Geger Sejarah: Jika Soeharto Pahlawan, Usman Hamid, Cak Nur, dan Gus Dur Adalah 'Penjahat'?

Geger Sejarah: Jika Soeharto Pahlawan, Usman Hamid, Cak Nur, dan Gus Dur Adalah 'Penjahat'?

Artikel ini menyoroti perdebatan kontroversial seputar narasi sejarah Indonesia yang menyiratkan bahwa jika Soeharto dianggap pahlawan, maka tokoh pro-demokrasi seperti Usman Hamid, Nurcholish Madjid (Cak Nur), dan Gus Dur akan dikategorikan sebagai 'penjahat'.

Ari Pratama Ari Pratama
Oct 25, 2025 9 min Read

Geger Sejarah: Jika Soeharto Pahlawan, Usman Hamid, Cak Nur, dan Gus Dur Adalah 'Penjahat'?


Sejarah bukan sekadar catatan masa lalu, melainkan medan pertempuran narasi, identitas, dan legitimasi. Di Indonesia, perdebatan tentang siapa yang pantas disebut pahlawan dan siapa yang layak dikritik terus memanas, terutama ketika menyangkut era Orde Baru dan tokoh-tokoh yang mewarnainya. Sebuah pernyataan provokatif baru-baru ini kembali mencuat, memicu diskusi sengit: jika Soeharto dianggap sebagai pahlawan, maka tokoh-tokoh pro-demokrasi seperti Usman Hamid, Nurcholish Madjid (Cak Nur), dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) akan otomatis ditempatkan sebagai 'penjahat'. Pernyataan ini, yang diangkat oleh Tempo.co, bukan sekadar retorika, melainkan cerminan kekhawatiran mendalam terhadap upaya revisi sejarah yang berpotensi membahayakan pemahaman kolektif kita tentang keadilan, hak asasi manusia, dan demokrasi.


Mengapa narasi ini begitu krusial? Karena ia menelanjangi bahaya penyederhanaan sejarah dan glorifikasi sepihak yang mengabaikan kompleksitas, penderitaan, dan perjuangan panjang bangsa ini. Di tengah arus informasi yang kian deras, dan upaya sebagian pihak untuk merehabilitasi citra Orde Baru, pemahaman yang jernih tentang sejarah menjadi benteng terdepan bagi masa depan demokrasi Indonesia.



Membongkar Narasi Sejarah: Siapa Pahlawan, Siapa Penjahat?


Inti dari perdebatan ini terletak pada bagaimana kita mendefinisikan 'pahlawan' dan 'penjahat' dalam konteks sejarah Indonesia modern. Jika Soeharto, dengan segala pelanggaran hak asasi manusia, korupsi, dan sistem otoriter yang melekat pada rezim Orde Baru, disematkan gelar pahlawan tanpa kritik, maka logikanya, siapa pun yang menentang, mengkritik, atau berjuang melawan sistem tersebut secara otomatis akan dicap sebagai antagonis. Inilah poin krusial yang diangkat oleh pernyataan tersebut. Ini bukan hanya masalah dikotomi hitam-putih, tetapi ancaman serius terhadap ingatan kolektif kita tentang perjuangan menuju demokrasi, kebebasan berpendapat, dan penegakan hukum.


Narasi "pahlawan Soeharto" seringkali didasarkan pada stabilitas ekonomi dan pembangunan fisik yang dicapai di bawah rezimnya. Namun, narasi ini kerap abai terhadap biaya sosial dan politik yang sangat mahal: pembungkaman kritik, penculikan aktivis, pembantaian massal, serta korupsi kolosal yang merusak sendi-sendi negara. Di sisi lain, Usman Hamid, Cak Nur, dan Gus Dur adalah representasi suara-suara kritis dan gerakan-gerakan reformasi yang berani menantang kemapanan otoriter tersebut.



Usman Hamid, Cak Nur, dan Gus Dur: Simbol Perlawanan dan Pemikiran Kritis


Masing-masing tokoh ini memiliki jejak rekam yang tak terbantahkan dalam sejarah perjuangan bangsa, khususnya dalam mendorong demokrasi dan keadilan. Menempatkan mereka sebagai "penjahat" berarti memutarbalikkan fakta sejarah yang jelas dan mengabaikan kontribusi besar mereka.



Usman Hamid: Advokat Hak Asasi Manusia dan Keadilan


Usman Hamid dikenal sebagai salah satu aktivis hak asasi manusia terkemuka di Indonesia. Sejak era Orde Baru hingga kini, ia konsisten menyuarakan keadilan bagi korban pelanggaran HAM, termasuk kasus-kasus seperti pembunuhan Munir Said Thalib. Perjuangan Usman Hamid adalah perjuangan untuk menegakkan prinsip-prinsip universal kemanusiaan dan akuntabilitas kekuasaan. Menganggapnya sebagai 'penjahat' berarti menyangkal pentingnya perlindungan HAM dan keadilan bagi setiap warga negara.



