Destiny 2: Antara Cinta dan Frustrasi – Mengapa Game Live Service Modern Makin Sulit Dinikmati?
Artikel ini menyoroti frustrasi yang dialami oleh banyak pemain, termasuk penulis Forbes Paul Tassi, saat mencoba kembali ke Destiny 2, terutama dengan rilis ekspansi The Final Shape.
Bayangkan Anda pulang kerja atau sekolah, duduk di kursi gaming favorit, siap untuk tenggelam dalam dunia fantasi atau petualangan epik. Bagi jutaan gamer, Destiny 2 menawarkan janji itu—sebuah semesta sci-fi yang luas, penuh aksi tembak-menembak yang seru, dan kisah yang mendalam. Namun, bagi sebagian besar, janji tersebut seringkali berujung pada... frustrasi. Sebuah artikel di Forbes oleh kritikus game kenamaan, Paul Tassi, secara lugas menggambarkan pengalaman pahit ini dengan judul yang sangat relatable: "I Am Trying To Play Destiny 2, It Is Not Going Well."
Artikel Tassi, meskipun dengan tanggal publikasi yang unik di tahun 2025, secara gamblang menangkap sentimen yang sudah lama mengakar di komunitas gaming saat ini: game live service modern, khususnya sekelas Destiny 2, telah mencapai titik kompleksitas yang berlebihan, bahkan untuk para veteran sekalipun. Ini bukan sekadar keluhan iseng, melainkan cerminan dari tantangan desain game yang semakin membebani pemain dan berpotensi menggerus daya tarik genre ini. Mengapa game yang seharusnya menghibur justru membuat kita merasa lelah dan kewalahan? Mari kita selami lebih dalam keluh kesah para Guardians dan apa artinya bagi masa depan industri game.
H2: Menyelami Pusaran Kompleksitas Destiny 2: Curhatan Paul Tassi yang Resonansi
Pengalaman Paul Tassi dengan Destiny 2 pasca rilis ekspansi The Final Shape menjadi sorotan utama. Tassi, seorang veteran yang sudah mengenal seluk-beluk game ini, mengakui bahwa ia merasa benar-benar kesulitan untuk kembali menemukan pijakannya. Ini bukan hanya masalah "lupa cara bermain" setelah absen beberapa waktu, melainkan karena Destiny 2 terus-menerus menumpuk sistem dan mekanik baru di atas fondasi yang sudah ada.
H3: Pengalaman Pahit Kembali ke Destiny 2
Apa yang membuat Tassi dan banyak pemain lain merasa kewalahan? Daftar sistem yang harus dikuasai sangatlah panjang: sistem power level yang terus berubah, modifikasi senjata dan armor yang rumit, ratusan perk yang saling berinteraksi, serta munculnya mekanik baru seperti Prismatic dan sistem Artifak yang memiliki lapisan-lapisan kompleksitasnya sendiri. Bayangkan Anda harus memahami tidak hanya satu, tetapi belasan "meta-game" sekaligus hanya untuk bisa berkompetisi di level yang standar.
Tassi secara spesifik menyebut bahwa ia harus menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk "catch up" dengan apa yang terjadi di dalam game, memahami bagaimana kemampuan baru bekerja, dan menyusun build yang optimal—hanya untuk bisa menikmati konten terbaru. Ini adalah sebuah investasi waktu yang masif bahkan sebelum kesenangan yang dijanjikan dimulai. Bagi pemain baru, tantangannya tentu jauh lebih besar. Mereka tidak hanya harus menguasai mekanik tempur dasar, tetapi juga harus memahami lore yang panjang, navigasi antar-planet, dan sejarah ekspansi-ekspansi sebelumnya. Ini menciptakan sebuah tembok besar yang sulit ditembus, menghalangi potensi pertumbuhan komunitas.
H3: 'The Final Shape': Harapan yang Terbentur Realita
Ekspansi The Final Shape dijanjikan sebagai puncak dari saga Destiny yang telah berjalan satu dekade. Harapannya adalah ekspansi ini akan membawa narasi yang memuaskan dan pengalaman bermain yang segar. Namun, seperti yang disiratkan oleh keluh kesah Tassi, harapan itu terbentur pada realitas sistem game yang terlalu menuntut. Meskipun cerita mungkin epik dan aksi tembak-menembak tetap superior, jika pemain merasa terlalu lelah hanya untuk "berpartisipasi", maka nilai dari konten baru tersebut menjadi berkurang.
