Gempar di Bandung! Gapura Gedung Sate Kini Mirip Candi: Inovasi Dedi Mulyadi atau Pelanggaran Cagar Budaya?

Gempar di Bandung! Gapura Gedung Sate Kini Mirip Candi: Inovasi Dedi Mulyadi atau Pelanggaran Cagar Budaya?

Dedi Mulyadi mengubah desain gapura Gedung Sate di Bandung menjadi mirip candi Jawa, memicu kontroversi.

Ari Pratama Ari Pratama
Oct 25, 2025 9 min Read
Dalam lanskap perkotaan yang terus berdenyut, ada beberapa bangunan yang tak hanya berfungsi sebagai struktur fisik, tetapi juga sebagai simbol, penanda sejarah, dan identitas sebuah daerah. Gedung Sate di Bandung adalah salah satunya. Ikon Jawa Barat ini bukan sekadar kantor pemerintahan, melainkan monumen yang telah menyaksikan perjalanan panjang waktu, mengukir kisah, dan kini, kembali menjadi pusat perbincangan hangat. Pasalnya, gapura utama Gedung Sate, yang selama ini dikenal dengan arsitektur khasnya, kini tampil dengan wajah baru yang mengejutkan: menyerupai candi Jawa kuno.

Perubahan drastis ini sontak memicu gelombang diskusi dan kontroversi di berbagai kalangan, mulai dari pegiat sejarah, arsitek, hingga masyarakat umum. Di balik transformasi yang menghebohkan ini adalah sosok Dedi Mulyadi, anggota DPR RI yang dikenal dengan berbagai inisiatif uniknya. Ia mengklaim bahwa pembangunan gapura ala candi ini bukan pelanggaran, melainkan upaya memperkaya nilai estetika dan filosofi, dengan tegas menyatakan bahwa gapura tersebut bukanlah bagian dari cagar budaya. Namun, benarkah demikian? Dan apa implikasi dari perubahan ini bagi identitas Gedung Sate dan Kota Bandung secara keseluruhan?

Mengapa Gapura Gedung Sate Berubah? Latar Belakang Inisiatif Dedi Mulyadi

Dedi Mulyadi, yang memiliki rekam jejak panjang dalam memperkaya ruang publik dengan sentuhan budaya lokal, menginisiasi perubahan desain gapura Gedung Sate dengan visi yang jelas. Menurutnya, desain gapura sebelumnya yang cenderung polos dan generik kurang merepresentasikan kekayaan budaya Jawa Barat. Inspirasi desain "candi" ini, ia sebutkan, adalah untuk mengangkat nilai-nilai filosofis dan estetika arsitektur tradisional Jawa yang kaya makna. Dedi berargumen bahwa struktur gapura yang diubahnya bukanlah bagian integral dari bangunan utama Gedung Sate yang ditetapkan sebagai cagar budaya. Ia memposisikannya sebagai elemen tambahan atau "gerbang kota" yang semestinya mampu menyambut pengunjung dengan nuansa kebudayaan yang lebih kental.

Pembangunan ulang gapura ini, lanjut Dedi, bertujuan untuk menciptakan sebuah *landmark* baru yang lebih ikonik dan bermakna, sekaligus sebagai simbol dari "Gerbang Jawa Barat". Pemilihan gaya candi bukan tanpa alasan; ia ingin menonjolkan akulturasi budaya yang telah lama ada di bumi Pasundan, di mana pengaruh Hindu-Buddha dari Jawa Tengah dan Timur telah mewarnai sejarah dan seni rupa Sunda. Ini adalah upayanya untuk "menjawa-kan" atau "meng-indonesiakan" desain, agar lebih terasa lokal dan otentik di tengah gempuran arsitektur modern.

Identitas atau Identifikasi: Debat Seputar Status Cagar Budaya

Kontroversi utama terletak pada status cagar budaya Gedung Sate. Gedung Sate sendiri telah ditetapkan sebagai cagar budaya nasional, sebuah status yang memberikan perlindungan hukum terhadap segala bentuk perubahan atau perusakan. Namun, apakah "gapura"-nya termasuk dalam lingkup cagar budaya tersebut?

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Gedung Sate beserta lingkungannya, termasuk taman dan gerbang, seringkali dianggap sebagai satu kesatuan.

Para ahli sejarah dan konservator bangunan cagar budaya berpendapat bahwa meskipun gapura itu sendiri mungkin bukan struktur asli yang berusia seabad, ia tetap merupakan bagian tak terpisahkan dari lanskap dan identitas visual kawasan cagar budaya Gedung Sate. Perubahan radikal pada elemen pendukung seperti gapura dapat dianggap mengurangi keaslian dan integritas estetika dari situs cagar budaya secara keseluruhan. Mereka khawatir bahwa preseden ini dapat membuka pintu bagi perubahan serupa pada elemen lain di sekitar bangunan bersejarah, tanpa melalui kajian mendalam dan persetujuan dari badan-badan terkait.

