Geger Toba! Mengapa Warga Mendesak Bobby Nasution Bersikap Soal PT TPL dan Masa Depan Danau Toba?

Geger Toba! Mengapa Warga Mendesak Bobby Nasution Bersikap Soal PT TPL dan Masa Depan Danau Toba?

Puluhan warga dari enam desa di Kabupaten Toba berunjuk rasa di Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, mendesak Bobby Nasution, Wali Kota Medan dan menantu Presiden Jokowi, untuk bersikap tegas terkait sengketa lahan dengan PT TPL (Toba Pulp Lestari).

Ari Pratama Ari Pratama
Oct 25, 2025 9 min Read

Geger Toba! Mengapa Warga Mendesak Bobby Nasution Bersikap Soal PT TPL dan Masa Depan Danau Toba?



Danau Toba, permata Sumatera Utara yang memukau, sekali lagi menjadi sorotan bukan hanya karena keindahannya, melainkan karena gejolak yang mengancam kelestariannya. Puluhan warga dari enam desa di Kabupaten Toba baru-baru ini bergerak, bukan untuk menikmati panorama, melainkan untuk menyuarakan protes keras. Mereka mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, membawa spanduk dan tuntutan yang jelas: mendesak Bobby Nasution, menantu Presiden Joko Widodo yang kini menjabat Wali Kota Medan, untuk mengambil sikap tegas terkait konflik lahan dengan PT TPL (Toba Pulp Lestari). Mengapa Bobby Nasution? Dan apa sebenarnya akar masalah yang membuat warga Toba terusik hingga harus berunjuk rasa?

Akar Masalah: Sengketa Tanah dan Lingkungan yang Tak Kunjung Usai



Konflik antara masyarakat adat Toba dengan PT TPL bukanlah cerita baru. Ini adalah babak panjang dari perjuangan merebut kembali hak atas tanah ulayat dan menjaga kelestarian lingkungan yang kian terancam. PT TPL, sebuah perusahaan bubur kertas dan rayon, telah beroperasi di wilayah tersebut selama puluhan tahun. Selama periode itu, operasional perusahaan kerap kali dituding menjadi penyebab deforestasi masif, pencemaran air, dan hilangnya sumber mata pencaharian warga lokal.

Masyarakat Toba, yang mayoritas adalah petani dan nelayan, merasa terpinggirkan dan kehilangan akses terhadap tanah leluhur mereka. Ribuan hektar lahan, yang dulunya merupakan hutan kemenyan, lahan pertanian, atau area resapan air, kini diduga kuat telah beralih fungsi menjadi perkebunan monokultur eucalyptus milik PT TPL. Padahal, hutan-hutan tersebut bukan hanya sumber kehidupan ekonomi, tetapi juga bagian integral dari identitas budaya dan spiritual masyarakat adat Batak.

Dampak lingkungan yang ditimbulkan pun tak kalah mengkhawatirkan. Laporan-laporan menunjukkan adanya pencemaran di sungai-sungai sekitar area operasi perusahaan, yang kemudian bermuara ke Danau Toba. Alih-fungsi lahan dan penebangan hutan skala besar juga berkontribusi pada erosi, longsor, dan perubahan iklim mikro di sekitar kawasan, mengancam ekosistem Danau Toba yang merupakan warisan dunia dan destinasi pariwisata super prioritas. Warga menuntut agar PT TPL bertanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkan dan mengembalikan hak atas tanah adat mereka.

Mengapa Bobby Nasution? Harapan di Tengah Kekosongan Aksi



Pertanyaan besar yang muncul dari aksi unjuk rasa ini adalah, mengapa warga secara khusus mendesak Bobby Nasution, yang notabene adalah Wali Kota Medan dan bukan pejabat di Toba atau Kejaksaan Tinggi? Jawabannya terletak pada harapan dan persepsi publik terhadap pengaruhnya. Sebagai menantu Presiden, Bobby Nasution memiliki posisi yang strategis dan aksesibilitas terhadap lingkaran kekuasaan tertinggi di negara ini.

