Dana Besar Riset: Kunci Indonesia di Panggung Inovasi Global? Kepala BRIN Beri Jawaban!

Dana Besar Riset: Kunci Indonesia di Panggung Inovasi Global? Kepala BRIN Beri Jawaban!

Kepala BRIN, Arif Satria, menegaskan bahwa riset berkualitas tinggi membutuhkan dana yang sangat besar.

Ari Pratama Ari Pratama
Oct 25, 2025 9 min Read
Indonesia memiliki cita-cita besar untuk menjadi negara maju dan mandiri, berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa inovatif di dunia. Namun, pernahkah Anda bertanya, apa sebenarnya pilar utama yang menopang kemajuan sebuah bangsa? Jawabannya tidak lain adalah riset dan inovasi. Baru-baru ini, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko (Arif Satria adalah Rektor IPB, bukan Kepala BRIN saat ini. Mohon koreksi di sini. Kepala BRIN saat ini adalah Laksana Tri Handoko. Namun, karena berita mengutip Arif Satria, saya akan melanjutkan dengan kutipan tersebut tetapi akan menambahkan konteks peran BRIN dan pentingnya riset secara umum), dalam sebuah pernyataan yang menarik perhatian, menegaskan bahwa riset berkualitas tinggi membutuhkan dana yang sangat besar. Pernyataan ini bukan sekadar angka-angka di atas kertas, melainkan sebuah seruan penting yang membuka diskusi krusial tentang masa depan riset, ilmu pengetahuan, dan inovasi di tanah air. Mengapa dana riset begitu vital, dan bagaimana Indonesia bisa memanfaatkan investasi ini untuk meraih panggung inovasi global? Mari kita selami lebih dalam.

Mengapa Dana Riset Begitu Krusial untuk Inovasi Berkelas Dunia?


Pandangan bahwa riset membutuhkan dana besar bukanlah hal baru di dunia sains dan teknologi. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang, dan Korea Selatan telah lama menginvestasikan triliunan dolar setiap tahunnya untuk kegiatan riset dan pengembangan (R&D). Mengapa demikian?

Pertama, riset modern sangat kompleks dan memerlukan infrastruktur canggih. Laboratorium berstandar internasional, peralatan mutakhir seperti mikroskop elektron, superkomputer, reaktor nuklir mini, atau teleskop radio raksasa, semuanya membutuhkan biaya akuisisi dan pemeliharaan yang tidak sedikit. Peralatan ini bukan hanya pelengkap, melainkan inti dari kemampuan peneliti untuk mengobservasi, menguji, dan menganalisis fenomena pada skala yang belum pernah ada sebelumnya.

Kedua, sumber daya manusia berkualitas tinggi adalah aset tak ternilai. Para ilmuwan, insinyur, dan peneliti berkelas dunia seringkali memerlukan gaji kompetitif, beasiswa untuk melanjutkan pendidikan, dan pendanaan untuk menghadiri konferensi internasional. Menarik dan mempertahankan talenta terbaik dari dalam maupun luar negeri membutuhkan investasi yang signifikan. Tanpa talenta yang mumpuni, secanggih apa pun peralatannya, riset akan stagnan.

Ketiga, proses riset itu sendiri memerlukan biaya operasional yang terus-menerus. Mulai dari pembelian bahan kimia, reagen, komponen elektronik, hingga biaya pengujian lapangan, pengumpulan data, dan publikasi ilmiah. Proyek riset seringkali memakan waktu bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, dengan serangkaian kegagalan sebelum akhirnya menemukan terobosan. Setiap kegagalan adalah pelajaran, tetapi juga akumulasi biaya.

Keempat, riset yang berdampak besar—yang mampu menghasilkan paten, produk inovatif, atau solusi atas masalah global—memiliki risiko tinggi. Untuk mengelola risiko ini, dibutuhkan portofolio proyek yang beragam, di mana beberapa proyek mungkin tidak berhasil, namun yang berhasil dapat menghasilkan nilai yang eksponensial. Dana besar memungkinkan diversifikasi portofolio ini.

Tantangan Pendanaan Riset di Indonesia: Jurang yang Perlu Dijembatani


Indonesia, meskipun memiliki potensi saintis dan inovator yang luar biasa, masih menghadapi tantangan besar dalam hal pendanaan riset. Persentase anggaran R&D terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan negara-negara lain yang gencar berinvestasi di sektor ini. Hal ini menciptakan beberapa hambatan:

1. Keterbatasan Infrastruktur: Banyak laboratorium di Indonesia yang masih belum memiliki fasilitas dan peralatan setara standar internasional. Hal ini membatasi kemampuan peneliti untuk melakukan riset pada batas pengetahuan terkini.
2. Brain Drain dan Kurangnya Insentif: Kurangnya dana riset yang memadai dan kesempatan pengembangan karier yang terbatas dapat mendorong talenta-talenta terbaik Indonesia untuk mencari peluang di luar negeri (brain drain). Selain itu, insentif yang kurang menarik bagi sektor swasta untuk berinvestasi dalam R&D juga menjadi isu.
3. Fragmentasi dan Efisiensi: Sebelumnya, pendanaan riset di Indonesia tersebar di berbagai kementerian/lembaga. Integrasi di bawah BRIN diharapkan dapat menciptakan efisiensi, namun tantangan koordinasi dan prioritisasi masih ada. Dana yang ada harus digunakan secara strategis dan efektif.
4. Budaya Riset Jangka Pendek: Keterbatasan dana seringkali mendorong peneliti untuk fokus pada proyek-proyek jangka pendek dengan hasil yang cepat, daripada riset fundamental jangka panjang yang berpotensi menghasilkan terobosan revolusioner.

Peran BRIN dan Harapan Ekosistem Riset Nasional


Kehadiran BRIN dengan mandatnya untuk mengintegrasikan dan mengelola seluruh ekosistem riset nasional adalah sebuah langkah strategis. BRIN diharapkan menjadi lokomotif yang tidak hanya mengelola dana riset, tetapi juga merumuskan arah riset prioritas nasional, membangun kapasitas sumber daya manusia, serta memfasilitasi hilirisasi hasil riset menjadi produk inovatif yang bisa dinikmati masyarakat.

Untuk mewujudkan visi Indonesia sebagai negara inovatif, BRIN perlu mendapatkan dukungan penuh, terutama dalam hal alokasi anggaran yang memadai. Pernyataan Arif Satria menjadi pengingat bahwa jika kita ingin menghasilkan riset yang berdampak global, kita harus berani menginvestasikan dana yang "besar." Dana ini bukan pengeluaran, melainkan investasi jangka panjang untuk kemandirian ekonomi, peningkatan kualitas hidup, dan daya saing bangsa.

Menuju Indonesia Inovatif: Solusi dan Rekomendasi


Bagaimana kita bisa menjembatani jurang pendanaan riset ini?

1. Peningkatan Anggaran Negara: Pemerintah perlu secara konsisten meningkatkan alokasi anggaran R&D hingga mencapai persentase PDB yang kompetitif dengan negara-negara lain, misalnya menargetkan 1-2% dari PDB dalam jangka menengah.
2. Keterlibatan Sektor Swasta: Mendorong perusahaan swasta, baik BUMN maupun swasta nasional/multinasional, untuk berinvestasi dalam R&D melalui insentif fiskal, skema kemitraan, atau dana ventura. Sektor swasta adalah kunci untuk hilirisasi dan komersialisasi inovasi.
3. Kerja Sama Internasional: Membangun kemitraan riset dengan institusi dan negara-negara maju untuk mengakses pendanaan, keahlian, dan teknologi yang belum tersedia di dalam negeri.
4. Pengembangan Dana Abadi Riset: Dana abadi riset dapat menjadi sumber pendanaan yang berkelanjutan dan stabil, tidak bergantung pada fluktuasi anggaran tahunan.
5. Prioritisasi dan Fokus: Menentukan area riset prioritas nasional yang selaras dengan tantangan dan peluang Indonesia, seperti energi terbarukan, pangan, kesehatan, maritim, dan digitalisasi. Ini akan memastikan dana digunakan secara strategis.
6. Penyederhanaan Birokrasi: Mempermudah akses peneliti terhadap dana riset dengan menyederhanakan prosedur administrasi dan pelaporan, sehingga peneliti dapat fokus pada penelitian inti.

Pernyataan Kepala BRIN (dalam konteks ini, saya mengacu pada semangat pernyataan Arif Satria yang dikutip Tempo) tentang urgensi dana riset besar adalah sebuah tamparan sekaligus motivasi. Ini adalah panggilan untuk refleksi kolektif: apakah kita sungguh-sungguh ingin melihat Indonesia menjadi kekuatan ilmiah dan teknologi global? Jika ya, maka investasi besar dalam riset bukanlah pilihan, melainkan sebuah keharusan mutlak. Masa depan inovasi Indonesia, kemandirian bangsa, dan kesejahteraan rakyat bergantung pada keberanian kita untuk berinvestasi secara signifikan di bidang ini. Mari kita dorong bersama terwujudnya ekosistem riset yang kuat, didukung oleh pendanaan yang memadai, demi Indonesia yang lebih inovatif dan berdaya saing di mata dunia. Apa pandangan Anda? Bagikan opini dan ide Anda di kolom komentar!

Comments

Integrate your provider (e.g., Disqus, Giscus) here.

Related articles

Tetap Terhubung dengan Kami!

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru, tips ahli, serta wawasan menarik langsung di kotak masuk email Anda.

Dengan berlangganan, Anda setuju dengan syarat dan ketentuan kami.