Bungie, pengembang Destiny 2, berada di persimpangan jalan. Mereka harus menjaga loyalitas basis pemain hardcore yang sudah invest ribuan jam, sekaligus menarik dan mempertahankan pemain baru atau yang kembali. Desain game saat ini sepertinya lebih condong pada yang pertama, dengan risiko mengalienasi potensi audiens yang lebih luas. Ini bukan hanya tentang konten baru, tetapi tentang bagaimana konten itu disajikan dan seberapa mudahnya pemain bisa menikmatinya tanpa merasa terbebani oleh "pekerjaan rumah" yang tidak ada habisnya.
H2: Fenomena Game Live Service: Antara Loyalitas Pemain dan Desain yang Memberatkan
Kisah Destiny 2 ini bukan sebuah anomali, melainkan cerminan dari tren yang lebih besar dalam industri game. Model live service, di mana game terus-menerus diperbarui dengan konten baru dan monetisasi berkelanjutan, telah menjadi tulang punggung banyak studio besar.
H3: Evolusi Desain Game: Dari Kesenangan Instan ke Investasi Waktu Masif
Dulu, membeli game berarti membeli pengalaman yang lengkap dan utuh. Saat ini, game seringkali diluncurkan sebagai fondasi yang akan terus dibangun dan diperbarui selama bertahun-tahun. Model ini menjanjikan umur panjang bagi game dan pendapatan berkelanjutan bagi pengembang. Namun, ada harga yang harus dibayar: desain yang semakin kompleks. Setiap ekspansi atau musim baru biasanya memperkenalkan mekanik, item, atau sistem baru. Alih-alih menggantikan yang lama, seringkali ini hanya menambah lapisan di atasnya.
Tujuan awalnya mungkin untuk menjaga game tetap segar, tetapi efek sampingnya adalah "feature creep"—penambahan fitur yang tak terkendali. Pemain merasa harus terus "belajar" dan "menguasai" hal-hal baru, yang pada akhirnya memicu rasa lelah. Battle pass, event musiman, dan sistem progres yang berlapis-lapis, semuanya dirancang untuk menjaga pemain tetap terikat dan berinvestasi waktu sebanyak mungkin. Ini mengubah pengalaman bermain game dari kesenangan murni menjadi semacam "komitmen" yang harus dipenuhi.
H3: Siapa yang Diuntungkan? Hardcore Gamer vs. Pemain Kasual
Desain live service yang kompleks ini secara inheren mendukung pemain hardcore—mereka yang memiliki waktu luang dan dedikasi untuk menggali setiap detail, mengoptimalkan setiap build, dan mengikuti setiap event. Bagi mereka, kompleksitas adalah bagian dari daya tarik, sebuah tantangan yang harus ditaklukkan.
Namun, bagaimana dengan pemain kasual? Mereka yang mungkin hanya punya beberapa jam seminggu untuk bermain? Atau mereka yang kembali setelah hiatus panjang? Mereka seringkali merasa tertinggal, kewalahan, dan akhirnya menyerah. Kurva belajar yang curam dan investasi waktu yang diminta membuat game tersebut terasa tidak bisa diakses. Ini menciptakan dilema bagi pengembang: Apakah mereka harus mengorbankan kedalaman demi aksesibilitas, atau sebaliknya? Jika mereka terus mengalienasi pemain kasual, pangsa pasar mereka berpotensi menyusut, dan pertumbuhan komunitas akan terhambat.
H2: Mengapa Ini Penting? Dampak pada Industri dan Masa Depan Gaming
Keluh kesah terhadap Destiny 2 dan game live service lainnya memiliki implikasi yang jauh lebih luas daripada sekadar satu judul game. Ini menyentuh inti dari bagaimana game dirancang, dimainkan, dan dinikmati.