Perspektif Publik: Dari Pujian Hingga Kritik Pedas

Reaksi publik terhadap perubahan gapura ini sangat beragam. Di media sosial, perdebatan sengit tak terhindarkan. Sebagian mendukung inisiatif Dedi Mulyadi, memuji keberaniannya dalam membawa nuansa baru yang kental budaya lokal, serta inovasi yang mereka anggap menyegarkan. Mereka melihatnya sebagai upaya mempercantik kota dan memperkuat identitas keindonesiaan.

Namun, tidak sedikit pula yang melayangkan kritik pedas. Para kritikus menyoroti kurangnya transparansi dan konsultasi publik dalam proses perubahan ini. Mereka mempertanyakan relevansi desain candi dengan arsitektur Gedung Sate yang bergaya Indische Empire, sebuah perpaduan Eropa dan elemen tradisional Indonesia yang unik pada masanya. Kekhawatiran terbesar adalah hilangnya keaslian dan nilai sejarah, serta potensi "penghilangan jejak" warisan kolonial yang juga merupakan bagian tak terpisahkan dari narasi sejarah bangsa. Beberapa pihak bahkan menyebutnya sebagai "vandalisme kultural" jika tidak dilakukan melalui prosedur yang benar dan kajian mendalam.

Menilik Estetika dan Fungsi: Antara Tradisi dan Modernitas

Secara estetika, desain gapura candi ini memang mencolok dan menarik perhatian. Namun, apakah ia harmonis dengan arsitektur Gedung Sate yang elegan dan megah? Beberapa berpendapat bahwa gaya candi yang kental dengan ukiran dan ornamen rumit mungkin kurang selaras dengan gaya Gedung Sate yang lebih minimalis namun berkarakter kuat. Ini memunculkan pertanyaan tentang bagaimana kita menyeimbangkan keinginan untuk berinovasi dan mempercantik ruang publik dengan kebutuhan untuk menghormati dan melestarikan warisan arsitektur yang sudah ada.

Lebih dari sekadar estetika, perubahan ini juga menyentuh fungsi. Gapura adalah gerbang, sebuah penanda batas. Transformasinya menjadi struktur "candi" yang megah bisa jadi mengubah persepsi tentang fungsi Gedung Sate itu sendiri. Apakah ia ingin lebih menonjolkan aspek wisata dan kebudayaan, ataukah tetap sebagai pusat pemerintahan yang berwibawa? Pertanyaan-pertanyaan ini penting untuk dipertimbangkan dalam setiap intervensi pada ruang publik yang memiliki nilai historis dan simbolis tinggi.

Pelajaran dari Gapura Gedung Sate: Konservasi Budaya dan Pembangunan Berkelanjutan

Kontroversi gapura Gedung Sate ini menjadi cerminan pentingnya dialog antara pelestarian warisan budaya dan visi pembangunan modern. Ini mengingatkan kita akan krusialnya kajian multidisipliner, partisipasi publik, dan kepatuhan terhadap regulasi cagar budaya dalam setiap proyek yang melibatkan situs-situs bersejarah. Inovasi memang perlu, namun bukan berarti harus mengorbankan nilai-nilai historis dan keaslian yang telah melekat kuat.

Kasus ini juga menyoroti peran penting identitas lokal dalam pembangunan. Bagaimana kita menginterpretasikan dan merepresentasikan identitas tersebut tanpa terjebak dalam anachronism atau pengabaian sejarah? Ini adalah tantangan yang harus dijawab oleh para pembuat kebijakan, arsitek, dan masyarakat secara kolektif.

Perubahan pada Gapura Gedung Sate ini lebih dari sekadar desain ulang sebuah gerbang; ia adalah sebuah pernyataan, sebuah eksperimen, dan sebuah pemicu diskusi tentang bagaimana kita melihat, menghargai, dan membentuk warisan budaya kita di masa kini dan masa depan. Mari kita jadikan polemik ini sebagai momentum untuk merefleksikan kembali komitmen kita terhadap pelestarian warisan bangsa.

Bagaimana menurut Anda? Apakah Gapura Gedung Sate dengan wajah barunya ini adalah inovasi yang patut diapresiasi atau sebuah langkah yang keliru? Bagikan pandangan Anda di kolom komentar!

Comments

Integrate your provider (e.g., Disqus, Giscus) here.

Related articles

Tetap Terhubung dengan Kami!

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru, tips ahli, serta wawasan menarik langsung di kotak masuk email Anda.

Dengan berlangganan, Anda setuju dengan syarat dan ketentuan kami.