Momen Bersejarah: Keraton Surakarta Undang Sultan Yogyakarta, Akhir "Perang Dingin" Dua Mataram?

Momen Bersejarah: Keraton Surakarta Undang Sultan Yogyakarta, Akhir "Perang Dingin" Dua Mataram?

Keraton Surakarta mengundang Sultan Hamengkubuwono X dari Yogyakarta untuk hadir di Jumenengan Pakubuwono XIV, sebuah langkah bersejarah yang berpotensi mengakhiri "perang dingin" budaya antara kedua keraton setelah pemisahan pada 1755 dan membuka babak baru rekonsiliasi kebudayaan Jawa.

Ari Pratama Ari Pratama
Oct 25, 2025 9 min Read
Indonesia, tanah yang kaya akan sejarah dan budaya, menyimpan narasi-narasi adiluhung yang tak lekang oleh zaman. Di antara permadani kisah itu, hubungan antara dua keraton agung di Jawa, Keraton Surakarta Hadiningrat dan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, selalu menjadi pusat perhatian. Terpisah secara politis oleh Perjanjian Giyanti pada tahun 1755, kedua entitas budaya ini kerap diasumsikan memiliki "jarak" yang dingin, meskipun akar budaya mereka sama. Namun, di tengah persiapan Jumenengan atau penobatan Pakubuwono XIV sebagai Susuhunan baru Keraton Surakarta, sebuah undangan bersejarah telah dilayangkan, bukan sembarang undangan, melainkan ajakan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono X dari Yogyakarta. Momen ini bukan hanya sekadar seremoni adat, melainkan sebuah isyarat kuat yang berpotensi melukis ulang peta hubungan kedua keraton, membuka babak baru rekonsiliasi budaya, dan mengukuhkan kembali persatuan Jawa yang telah lama dinantikan.

Sebuah Undangan Bersejarah yang Melintasi Abad


Jantung Keraton Surakarta kini berdegup kencang menyambut momentum penting: Jumenengan Pakubuwono XIV. Upacara sakral ini, yang menandai pengukuhan seorang raja dengan gelar Susuhunan, bukan hanya seremoni penobatan biasa. Ia adalah manifestasi spiritual dan budaya, sebuah penanda berlanjutnya trah kepemimpinan yang telah bertahan berabad-abad. Namun, yang membuat Jumenengan kali ini begitu istimewa adalah daftar tamu kehormatannya. Dalam sebuah langkah yang mengejutkan banyak pihak, Keraton Surakarta melalui Putra Mahkota, KGPH Purbaya, secara resmi telah mengundang Sri Sultan Hamengkubuwono X dari Keraton Yogyakarta untuk hadir.

Undangan ini bukan hanya formalitas protokoler. Ia adalah jembatan yang mencoba menyatukan kembali dua keraton yang, meski berbagi leluhur dan tradisi Mataram Kuno, telah memilih jalan yang berbeda selama lebih dari dua setengah abad. Kehadiran Sultan Yogyakarta di Jumenengan Surakarta akan menjadi simbol rekonsiliasi dan persatuan yang sangat dinantikan, bukan hanya oleh keluarga keraton tetapi juga oleh seluruh pecinta budaya Jawa. Ini adalah kesempatan langka untuk merajut kembali benang-benang persaudaraan yang mungkin sempat kendur di antara dua pilar utama kebudayaan Jawa.

Mengurai Benang Sejarah Dua Keraton Agung Jawa


Untuk memahami bobot undangan ini, kita perlu menengok ke belakang, pada tahun 1755. Kala itu, sebuah peristiwa monumental bernama Perjanjian Giyanti membelah Kerajaan Mataram Islam menjadi dua: Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Pembelahan ini, yang dilakukan di bawah intervensi Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), bukan hanya memecah wilayah kekuasaan, melainkan juga menciptakan dua pusat kebudayaan Jawa yang berkembang dengan identitas dan corak yang sedikit berbeda, meskipun tetap berakar pada tradisi yang sama.

Sejak saat itu, hubungan antara kedua keraton seringkali digambarkan sebagai "perang dingin" budaya dan politik. Meski ada interaksi dalam berbagai forum, kunjungan resmi antar pemimpin tertinggi kedua keraton dalam acara-acara sakral seperti Jumenengan sangat jarang terjadi, bahkan hampir tidak pernah. Jarak ini, baik secara geografis maupun historis, telah membentuk persepsi publik tentang adanya rivalitas atau setidaknya independensi yang kuat di antara keduanya. Oleh karena itu, undangan dari Surakarta kepada Yogyakarta bukan hanya melanggar kebiasaan, tetapi juga menjadi penanda keinginan kuat untuk menyudahi jarak historis tersebut, demi masa depan kebudayaan Jawa yang lebih kokoh.