H3: Burnout dan Fatigue: Ancaman Nyata bagi Komunitas Gaming
"Game burnout" atau kelelahan bermain adalah fenomena nyata. Ketika game menuntut terlalu banyak waktu, energi mental, atau bahkan uang, pemain bisa merasakan kebosanan, frustrasi, atau bahkan stres. Ini bukan lagi tentang bersenang-senang; ini menjadi tugas. Dampak negatif pada kesehatan mental pemain, seperti kecemasan atau perasaan tidak cukup, bisa menjadi serius. Banyak pemain yang akhirnya "pensiun" dari game yang tadinya mereka cintai, bukan karena mereka tidak lagi menyukai intinya, tetapi karena beban untuk tetap relevan di dalamnya terlalu berat. Ini adalah ancaman serius bagi kelangsungan komunitas game jangka panjang.
H3: Pembelajaran untuk Developer: Menyeimbangkan Kompleksitas dan Aksesibilitas
Kasus Destiny 2 harus menjadi pelajaran penting bagi para pengembang di seluruh industri. Ada kebutuhan mendesak untuk menyeimbangkan kedalaman dan kompleksitas dengan aksesibilitas dan kemudahan bermain. Beberapa solusi yang mungkin bisa dipertimbangkan meliputi: sistem "catch-up" yang lebih baik, penyederhanaan sistem, panduan yang jelas, fokus pada kesenangan inti, dan model live service yang inovatif.
Masa depan gaming live service akan sangat bergantung pada kemampuan pengembang untuk beradaptasi. Mereka harus bisa mendengarkan komunitas mereka, memahami titik kelelahan, dan berinovasi untuk menciptakan pengalaman yang tetap menarik tanpa menjadi beban.
Kesimpulan
Keluh kesah Paul Tassi mengenai Destiny 2 bukan hanya suara individual, melainkan gema dari jutaan pemain yang merasakan hal serupa. Ini adalah alarm bagi industri game, terutama mereka yang berinvestasi pada model live service, untuk mengevaluasi kembali filosofi desain mereka. Kompleksitas yang berlebihan, tuntutan waktu yang masif, dan kurva belajar yang curam berpotensi menggerus kesenangan fundamental dalam bermain game.
Destiny 2, dengan segala keunggulannya, kini menjadi studi kasus penting tentang bagaimana game yang ambisius bisa tersandung oleh bobot sistemnya sendiri. Untuk menjaga agar komunitas gaming tetap hidup dan berkembang, pengembang harus menemukan cara untuk menghargai waktu dan energi pemain. Kesenangan, pada akhirnya, harus menjadi prioritas utama.
Bagaimana pengalaman Anda dengan Destiny 2 atau game live service lainnya? Apakah Anda juga merasakan hal yang sama, ataukah Anda menikmati tantangan yang ditawarkan? Bagikan pandangan Anda di kolom komentar dan mari kita diskusikan masa depan gaming yang lebih inklusif dan menyenangkan!
Artikel Tassi, meskipun dengan tanggal publikasi yang unik di tahun 2025, secara gamblang menangkap sentimen yang sudah lama mengakar di komunitas gaming saat ini: game live service modern, khususnya sekelas Destiny 2, telah mencapai titik kompleksitas yang berlebihan, bahkan untuk para veteran sekalipun. Ini bukan sekadar keluhan iseng, melainkan cerminan dari tantangan desain game yang semakin membebani pemain dan berpotensi menggerus daya tarik genre ini. Mengapa game yang seharusnya menghibur justru membuat kita merasa lelah dan kewalahan? Mari kita selami lebih dalam keluh kesah para Guardians dan apa artinya bagi masa depan industri game.
H2: Menyelami Pusaran Kompleksitas Destiny 2: Curhatan Paul Tassi yang Resonansi
Pengalaman Paul Tassi dengan Destiny 2 pasca rilis ekspansi The Final Shape menjadi sorotan utama. Tassi, seorang veteran yang sudah mengenal seluk-beluk game ini, mengakui bahwa ia merasa benar-benar kesulitan untuk kembali menemukan pijakannya. Ini bukan hanya masalah "lupa cara bermain" setelah absen beberapa waktu, melainkan karena Destiny 2 terus-menerus menumpuk sistem dan mekanik baru di atas fondasi yang sudah ada.
H3: Pengalaman Pahit Kembali ke Destiny 2
Apa yang membuat Tassi dan banyak pemain lain merasa kewalahan? Daftar sistem yang harus dikuasai sangatlah panjang: sistem power level yang terus berubah, modifikasi senjata dan armor yang rumit, ratusan perk yang saling berinteraksi, serta munculnya mekanik baru seperti Prismatic dan sistem Artifak yang memiliki lapisan-lapisan kompleksitasnya sendiri. Bayangkan Anda harus memahami tidak hanya satu, tetapi belasan "meta-game" sekaligus hanya untuk bisa berkompetisi di level yang standar.
