppu tidak diterbitkan, kekhawatiran akan terjadinya gelombang kriminalisasi terhadap aktivis dan masyarakat sipil akan semakin besar.

H3: Implikasi Jika KUHAP Baru Tetap Berlaku: Masa Depan Aktivisme dan Hak Berpendapat

Jika KUHAP baru ini tetap berlaku tanpa adanya intervensi seperti Perppu, dampaknya bisa sangat luas dan meresahkan. Pertama, akan terjadi efek 'pendinginan' (chilling effect) di kalangan masyarakat. Rasa takut untuk mengemukakan pendapat, mengkritik pemerintah, atau bahkan sekadar menyebarkan informasi yang berbeda dengan narasi dominan akan meningkat. Aktivis, jurnalis, seniman, dan siapa pun yang berani bersuara akan merasa terancam oleh potensi jerat hukum yang samar dan berpotensi disalahgunakan.

Kedua, ruang demokrasi akan menyempit. Aksi-aksi protes damai atau diskusi publik yang kritis bisa saja dianggap sebagai tindakan melawan hukum, sebagaimana pasal-pasal tentang makar atau penghasutan. Ini akan menghambat fungsi kontrol sosial masyarakat terhadap pemerintah, yang merupakan esensi dari demokrasi yang sehat. Ketiga, kepercayaan publik terhadap sistem hukum akan terkikis. Jika hukum justru digunakan untuk menekan rakyat, maka keadilan akan terasa semakin jauh dari jangkauan. Inilah alasan mengapa koalisi sipil begitu gigih mendesakkan penerbitan Perppu, sebagai benteng terakhir sebelum "pintu gerbang" aturan represif ini dibuka.

H2: Pilihan Sulit di Meja Prabowo: Antara Legasi dan Tekanan Publik

Keputusan untuk menerbitkan Perppu bukanlah hal yang ringan. Ini menempatkan Prabowo dalam posisi yang dilematis. Di satu sisi, menerbitkan Perppu akan menunjukkan kepeduliannya terhadap suara rakyat dan komitmen terhadap reformasi hukum, sekaligus membangun citra sebagai pemimpin yang responsif dan pro-demokrasi. Langkah ini akan diapresiasi oleh masyarakat sipil dan komunitas internasional yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Ini bisa menjadi awal yang baik untuk legasinya sebagai pemimpin.

Namun, di sisi lain, penerbitan Perppu juga bisa menimbulkan gejolak politik, terutama di internal parlemen dan pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan KUHAP baru. Ada potensi resistensi dari kelompok yang merasa bahwa Perppu akan mencederai proses legislasi yang sudah berjalan. Prabowo harus menimbang antara menjaga stabilitas politik dan memenuhi aspirasi publik yang mendesak. Pilihan yang diambilnya akan menjadi indikator awal arah kebijakan hukum pemerintahannya. Ini bukan sekadar keputusan teknis, melainkan sebuah pernyataan politik tentang nilai-nilai yang akan dijunjung tinggi dalam lima tahun ke depan. Waktu terus berjalan, dan tekanan semakin meningkat menjelang periode efektif berlakunya KUHAP baru.

H2: Apa yang Bisa Kita Lakukan? Mengawal Demokrasi Bersama

Isu Perppu KUHAP baru ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau koalisi sipil semata, melainkan tanggung jawab kita semua sebagai warga negara. Penting bagi setiap individu untuk memahami substansi masalah ini, dampak-dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari, dan implikasinya terhadap masa depan demokrasi di Indonesia.

Apa yang bisa kita lakukan? Pertama, teruslah mencari informasi dari berbagai sumber terpercaya dan bagikan pemahaman ini kepada lingkungan sekitar Anda. Diskusi yang sehat dan terinformasi adalah kunci untuk meningkatkan kesadaran publik. Kedua, gunakan hak Anda untuk menyuarakan aspirasi melalui platform yang tersedia, baik melalui media sosial, petisi online, atau dengan mengikuti perkembangan dan mendukung gerakan masyarakat sipil. Ketiga, awasi terus setiap langkah pemerintah dan DPR terkait isu ini. Partisipasi aktif dan pengawasan kolektif adalah benteng terkuat untuk menjaga demokrasi dari kemunduran. Jangan biarkan hak-hak dasar kita terenggut tanpa perlawanan yang berarti.

Kesimpulan

Desakan Koalisi Masyarakat Sipil kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk menerbitkan Perppu penundaan KUHAP baru adalah sebuah momen krusial bagi masa depan demokrasi dan kebebasan sipil di Indonesia. KUHAP baru dengan pasal-pasal kontroversialnya berpotensi menjadi ancaman serius terhadap hak berpendapat, berekspresi, dan berserikat, yang merupakan fondasi masyarakat demokratis. Keputusan yang akan diambil Prabowo dalam menanggapi desakan ini akan menjadi ujian pertama dan paling signifikan bagi komitmen pemerintahannya terhadap supremasi hukum yang berpihak pada keadilan dan hak asasi manusia. Ini adalah sebuah pilihan yang akan membentuk legasinya dan menentukan arah perjalanan demokrasi bangsa ini. Mari kita kawal bersama proses ini, karena masa depan kebebasan kita ada di tangan kita.

Comments

Integrate your provider (e.g., Disqus, Giscus) here.

Related articles

Tetap Terhubung dengan Kami!

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru, tips ahli, serta wawasan menarik langsung di kotak masuk email Anda.

Dengan berlangganan, Anda setuju dengan syarat dan ketentuan kami.