Nurcholish Madjid (Cak Nur): Arsitek Pemikiran Islam Modern dan Pluralisme


Cak Nur adalah seorang pemikir Islam modern yang sangat berpengaruh. Melalui gagasan-gagasan "pembaharuan pemikiran Islam" dan seruan untuk "Islam Yes, Partai Islam No", ia membuka cakrawala baru bagi diskursus keislaman di Indonesia, mendorong pluralisme, toleransi, dan pemisahan agama dari politik praktis. Pemikirannya menjadi landasan penting bagi lahirnya masyarakat madani yang kritis terhadap kekuasaan. Jika Soeharto dianggap pahlawan, maka pemikiran kritis dan modernisasi agama yang diusung Cak Nur bisa dianggap sebagai ancaman terhadap status quo otoriter yang ingin dipertahankan.



Abdurrahman Wahid (Gus Dur): Guru Bangsa dan Penjaga Keberagaman


Gus Dur, presiden keempat Republik Indonesia, adalah ikon demokrasi, pluralisme, dan toleransi. Sebagai "Guru Bangsa", ia tak gentar mengkritik Orde Baru, bahkan menjadi simbol perlawanan moral terhadap kekuasaan otoriter. Setelah reformasi, Gus Dur memimpin transisi demokrasi Indonesia dengan fokus pada penguatan kebebasan sipil, hak-hak minoritas, dan pemberantasan korupsi. Efek Gus Dur terasa hingga kini, membentuk fondasi masyarakat Indonesia yang lebih inklusif. Mengkategorikannya sebagai 'penjahat' berarti mengkhianati nilai-nilai kebhinekaan, demokrasi, dan humanisme yang ia perjuangkan seumur hidup.



Ancaman Revisi Sejarah dan Pentingnya Ingatan Kolektif


Pernyataan ini bukan hanya tentang memori tiga tokoh besar tersebut, melainkan tentang bahaya laten revisi sejarah yang dapat mengubah persepsi generasi muda tentang masa lalu bangsa. Upaya memutihkan dosa-dosa Orde Baru dan mengabaikan korban-korbannya berpotensi menghapus pelajaran berharga dari sejarah kita. Tanpa pemahaman yang komprehensif tentang masa lalu, kita berisiko mengulangi kesalahan yang sama di masa depan.


Revisi sejarah yang menguntungkan rezim otoriter akan merusak fondasi pendidikan sejarah di sekolah dan universitas, menumpulkan pemikiran kritis, dan melemahkan komitmen kita terhadap demokrasi. Hal ini juga akan memutarbalikkan perjuangan panjang para aktivis, korban pelanggaran HAM, dan intelektual yang berani menyuarakan kebenaran demi masa depan Indonesia yang lebih baik.



Mengapa Kita Harus Peduli: Tanggung Jawab Generasi Sekarang


Debat ini adalah panggilan bagi kita semua, terutama generasi muda, untuk tidak pasif menerima narasi tunggal. Pentingnya menelusuri berbagai sumber, berdialog, dan membentuk pandangan sendiri tentang sejarah adalah sebuah keharusan. Kita memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga ingatan kolektif bangsa, memastikan bahwa kebenaran tidak dikubur oleh kepentingan politik sesaat. Kisah tentang Usman Hamid, Cak Nur, dan Gus Dur bukan hanya cerita tentang individu, tetapi juga tentang nilai-nilai yang harus terus kita perjuangkan: keadilan, kebebasan, toleransi, dan demokrasi.


Melestarikan ingatan akan peran mereka adalah cara kita menghormati pengorbanan dan perjuangan jutaan rakyat Indonesia yang mendambakan kebebasan dari tirani. Ini adalah upaya untuk memastikan bahwa Indonesia tidak pernah lagi jatuh ke dalam jebakan otoritarianisme yang memandang kritis sebagai 'penjahat'.



Kesimpulan


Pertanyaan apakah Usman Hamid, Cak Nur, dan Gus Dur adalah 'penjahat' jika Soeharto adalah pahlawan bukan sekadar retorika kosong. Ini adalah cerminan dari pertarungan sengit atas definisi sejarah, keadilan, dan identitas bangsa Indonesia. Sejarah tidak pernah hitam-putih; ia kompleks, penuh nuansa, dan memerlukan pemikiran kritis untuk memahaminya. Mengabaikan peran krusial para pejuang demokrasi dan keadilan demi sebuah narasi yang disederhanakan adalah pengkhianatan terhadap masa lalu dan ancaman bagi masa depan demokrasi kita.


Marilah kita terus berdiskusi, belajar, dan menyebarkan kesadaran tentang pentingnya memahami sejarah secara utuh. Bagikan artikel ini untuk memicu percakapan yang lebih luas dan menjaga api pemikiran kritis tetap menyala. Bagaimana pandangan Anda tentang debat sejarah ini? Mari berdiskusi di kolom komentar!

Comments

Integrate your provider (e.g., Disqus, Giscus) here.

Related articles

Tetap Terhubung dengan Kami!

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru, tips ahli, serta wawasan menarik langsung di kotak masuk email Anda.

Dengan berlangganan, Anda setuju dengan syarat dan ketentuan kami.