Tassi secara spesifik menyebut bahwa ia harus menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk "catch up" dengan apa yang terjadi di dalam game, memahami bagaimana kemampuan baru bekerja, dan menyusun build yang optimal—hanya untuk bisa menikmati konten terbaru. Ini adalah sebuah investasi waktu yang masif bahkan sebelum kesenangan yang dijanjikan dimulai. Bagi pemain baru, tantangannya tentu jauh lebih besar. Mereka tidak hanya harus menguasai mekanik tempur dasar, tetapi juga harus memahami lore yang panjang, navigasi antar-planet, dan sejarah ekspansi-ekspansi sebelumnya. Ini menciptakan sebuah tembok besar yang sulit ditembus, menghalangi potensi pertumbuhan komunitas.
H3: 'The Final Shape': Harapan yang Terbentur Realita
Ekspansi The Final Shape dijanjikan sebagai puncak dari saga Destiny yang telah berjalan satu dekade. Harapannya adalah ekspansi ini akan membawa narasi yang memuaskan dan pengalaman bermain yang segar. Namun, seperti yang disiratkan oleh keluh kesah Tassi, harapan itu terbentur pada realitas sistem game yang terlalu menuntut. Meskipun cerita mungkin epik dan aksi tembak-menembak tetap superior, jika pemain merasa terlalu lelah hanya untuk "berpartisipasi", maka nilai dari konten baru tersebut menjadi berkurang.
Bungie, pengembang Destiny 2, berada di persimpangan jalan. Mereka harus menjaga loyalitas basis pemain hardcore yang sudah invest ribuan jam, sekaligus menarik dan mempertahankan pemain baru atau yang kembali. Desain game saat ini sepertinya lebih condong pada yang pertama, dengan risiko mengalienasi potensi audiens yang lebih luas. Ini bukan hanya tentang konten baru, tetapi tentang bagaimana konten itu disajikan dan seberapa mudahnya pemain bisa menikmatinya tanpa merasa terbebani oleh "pekerjaan rumah" yang tidak ada habisnya.
H2: Fenomena Game Live Service: Antara Loyalitas Pemain dan Desain yang Memberatkan
Kisah Destiny 2 ini bukan sebuah anomali, melainkan cerminan dari tren yang lebih besar dalam industri game. Model live service, di mana game terus-menerus diperbarui dengan konten baru dan monetisasi berkelanjutan, telah menjadi tulang punggung banyak studio besar.
H3: Evolusi Desain Game: Dari Kesenangan Instan ke Investasi Waktu Masif
Dulu, membeli game berarti membeli pengalaman yang lengkap dan utuh. Saat ini, game seringkali diluncurkan sebagai fondasi yang akan terus dibangun dan diperbarui selama bertahun-tahun. Model ini menjanjikan umur panjang bagi game dan pendapatan berkelanjutan bagi pengembang. Namun, ada harga yang harus dibayar: desain yang semakin kompleks. Setiap ekspansi atau musim baru biasanya memperkenalkan mekanik, item, atau sistem baru. Alih-alih menggantikan yang lama, seringkali ini hanya menambah lapisan di atasnya.
Tujuan awalnya mungkin untuk menjaga game tetap segar, tetapi efek sampingnya adalah "feature creep"—penambahan fitur yang tak terkendali. Pemain merasa harus terus "belajar" dan "menguasai" hal-hal baru, yang pada akhirnya memicu rasa lelah. Battle pass, event musiman, dan sistem progres yang berlapis-lapis, semuanya dirancang untuk menjaga pemain tetap terikat dan berinvestasi waktu sebanyak mungkin. Ini mengubah pengalaman bermain game dari kesenangan murni menjadi semacam "komitmen" yang harus dipenuhi.
H3: Siapa yang Diuntungkan? Hardcore Gamer vs. Pemain Kasual
Desain live service yang kompleks ini secara inheren mendukung pemain hardcore—mereka yang memiliki waktu luang dan dedikasi untuk menggali setiap detail, mengoptimalkan setiap build, dan mengikuti setiap event. Bagi mereka, kompleksitas adalah bagian dari daya tarik, sebuah tantangan yang harus ditaklukkan.
