Era Baru Upah Minimum 2026? Prabowo Setuju Gaji Tak Lagi Satu Angka, Ini Implikasinya!

Era Baru Upah Minimum 2026? Prabowo Setuju Gaji Tak Lagi Satu Angka, Ini Implikasinya!

Presiden terpilih Prabowo Subianto menyetujui wacana bahwa penetapan upah minimum 2026 tidak lagi berpegang pada satu angka tunggal, melainkan melalui kajian komprehensif yang melibatkan semua pihak untuk mencapai sistem yang lebih adil.

Ari Pratama Ari Pratama
Oct 25, 2025 9 min Read
Dalam lanskap ekonomi dan ketenagakerjaan Indonesia yang dinamis, isu upah minimum selalu menjadi sorotan tajam. Setiap tahun, perdebatan sengit antara serikat pekerja dan pengusaha mewarnai penetapan angka yang krusial ini, sering kali berujung pada demonstrasi, tuntutan hukum, hingga ketidakpuasan di kedua belah pihak. Namun, sebuah angin perubahan tampaknya sedang berhembus, datang dari pernyataan Presiden terpilih, Prabowo Subianto, yang mengindikasikan bahwa penetapan upah minimum 2026 tidak lagi akan terpaku pada satu angka tunggal. Sebuah gagasan yang berpotensi merevolusi cara kita memahami dan menetapkan standar pengupahan di Indonesia.

Menilik Wacana Upah Minimum 2026: Bukan Sekadar Angka Tunggal

Selama bertahun-tahun, penetapan upah minimum di Indonesia telah menjadi episentrum ketegangan antara buruh dan pengusaha. Formula yang ada, terutama yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023, seringkali dianggap tidak mengakomodasi aspirasi semua pihak. Buruh merasa daya beli mereka tergerus inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang tidak sejalan, sementara pengusaha mengeluhkan beban biaya operasional yang terus meningkat dan berpotensi menggerus daya saing industri. Sistem "satu angka" yang berlaku saat ini dinilai kaku dan kurang adaptif terhadap kondisi ekonomi serta kebutuhan riil di berbagai sektor dan daerah.

Pernyataan Prabowo Subianto pasca pertemuannya dengan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menjadi sorotan utama. Prabowo menyetujui perlunya "kajian komprehensif" untuk merumuskan upah minimum 2026 agar tidak mengarah pada penetapan satu angka saja. Gagasan ini membuka pintu bagi pendekatan yang lebih fleksibel dan adil, di mana upah minimum bisa jadi ditetapkan dalam sebuah "koridor" atau rentang angka, yang memperhitungkan beragam faktor dan karakteristik wilayah serta industri. Hal ini diharapkan mampu menjadi solusi jangka panjang untuk mengurangi konflik dan menciptakan iklim investasi dan ketenagakerjaan yang lebih harmonis.

Mengapa Pendekatan Baru Ini Penting? Perspektif Buruh dan Pengusaha

Pendekatan baru ini bukan tanpa alasan kuat. Baik dari sisi buruh maupun pengusaha, terdapat urgensi untuk melakukan perbaikan fundamental dalam sistem pengupahan.

Suara Buruh: Keinginan Akan Keadilan dan Daya Beli



Bagi serikat pekerja, perjuangan upah minimum adalah perjuangan untuk kesejahteraan dan keadilan. Said Iqbal, Presiden KSPI, telah berulang kali menyuarakan ketidakpuasan terhadap formula upah yang ada. Mereka mengkritik PP 51/2023 yang dinilai terlalu menyederhanakan perhitungan upah, hanya berfokus pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi, tanpa memasukkan faktor krusial lainnya.

Buruh mendambakan formula yang lebih komprehensif, yang tidak hanya memperhitungkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga indeks daya beli masyarakat, survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang up-to-date, produktivitas, dan kondisi pasar kerja. Dengan penetapan upah dalam bentuk "koridor," ada harapan bahwa pemerintah dapat memberikan ruang lebih besar bagi negosiasi dan kesepakatan yang lebih mendekati kondisi riil pekerja di berbagai sektor. Ini berarti pengupahan bisa lebih adil, di mana pekerja di daerah atau sektor dengan biaya hidup lebih tinggi bisa mendapatkan upah yang proporsional, tanpa harus terjebak pada angka tunggal yang seringkali tidak representatif.

Tantangan bagi Pengusaha: Keseimbangan dan Keberlanjutan Bisnis



Di sisi lain, pengusaha juga menghadapi dilema. Mereka membutuhkan kepastian hukum dan skema upah yang prediktif untuk perencanaan bisnis jangka panjang. Kenaikan upah yang signifikan dan tidak terduga dapat membebani anggaran perusahaan, terutama bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang memiliki margin keuntungan terbatas. Dalam persaingan global, biaya tenaga kerja yang terlalu tinggi dapat mengurangi daya saing produk dan jasa Indonesia.

