Dari Metaverse ke AI: Square Enix Targetkan 70% QA Game Dikerjakan AI pada 2027 – Revolusi atau Risiko?

Dari Metaverse ke AI: Square Enix Targetkan 70% QA Game Dikerjakan AI pada 2027 – Revolusi atau Risiko?

Square Enix, setelah eksperimen dengan NFT dan Metaverse yang kurang berhasil, kini mengalihkan fokusnya secara drastis ke kecerdasan buatan.

Ari Pratama Ari Pratama
Oct 25, 2025 9 min Read

Dari Metaverse ke AI: Square Enix Targetkan 70% QA Game Dikerjakan AI pada 2027 – Revolusi atau Risiko?



Industri game selalu bergejolak, penuh inovasi dan eksperimen, terkadang dengan hasil yang campur aduk. Ambil contoh Square Enix, raksasa di balik franchise ikonik seperti Final Fantasy dan Dragon Quest. Mereka dikenal tidak gentar mencoba hal baru, mulai dari mengadopsi blockchain dengan NFT hingga berinvestasi besar di Metaverse. Namun, setelah periode eksplorasi yang kurang membuahkan hasil signifikan, kini Square Enix mengumumkan pivot strategis yang jauh lebih ambisius dan berpotensi mengubah lanskap pengembangan game: mereka berencana agar 70% dari proses Quality Assurance (QA) game mereka ditangani oleh kecerdasan buatan (AI) generatif pada tahun 2027. Sebuah lompatan yang mengejutkan, dan patut dianalisis lebih dalam.

Mengenang Eksperimen Masa Lalu: NFT dan Metaverse


Sebelum melangkah ke masa depan yang dipimpin AI, mari sejenak melihat ke belakang. Square Enix adalah salah satu perusahaan game terkemuka yang sangat antusias terhadap NFT (Non-Fungible Tokens) dan konsep Metaverse. Presiden perusahaan saat itu, Yosuke Matsuda, bahkan merilis surat tahun baru yang kontroversial pada tahun 2022, menyatakan keyakinannya pada potensi NFT dan teknologi blockchain untuk "memotori pertumbuhan game yang didorong oleh pengguna."

Namun, seperti yang kita tahu, tren NFT di industri game menghadapi resistensi besar dari para pemain dan pengembang itu sendiri. Kritiknya berkisar dari dampak lingkungan hingga skema ponzi yang melekat pada banyak proyek. Konsep Metaverse pun, meski masih berpotensi, belum menunjukkan adopsi massal atau aplikasi game yang benar-benar transformatif. Square Enix sendiri menghadapi reaksi yang kurang positif terhadap upaya mereka di bidang ini, yang kemungkinan besar berkontribusi pada penjualan beberapa studio Barat mereka, termasuk pengembang Tomb Raider dan Deus Ex. Pengalaman ini mungkin telah mematangkan pandangan perusahaan tentang di mana sebaiknya mereka menempatkan taruhan teknologi berikutnya.

Target Ambisius: 70% QA oleh AI Generatif pada Tahun 2027


Kini, fokus Square Enix bergeser tajam ke arah AI. Pengumuman bahwa 70% dari QA akan ditangani oleh AI generatif dalam waktu kurang dari tiga tahun adalah target yang sangat ambisius. QA adalah fase krusial dalam pengembangan game, di mana tim penguji (tester) manusia mencari dan melaporkan bug, glitch, serta masalah fungsionalitas dan pengalaman pengguna lainnya untuk memastikan game dirilis dalam kondisi terbaik.

AI generatif, yang menjadi inti dari strategi Square Enix, adalah jenis AI yang mampu menghasilkan konten baru, ide, atau solusi berdasarkan data yang telah dipelajarinya. Dalam konteks QA, ini berarti AI tidak hanya akan menjalankan skrip pengujian yang telah ditentukan, tetapi juga secara aktif mengeksplorasi game, mengidentifikasi pola, dan bahkan mungkin memprediksi di mana bug cenderung muncul. Bayangkan sebuah AI yang dapat "bermain" game ribuan kali lebih cepat daripada manusia, menjelajahi setiap sudut peta, mencoba setiap kombinasi item, dan secara sistematis mencari kelemahan yang luput dari pandangan manusia. Ini adalah visi yang dijanjikan oleh Square Enix.

Mengapa AI? Efisiensi, Kualitas, dan Kecepatan
Keputusan Square Enix untuk merangkul AI dalam QA didorong oleh sejumlah alasan kuat yang terkait dengan efisiensi dan peningkatan kualitas:

* Efisiensi dan Pengurangan Biaya: Proses QA tradisional seringkali memakan waktu dan sumber daya yang sangat besar, terutama untuk game berskala besar dan kompleks. AI dapat bekerja 24/7 tanpa kelelahan, mengotomatiskan tugas-tugas berulang, dan secara signifikan mengurangi biaya operasional jangka panjang.
* Deteksi Bug Lebih Cepat dan Menyeluruh: AI dapat menjalankan skenario pengujian yang jauh lebih banyak dan lebih bervariasi dalam waktu singkat dibandingkan tim manusia. Ini berpotensi menemukan bug yang sangat langka atau hanya muncul dalam kondisi tertentu, yang seringkali terlewatkan dalam pengujian manual.
* Akurasi dan Konsistensi: AI tidak terpengaruh oleh faktor manusia seperti kelelahan atau bias. Ini menjamin pengujian yang konsisten dan akurat setiap saat, memungkinkan pengembang untuk lebih cepat mengidentifikasi dan memperbaiki masalah.
* Fokus pada Kreativitas Manusia: Dengan mengalihkan tugas-tugas QA yang repetitif ke AI, pengembang dan desainer game manusia dapat lebih fokus pada aspek kreatif, inovasi, dan penyempurnaan pengalaman bermain yang membutuhkan intuisi dan empati manusia.