Namun, bagaimana dengan pemain kasual? Mereka yang mungkin hanya punya beberapa jam seminggu untuk bermain? Atau mereka yang kembali setelah hiatus panjang? Mereka seringkali merasa tertinggal, kewalahan, dan akhirnya menyerah. Kurva belajar yang curam dan investasi waktu yang diminta membuat game tersebut terasa tidak bisa diakses. Ini menciptakan dilema bagi pengembang: Apakah mereka harus mengorbankan kedalaman demi aksesibilitas, atau sebaliknya? Jika mereka terus mengalienasi pemain kasual, pangsa pasar mereka berpotensi menyusut, dan pertumbuhan komunitas akan terhambat.
H2: Mengapa Ini Penting? Dampak pada Industri dan Masa Depan Gaming
Keluh kesah terhadap Destiny 2 dan game live service lainnya memiliki implikasi yang jauh lebih luas daripada sekadar satu judul game. Ini menyentuh inti dari bagaimana game dirancang, dimainkan, dan dinikmati.
H3: Burnout dan Fatigue: Ancaman Nyata bagi Komunitas Gaming
"Game burnout" atau kelelahan bermain adalah fenomena nyata. Ketika game menuntut terlalu banyak waktu, energi mental, atau bahkan uang, pemain bisa merasakan kebosanan, frustrasi, atau bahkan stres. Ini bukan lagi tentang bersenang-senang; ini menjadi tugas. Dampak negatif pada kesehatan mental pemain, seperti kecemasan atau perasaan tidak cukup, bisa menjadi serius. Banyak pemain yang akhirnya "pensiun" dari game yang tadinya mereka cintai, bukan karena mereka tidak lagi menyukai intinya, tetapi karena beban untuk tetap relevan di dalamnya terlalu berat. Ini adalah ancaman serius bagi kelangsungan komunitas game jangka panjang.
H3: Pembelajaran untuk Developer: Menyeimbangkan Kompleksitas dan Aksesibilitas
Kasus Destiny 2 harus menjadi pelajaran penting bagi para pengembang di seluruh industri. Ada kebutuhan mendesak untuk menyeimbangkan kedalaman dan kompleksitas dengan aksesibilitas dan kemudahan bermain. Beberapa solusi yang mungkin bisa dipertimbangkan meliputi: sistem "catch-up" yang lebih baik, penyederhanaan sistem, panduan yang jelas, fokus pada kesenangan inti, dan model live service yang inovatif.
Masa depan gaming live service akan sangat bergantung pada kemampuan pengembang untuk beradaptasi. Mereka harus bisa mendengarkan komunitas mereka, memahami titik kelelahan, dan berinovasi untuk menciptakan pengalaman yang tetap menarik tanpa menjadi beban.
Kesimpulan
Keluh kesah Paul Tassi mengenai Destiny 2 bukan hanya suara individual, melainkan gema dari jutaan pemain yang merasakan hal serupa. Ini adalah alarm bagi industri game, terutama mereka yang berinvestasi pada model live service, untuk mengevaluasi kembali filosofi desain mereka. Kompleksitas yang berlebihan, tuntutan waktu yang masif, dan kurva belajar yang curam berpotensi menggerus kesenangan fundamental dalam bermain game.
Destiny 2, dengan segala keunggulannya, kini menjadi studi kasus penting tentang bagaimana game yang ambisius bisa tersandung oleh bobot sistemnya sendiri. Untuk menjaga agar komunitas gaming tetap hidup dan berkembang, pengembang harus menemukan cara untuk menghargai waktu dan energi pemain. Kesenangan, pada akhirnya, harus menjadi prioritas utama.
Bagaimana pengalaman Anda dengan Destiny 2 atau game live service lainnya? Apakah Anda juga merasakan hal yang sama, ataukah Anda menikmati tantangan yang ditawarkan? Bagikan pandangan Anda di kolom komentar dan mari kita diskusikan masa depan gaming yang lebih inklusif dan menyenangkan!
Comments
Integrate your provider (e.g., Disqus, Giscus) here.
Related articles
Tetap Terhubung dengan Kami!
Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru, tips ahli, serta wawasan menarik langsung di kotak masuk email Anda.