Pendekatan "koridor upah" bisa menjadi angin segar jika diimplementasikan dengan bijak. Bagi pengusaha, sistem ini berpotensi memberikan fleksibilitas dalam menentukan struktur upah internal, sambil tetap memenuhi batas bawah yang ditetapkan pemerintah. Harapannya, hal ini dapat menciptakan keseimbangan, di mana pengusaha tetap mampu berinvestasi, berekspansi, dan menciptakan lapangan kerja, tanpa harus tercekik oleh regulasi upah yang kaku. Tentunya, diperlukan kejelasan mengenai rentang koridor tersebut dan bagaimana parameter penentuannya akan ditetapkan, agar tidak menimbulkan ketidakpastian baru.

Apa Implikasi Kebijakan "Koridor Upah" Ini?

Jika gagasan "koridor upah" ini benar-benar terwujud, implikasinya akan sangat luas, mencakup aspek ekonomi, sosial, dan politik.

Potensi Manfaat:
1. Mengurangi Konflik: Dengan adanya ruang negosiasi yang lebih luas, potensi konflik antara buruh dan pengusaha diharapkan dapat berkurang. Kedua belah pihak memiliki lebih banyak opsi untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
2. Keadilan yang Lebih Baik: Upah bisa lebih disesuaikan dengan kondisi lokal dan sektoral, sehingga lebih adil bagi pekerja yang memiliki biaya hidup bervariasi.
3. Fleksibilitas Ekonomi: Memberikan ruang bagi perusahaan untuk menyesuaikan upah sesuai dengan kapasitas dan kondisi industri mereka, tanpa harus melanggar aturan. Hal ini dapat mendukung pertumbuhan UMKM.
4. Inovasi Kebijakan: Menunjukkan komitmen pemerintah untuk melakukan inovasi dalam kebijakan ketenagakerjaan, berani keluar dari status quo demi kebaikan bersama.

Potensi Tantangan:
1. Kompleksitas Implementasi: Merumuskan formula untuk menentukan "koridor" upah yang adil dan transparan akan menjadi tantangan besar. Bagaimana mengintegrasikan berbagai faktor seperti daya beli, produktivitas, dan kondisi pasar kerja ke dalam sebuah rentang angka?
2. Potensi Tawar-Menawar Baru: Meskipun bertujuan mengurangi konflik, pendekatan ini juga dapat memicu dinamika tawar-menawar baru yang kompleks, terutama jika batas atas dan bawah koridor terlalu jauh atau tidak jelas.
3. Pengawasan dan Penegakan: Pemerintah harus memiliki mekanisme pengawasan yang kuat untuk memastikan bahwa pengusaha mematuhi koridor yang ditetapkan dan tidak melakukan eksploitasi.
4. Konsensus Sulit Dicapai: Mengingat sensitivitas isu upah, mencapai konsensus di antara semua pemangku kepentingan (pemerintah, buruh, pengusaha, akademisi) akan membutuhkan dialog intensif dan kepemimpinan yang kuat.

Menuju Masa Depan Ketenagakerjaan yang Lebih Harmonis?

Visi untuk mewujudkan sistem pengupahan yang lebih adil dan harmonis ini merupakan langkah maju yang patut diapresiasi. Pernyataan Prabowo Subianto mengisyaratkan keseriusan pemerintah mendatang untuk menangani salah satu isu paling pelik dalam hubungan industrial. Namun, keberhasilan implementasi gagasan "koridor upah" ini akan sangat bergantung pada kemauan politik, kemampuan teknis dalam merumuskan formula, serta keterbukaan dan komitmen semua pihak untuk berdialog dan mencari solusi bersama.

Ini adalah kesempatan emas untuk menciptakan fondasi hubungan industrial yang lebih stabil, yang tidak hanya menguntungkan pekerja dan pengusaha, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan. Mari kita ikuti perkembangan diskusi ini, karena masa depan upah minimum 2026 bisa jadi akan menjadi tonggak sejarah baru bagi ketenagakerjaan Indonesia.

Bagaimana pendapat Anda tentang wacana upah minimum tidak lagi satu angka ini? Apakah ini solusi yang ditunggu-tunggu atau justru menimbulkan tantangan baru? Bagikan pemikiran Anda di kolom komentar!

Comments

Integrate your provider (e.g., Disqus, Giscus) here.

Related articles

Tetap Terhubung dengan Kami!

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru, tips ahli, serta wawasan menarik langsung di kotak masuk email Anda.

Dengan berlangganan, Anda setuju dengan syarat dan ketentuan kami.