Jangan Lupa Sejarah: Peringatan DPR soal Soeharto dan Ancaman Terhadap Demokrasi

Jangan Lupa Sejarah: Peringatan DPR soal Soeharto dan Ancaman Terhadap Demokrasi

Anggota DPR Sufmi Dasco Ahmad mengingatkan publik tentang "sejarah kelam kepemimpinan Soeharto" dan bahaya otoritarianisme.

Ari Pratama Ari Pratama
Oct 25, 2025 9 min Read

Jangan Lupa Sejarah: Peringatan DPR soal Soeharto dan Ancaman Terhadap Demokrasi



Di tengah hiruk pikuk dinamika politik Indonesia yang tak pernah sepi, sebuah peringatan keras kembali menggema dari Gedung Parlemen. Sufmi Dasco Ahmad, seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), secara lugas mengingatkan publik akan "sejarah kelam kepemimpinan Soeharto". Pernyataan ini bukan sekadar kilas balik nostalgis, melainkan sebuah seruan penting yang mengajak kita merenung: apakah bangsa ini sudah benar-benar belajar dari masa lalu? Atau jangan-jangan, benih-benih ancaman terhadap demokrasi yang pernah tumbuh subur di era Orde Baru, kini kembali mencoba menyelinap masuk?

Artikel ini akan menyelami mengapa peringatan tentang Soeharto masih sangat relevan hingga saat ini, menganalisis pelajaran krusial dari era Orde Baru, dan menyoroti peran kita semua dalam menjaga agar "sejarah kelam" tersebut tidak terulang.

Mengapa Bayangan Orde Baru Masih Menghantui?



Soeharto memimpin Indonesia selama 32 tahun, sebuah periode yang dikenal sebagai Orde Baru. Tiga dekade lebih ini diwarnai oleh pembangunan ekonomi yang pesat di satu sisi, namun juga diiringi oleh praktik-praktik yang secara fundamental mengikis nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia di sisi lain. "Sejarah kelam" yang dimaksud Dasco dan banyak pengamat adalah akumulasi dari:

* Pemusatan Kekuasaan dan Otoritarianisme: Kekuasaan yang terpusat di tangan presiden, dengan kontrol ketat atas lembaga legislatif, yudikatif, militer, dan media.
* Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN): Praktik KKN yang merajalela dan sistematis, merugikan keuangan negara dan memperkaya segelintir elite.
* Pembatasan Kebebasan Sipil: Pembungkaman pers, pembatasan ruang gerak organisasi masyarakat sipil, serta penangkapan dan penghilangan aktivis tanpa proses hukum yang adil.
* Pelanggaran HAM Berat: Berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia, mulai dari peristiwa 'Petrus' (Penembakan Misterius), pembantaian massal di Timor Timur, hingga Tragedi Mei 1998.

Mengingat kembali sejarah ini bukan untuk membuka luka lama tanpa tujuan, melainkan untuk memahami akar masalah dan mekanisme bagaimana sebuah kekuasaan yang otoriter dapat terbentuk dan bertahan. Ancaman terhadap demokrasi tidak selalu datang dalam bentuk kudeta militer yang gamblang, melainkan seringkali menyelinap secara perlahan melalui erosi institusi, pembatasan kebebasan, dan penumpukan kekuasaan.

Suara Parlemen: Refleksi dan Proyeksi



Peringatan dari seorang anggota DPR seperti Sufmi Dasco Ahmad memiliki bobot tersendiri. Sebagai bagian dari lembaga legislatif yang merupakan pilar demokrasi, suaranya bisa diinterpretasikan sebagai refleksi atas kondisi politik saat ini dan proyeksi terhadap potensi bahaya di masa depan. Meskipun konteks spesifik di balik pernyataan Dasco mungkin beragam—bisa terkait dengan diskusi tentang revisi undang-undang, suhu politik menjelang pemilu, atau fenomena kekuasaan yang mulai menunjukkan tanda-tanda tidak terkontrol—pesannya tetap universal: jangan biarkan sejarah terulang.

Parlemen, sebagai representasi suara rakyat, memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga keseimbangan kekuasaan, melakukan pengawasan terhadap eksekutif, dan memastikan bahwa setiap kebijakan yang dibuat tidak mengarah pada penyempitan ruang demokrasi. Ketika seorang legislator mengingatkan tentang bahaya otoritarianisme masa lalu, itu adalah sinyal bahwa ada kekhawatiran yang perlu dicermati bersama.

Anatomi Kekuasaan Otoriter: Belajar dari Soeharto



Bagaimana Soeharto mampu mempertahankan cengkeraman kekuasaannya selama lebih dari tiga dekade? Ada beberapa elemen kunci yang menjadi penopang rezim Orde Baru:

1. Kontrol Institusi Negara


Kekuasaan eksekutif secara efektif mengendalikan lembaga yudikatif dan legislatif, menjadikan checks and balances nyaris tidak berfungsi. Partai Golkar, sebagai kendaraan politik utama Orde Baru, mendominasi setiap arena politik.