Masyarakat Toba, setelah puluhan tahun berjuang dan merasa diabaikan oleh pemerintah daerah maupun pusat, melihat Bobby sebagai "jalan terakhir" untuk mendapatkan perhatian dan keadilan. Mereka berharap bahwa dengan pengaruhnya, Bobby dapat menggunakan suaranya untuk menekan pihak-pihak terkait agar meninjau ulang izin operasional PT TPL, menegakkan hukum lingkungan, dan mengembalikan hak-hak masyarakat adat. Kedatangan mereka ke Kantor Kejaksaan Tinggi Sumut untuk bertemu Bobby, meskipun ia bukan bagian dari Kejati, menunjukkan upaya untuk menarik perhatian institusi hukum dan figur publik yang dianggap memiliki daya ungkit. Ini adalah bentuk upaya kolektif yang putus asa namun penuh harapan, agar masalah ini tidak lagi terabaikan.

Sejarah Panjang Konflik dan Perjuangan Konsisten



Konflik lahan antara masyarakat Toba dan PT TPL bukan kejadian kemarin sore. Ini adalah drama panjang yang telah berlangsung selama puluhan tahun, diwarnai dengan berbagai janji, mediasi yang gagal, dan aksi protes yang berulang. Berbagai elemen masyarakat, mulai dari aktivis lingkungan, organisasi masyarakat adat, hingga pemuda setempat, telah konsisten menyuarakan penolakan terhadap PT TPL.

Pada masa lalu, bahkan ada janji-janji dari pemerintah untuk menyelesaikan sengketa ini, termasuk upaya identifikasi dan pemetaan ulang wilayah adat. Namun, realisasinya seringkali mandek di tengah jalan, meninggalkan rasa frustrasi dan ketidakpercayaan di hati masyarakat. Surat Keputusan (SK) Nomor 20/2023 yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tentang Hutan Adat Pandumaan-Sipituhuta, misalnya, menunjukkan adanya pengakuan terhadap hak masyarakat adat di satu sisi, tetapi masalah-masalah serupa masih membayangi wilayah lain.

Perjuangan masyarakat Toba adalah cerminan dari tantangan yang lebih besar di Indonesia terkait pengakuan hak ulayat, perlindungan lingkungan, dan keseimbangan antara investasi ekonomi dengan keberlanjutan sosial dan ekologi. Ironisnya, saat Danau Toba dipromosikan sebagai destinasi pariwisata kelas dunia, konflik agraria dan kerusakan lingkungan justru terus membayangi.

Masa Depan Toba: Antara Pembangunan dan Konservasi yang Adil



Aksi protes warga Toba ini adalah alarm keras bagi kita semua. Ini bukan hanya tentang sengketa lahan, tetapi juga tentang keadilan sosial, hak asasi manusia, dan masa depan lingkungan hidup. Bagi Danau Toba, konflik ini berpotensi merusak citra dan daya tariknya sebagai destinasi pariwisata yang berkelanjutan. Wisatawan datang untuk menikmati alam yang asri dan budaya yang lestari, bukan untuk menyaksikan konflik dan kerusakan.

Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, memiliki tanggung jawab besar untuk menyelesaikan konflik ini secara adil dan berkelanjutan. Diperlukan evaluasi komprehensif terhadap izin operasional PT TPL, penegakan hukum lingkungan yang tegas, dan yang paling penting, pengakuan serta perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat. Dialogue yang transparan dan melibatkan semua pihak, termasuk masyarakat, perusahaan, dan ahli lingkungan, adalah kunci untuk menemukan solusi jangka panjang.

Masa depan Danau Toba sebagai salah satu keajaiban alam Indonesia bergantung pada kemampuan kita untuk menyeimbangkan pembangunan ekonomi dengan konservasi lingkungan dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat lokal. Dukungan dari figur publik seperti Bobby Nasution, jika memang dapat diwujudkan, tentu akan sangat berarti dalam mendorong penyelesaian yang adil. Mari kita bersama-sama mengawal isu ini, memastikan bahwa suara warga Toba tidak lagi menjadi gema di padang gurun, melainkan menjadi pemicu perubahan nyata demi kelestarian Toba dan keadilan bagi penghuninya.

Bagaimana menurut Anda, langkah konkret apa yang seharusnya diambil untuk menyelesaikan sengketa ini? Bagikan pendapat Anda di kolom komentar!

Comments

Integrate your provider (e.g., Disqus, Giscus) here.

Related articles

Tetap Terhubung dengan Kami!

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru, tips ahli, serta wawasan menarik langsung di kotak masuk email Anda.

Dengan berlangganan, Anda setuju dengan syarat dan ketentuan kami.