Jumenengan Pakubuwono XIV: Makna dan Harapan


Jumenengan Pakubuwono XIV adalah momen yang sarat makna. Bagi Keraton Surakarta, ini adalah penegasan legitimasi dan kelangsungan dinasti. Prosesi penobatan ini biasanya melibatkan ritual-ritual kuno, doa-doa, dan persembahan yang semuanya bertujuan untuk memohon restu leluhur dan Tuhan agar kepemimpinan Susuhunan baru membawa kemakmuran dan keadilan bagi seluruh kawulanya. Dalam konteks ini, kehadiran Sultan Hamengkubuwono X akan menambah dimensi spiritual dan budaya yang sangat mendalam. Ia akan menjadi simbol persatuan darah Mataram, sebuah pernyataan bahwa meskipun ada dua keraton, mereka tetap satu dalam semangat ke-Jawa-an.

KGPH Purbaya, selaku Putra Mahkota Keraton Surakarta, menegaskan bahwa undangan ini adalah wujud dari upaya Keraton Surakarta untuk merangkul kembali seluruh elemen kebudayaan Jawa, termasuk Keraton Yogyakarta. Harapannya, melalui kunjungan ini, jalinan silaturahmi yang sempat renggang dapat diperkuat, membuka peluang kolaborasi dalam pelestarian dan pengembangan budaya Jawa di masa depan. Ini adalah kesempatan emas untuk menunjukkan bahwa tradisi bukan hanya tentang masa lalu, tetapi juga tentang membangun jembatan menuju masa depan yang lebih harmonis, di mana nilai-nilai luhur Jawa dapat terus lestari dan relevan.

Dampak Potensial dan Reaksi Positif


Jika Sri Sultan Hamengkubuwono X menerima dan hadir di Jumenengan Pakubuwono XIV, dampak gelombang positifnya akan terasa luas. Pertama, ini akan menjadi preseden penting bagi hubungan antar keraton di Indonesia, menunjukkan bahwa perbedaan sejarah dan politik dapat dikesampingkan demi persatuan budaya. Kedua, bagi masyarakat Jawa, momen ini akan menjadi sumber kebanggaan dan harapan, sebuah simbol bahwa akar budaya mereka yang kaya akan tetap kokoh dan bersatu. Ini juga bisa menjadi pemicu kebangkitan minat terhadap sejarah dan kebudayaan Jawa, menarik perhatian generasi muda untuk lebih mendalami warisan leluhur mereka.

Dari segi pariwisata, persatuan kedua keraton dapat mempromosikan destinasi budaya Surakarta dan Yogyakarta secara sinergis, menawarkan paket wisata yang lebih kaya akan nilai sejarah dan adat. Reaksi awal dari internal Keraton Surakarta sendiri menunjukkan antusiasme yang tinggi. Mereka melihatnya sebagai kesempatan langka untuk mempererat tali persaudaraan dan menghilangkan sekat-sekat yang selama ini memisahkan. Lebih dari sekadar seremoni, ini adalah pernyataan budaya yang kuat, sebuah deklarasi bahwa nilai-nilai kebersamaan dan kekeluargaan Mataram masih hidup dan relevan di era modern ini.

Menatap Masa Depan Kebudayaan Jawa


Undangan ini juga menggarisbawahi tantangan dan peluang bagi kebudayaan Jawa di masa depan. Di tengah arus globalisasi dan modernisasi, peran keraton sebagai penjaga tradisi menjadi semakin krusial. Rekonsiliasi antara Surakarta dan Yogyakarta dapat memperkuat posisi mereka dalam melestarikan seni, adat, dan filosofi Jawa. Dengan bersatunya visi dan misi, kedua keraton bisa menjadi motor penggerak yang lebih kuat dalam memperkenalkan kekayaan budaya Jawa ke kancah nasional maupun internasional. Ini adalah langkah maju yang signifikan, bukan hanya untuk internal keraton, tetapi juga untuk seluruh bangsa Indonesia yang kaya akan mozaik budaya.

Undangan Keraton Surakarta kepada Sultan Yogyakarta untuk Jumenengan Pakubuwono XIV adalah lebih dari sekadar berita. Ini adalah sebuah babak baru dalam sejarah kebudayaan Jawa, sebuah momen yang berpotensi mengakhiri "perang dingin" dan memulai era rekonsiliasi yang gemilang. Ini mengingatkan kita bahwa meskipun dunia terus bergerak maju, akar-akar sejarah dan budaya adalah penambat yang tak boleh dilupakan. Kehadiran Sultan Hamengkubuwono X, jika terwujud, akan menjadi penanda bahwa semangat persatuan dan kebersamaan di atas segala perbedaan masih dapat dicapai. Mari kita nantikan bersama bagaimana sejarah ini akan terukir, berharap momen ini akan menjadi inspirasi bagi persatuan di berbagai lini kehidupan. Apakah Anda setuju bahwa ini adalah momen penting bagi budaya Jawa? Bagikan pendapat Anda di kolom komentar dan mari bersama-sama merayakan potensi persatuan budaya ini!

Comments

Integrate your provider (e.g., Disqus, Giscus) here.

Related articles

Tetap Terhubung dengan Kami!

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru, tips ahli, serta wawasan menarik langsung di kotak masuk email Anda.

Dengan berlangganan, Anda setuju dengan syarat dan ketentuan kami.