2. Militerisme dan Stabilitas


Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) memiliki peran dwi-fungsi (dwifungsi) yang tidak hanya sebagai kekuatan pertahanan, tetapi juga kekuatan sosial-politik. Ini memberikan Soeharto instrumen kuat untuk menjaga stabilitas dan menekan potensi ancaman.

3. Hegemoni Media dan Informasi


Media massa saat itu berada di bawah kontrol ketat pemerintah. Kritik terhadap pemerintah sangat dibatasi, bahkan sering berujung pada pembredelan. Informasi yang sampai ke masyarakat disaring dan diatur untuk mendukung narasi rezim.

4. Politik Pembangunan dan Ketakutan


Narasi "pembangunan" dan "stabilitas" menjadi mantra utama, seringkali dipertukarkan dengan pembatasan kebebasan. Siapa pun yang menentang dianggap mengganggu pembangunan dan stabilitas, bahkan bisa dicap sebagai anti-Pancasila atau komunis. Ketakutan menjadi alat efektif untuk membungkam kritik.

Memahami anatomi ini penting agar kita dapat mengenali tanda-tanda awal jika mekanisme serupa mulai muncul kembali, meskipun dalam bentuk dan rupa yang berbeda.

Pelajaran Krusial untuk Generasi Sekarang dan Mendatang



Peringatan tentang "sejarah kelam" Soeharto bukanlah sekadar dongeng pengantar tidur, melainkan pelajaran hidup yang tak ternilai bagi kelangsungan demokrasi Indonesia. Apa saja pelajaran krusial yang harus kita petik?

1. Pentingnya Checks and Balances yang Kuat


Demokrasi sejati membutuhkan lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang independen dan saling mengawasi. Kita harus terus memperjuangkan penguatan peran lembaga-lembaga ini, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan institusi penegak hukum lainnya, agar tidak mudah diintervensi oleh kekuasaan.

2. Menjaga Kebebasan Pers dan Berekspresi


Media yang bebas dan bertanggung jawab adalah penjaga demokrasi. Masyarakat harus didorong untuk berpikir kritis, melawan disinformasi, dan menuntut transparansi dari pemerintah. Pembatasan kebebasan berekspresi, dalam bentuk apapun, adalah langkah mundur bagi demokrasi.

3. Partisipasi Publik yang Aktif


Demokrasi bukan hanya tentang memilih pemimpin, tetapi juga tentang partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi jalannya pemerintahan dan menyuarakan aspirasi. Organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan individu harus terus diberi ruang untuk berkontribusi.

4. Memperkuat Pendidikan Sejarah dan Kewarganegaraan


Generasi muda harus memahami sejarah bangsa secara komprehensif, termasuk sisi terang dan kelamnya. Pendidikan ini akan menumbuhkan kesadaran kritis terhadap nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia.

5. Membangun Integritas Kepemimpinan


Pemimpin yang berintegritas, akuntabel, dan mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi atau golongan adalah kunci. Sistem politik harus mendorong munculnya pemimpin-pemimpin seperti ini dan menyediakan mekanisme yang efektif untuk mengontrol kekuasaan mereka.

Mencegah Terulangnya Sejarah: Tanggung Jawab Bersama



Peringatan dari DPR RI mengenai "sejarah kelam" kepemimpinan Soeharto adalah panggilan untuk refleksi kolektif. Ini adalah kesempatan bagi kita semua untuk melihat ke dalam diri, mengevaluasi kondisi demokrasi saat ini, dan memastikan bahwa kita tidak pernah lagi mengizinkan kekuasaan melampaui batasnya.

Membangun demokrasi yang tangguh dan sehat adalah tugas yang tidak pernah selesai. Ia membutuhkan kewaspadaan terus-menerus, komitmen terhadap nilai-nilai keadilan dan kebebasan, serta partisipasi aktif dari setiap warga negara. Apakah kita akan membiarkan bayangan masa lalu kembali merayap, ataukah kita akan berdiri tegak, belajar dari sejarah, dan menjaga api reformasi tetap menyala? Jawaban ada di tangan kita semua.

Bagaimana menurut Anda? Apakah peringatan ini sudah cukup kuat, ataukah ada hal lain yang perlu diingatkan agar sejarah kelam tidak terulang? Bagikan pemikiran Anda di kolom komentar!

Comments

Integrate your provider (e.g., Disqus, Giscus) here.

Related articles

Tetap Terhubung dengan Kami!

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru, tips ahli, serta wawasan menarik langsung di kotak masuk email Anda.

Dengan berlangganan, Anda setuju dengan syarat dan ketentuan kami.