Tantangan dan Implikasi: Sisi Gelap Otomatisasi


Meskipun menjanjikan, pergeseran radikal ini juga membawa serta sejumlah tantangan dan implikasi yang signifikan.

Dampak pada Pekerjaan Manusia


Yang paling mendesak adalah pertanyaan tentang nasib para penguji QA manusia. Jika 70% pekerjaan mereka diotomatisasi, akan ada pengurangan besar-besaran dalam jumlah staf QA. Ini dapat menimbulkan gejolak di pasar kerja industri game dan membutuhkan program pelatihan ulang bagi mereka yang terkena dampak untuk beralih ke peran lain yang lebih strategis dan kreatif dalam pengembangan game, seperti AI prompter atau pengawas AI.

Batasan AI dalam Pengalaman Bermain


Meskipun AI sangat baik dalam menemukan bug teknis, ia memiliki keterbatasan dalam mengevaluasi "kualitas" pengalaman bermain dari sudut pandang manusia. AI tidak dapat merasakan "fun", frustrasi, atau emosi yang dirasakan pemain saat berinteraksi dengan sebuah game. Mereka mungkin tidak dapat mengidentifikasi masalah desain yang membuat game terasa membosankan, tidak intuitif, atau tidak adil, meskipun secara teknis bebas bug. Sentuhan manusia tetap krusial untuk aspek subjektif ini.

Etika dan Kualitas


Ada juga pertanyaan etis dan filosofis. Jika game semakin banyak dikembangkan dan diuji oleh AI, apakah "jiwa" dan kekhasan artistik dari sebuah game akan berkurang? Apakah kita akan berakhir dengan game yang sempurna secara teknis tetapi kurang memiliki daya tarik emosional? Ketergantungan berlebihan pada AI tanpa pengawasan manusia yang memadai bisa berujung pada hilangnya nuansa dan kreativitas yang membuat game Square Enix begitu dicintai.

Masa Depan Industri Game: Gelombang AI yang Tak Terhindarkan?


Langkah Square Enix ini bisa jadi merupakan indikator awal dari gelombang perubahan yang lebih besar di seluruh industri game. Jika Square Enix berhasil mencapai target mereka, perusahaan game lain kemungkinan besar akan mengikuti jejak serupa. Ini bisa berarti revolusi dalam kecepatan pengembangan, efisiensi, dan bahkan jenis game yang dapat kita harapkan di masa depan. Kita bisa melihat era di mana game yang sangat besar dan kompleks dapat dirilis lebih cepat, dengan bug yang lebih sedikit, tetapi juga dengan pertanyaan tentang bagaimana peran manusia akan berevolusi di dalamnya.

Sebuah Langkah Berani atau Taruhan Berisiko Tinggi?


Keputusan Square Enix untuk bertaruh besar pada AI setelah pengalaman mereka dengan NFT dan Metaverse adalah langkah berani. Ini menunjukkan komitmen kuat terhadap inovasi dan adaptasi terhadap lanskap teknologi yang terus berubah. Namun, ini juga merupakan taruhan berisiko tinggi. Keberhasilan akan bergantung pada kemampuan mereka untuk mengimplementasikan AI secara efektif, menyeimbangkan otomatisasi dengan sentuhan manusia yang tak tergantikan, dan mengelola dampak sosial dari perubahan ini.

Kesimpulan: Era Baru untuk Square Enix dan Game


Square Enix sedang melangkah menuju era baru, di mana kecerdasan buatan akan memainkan peran sentral dalam memastikan kualitas game mereka. Transisi dari NFT dan Metaverse yang kurang mulus ke fokus yang lebih terukur pada efisiensi AI dalam QA menandai evolusi dalam strategi teknologi perusahaan. Waktu akan membuktikan apakah ini adalah revolusi yang akan membawa industri game ke puncak baru kualitas dan efisiensi, ataukah ini adalah risiko yang akan mengungkapkan batas-batas otomasi di dunia yang sangat bergantung pada kreativitas dan pengalaman manusia.

Bagaimana menurut Anda? Apakah AI akan menjadi penyelamat atau perusak pekerjaan dalam pengembangan game? Bagikan pendapat Anda di kolom komentar di bawah dan mari berdiskusi!

Comments

Integrate your provider (e.g., Disqus, Giscus) here.

Related articles

Tetap Terhubung dengan Kami!

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru, tips ahli, serta wawasan menarik langsung di kotak masuk email Anda.

Dengan berlangganan, Anda setuju dengan syarat dan ketentuan kami.