COP30: Pertarungan Hidup Mati untuk Bumi, Akankah Bahan Bakar Fosil Ditendang Keluar?

COP30: Pertarungan Hidup Mati untuk Bumi, Akankah Bahan Bakar Fosil Ditendang Keluar?

Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP30) di Brazil pada November 2025 menjadi titik krusial dalam upaya global untuk mengatasi krisis iklim.

Ari Pratama Ari Pratama
Oct 25, 2025 9 min Read
Bumi kita sedang berada di persimpangan jalan, dan keputusan yang akan diambil pada Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP30) di Belém, Brazil, pada November 2025 mendatang, akan menentukan arah masa depan kita. Bukan lagi sekadar debat, melainkan pertarungan sengit antara kepentingan ekonomi jangka pendek dan kelangsungan hidup planet ini. Inti dari pertarungan ini? Bahan bakar fosil.

Sejak Perjanjian Paris, dunia telah berjanji untuk membatasi pemanasan global hingga di bawah 2°C, idealnya 1.5°C, di atas tingkat pra-industri. Namun, kenyataan pahitnya, emisi gas rumah kaca terus meningkat, dan efek perubahan iklim semakin terasa di setiap sudut bumi. COP30 menjadi sorotan tajam karena di sinilah, sekali lagi, tekanan akan sangat besar untuk mencapai kesepakatan global yang mengikat untuk menghapuskan (phase-out) penggunaan bahan bakar fosil – batu bara, minyak, dan gas – yang menjadi biang keladi utama krisis iklim.

Mengapa COP30 Begitu Krusial? Momentum dan Tekanan Global

Setelah COP28 di Dubai yang berhasil mencapai kesepakatan historis (meskipun masih kontroversial) untuk “transisi dari bahan bakar fosil” (transition away from fossil fuels), harapan dan tekanan untuk COP30 semakin meningkat. Dunia menanti langkah konkret yang lebih berani. Laporan "Global Stocktake" pada COP28 dengan jelas menunjukkan bahwa dunia masih jauh dari target 1.5°C. Ini adalah peringatan keras bahwa tindakan yang ada saat ini tidak cukup, dan jeda antara ambisi dan realitas semakin melebar.

Kita menyaksikan sendiri dampaknya: gelombang panas mematikan, kekeringan berkepanjangan, banjir bandang yang merenggut nyawa dan harta benda, badai super yang menghantam wilayah pesisir, dan naiknya permukaan air laut yang mengancam pulau-pulau kecil. Para ilmuwan iklim terus menyerukan urgensi untuk bertindak sekarang, sebelum titik tidak kembali terlewati. Tekanan tidak hanya datang dari komunitas ilmiah, tetapi juga dari masyarakat sipil, aktivis lingkungan, pemuda, dan bahkan beberapa pemimpin bisnis yang menyadari risiko ekonomi dari kelambanan.

Dunia mendesak agar COP30 menjadi momen di mana negara-negara tidak hanya berbicara tentang transisi, tetapi juga merancang peta jalan yang jelas dan terukur untuk secara bertahap mengakhiri ketergantungan pada bahan bakar fosil. Tanpa komitmen yang kuat dan mengikat dari seluruh negara, target 1.5°C hanya akan menjadi angan-angan belaka.

Duel Sengit: Konsensus vs. Kepentingan Ekonomi Bahan Bakar Fosil

Namun, mencapai kesepakatan untuk menghapuskan bahan bakar fosil adalah tugas yang sangat berat. Ini melibatkan kepentingan ekonomi triliunan dolar, pekerjaan jutaan orang, dan keamanan energi bagi banyak negara.

Peran Brazil sebagai Tuan Rumah

Brazil, sebagai tuan rumah COP30, berada dalam posisi yang unik dan penuh tantangan. Di satu sisi, Brazil adalah paru-paru dunia dengan hutan hujan Amazon yang menjadi penyimpan karbon vital dan Presiden Lula da Silva telah menunjukkan komitmen kuat terhadap perlindungan lingkungan dan keadilan iklim. Di sisi lain, Brazil juga adalah produsen minyak dan gas yang signifikan, dengan perusahaan minyak milik negara, Petrobras, memiliki rencana ekspansi besar-besaran.

Awalnya, Brazil bersikap hati-hati terhadap gagasan penghapusan bahan bakar fosil. Namun, setelah tekanan global dan dialog internal, posisi Brazil mulai melunak. Presiden Lula telah menekankan pentingnya transisi yang adil dan bantuan finansial bagi negara-negara berkembang untuk beralih dari bahan bakar fosil. Keseimbangan antara melindungi Amazon dan memenuhi kebutuhan energi serta ekonomi nasional akan menjadi ujian besar bagi kepemimpinan Brazil di COP30. Dunia akan mengamati apakah Brazil dapat memimpin dengan contoh, menyeimbangkan pembangunan ekonomi dengan tanggung jawab iklim.

Siapa yang Bertahan? Para Pemain Kunci dan Dilema Nasional

Negara-negara pengekspor bahan bakar fosil, seperti negara-negara di Timur Tengah, Rusia, dan bahkan beberapa negara maju, memiliki kepentingan ekonomi yang kuat untuk mempertahankan status quo. Bagi mereka, transisi cepat berarti kerugian pendapatan yang besar dan potensi gejolak sosial-ekonomi. Begitu pula dengan negara-negara berkembang yang masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan energi dasar dan mendukung pertumbuhan ekonomi mereka. Mereka seringkali berargumen bahwa negara-negara maju, yang telah lama diuntungkan dari bahan bakar fosil, harus memimpin dan memberikan dukungan finansial serta teknologi untuk transisi.

Lobi industri bahan bakar fosil juga sangat kuat dan seringkali aktif di konferensi iklim, berupaya memperlambat atau melemahkan setiap upaya untuk mengurangi ketergantungan pada produk mereka. Inilah yang membuat negosiasi di COP menjadi sangat kompleks, melibatkan diplomasi tingkat tinggi, tawar-menawar politik, dan kompromi yang seringkali terasa pahit.

Jalan Menuju Masa Depan Bebas Fosil: Tantangan dan Solusi

Meskipun tantangannya besar, solusi untuk transisi energi telah tersedia dan terus berkembang.

Teknologi dan Inovasi Hijau

Kemajuan pesat dalam teknologi energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan panas bumi telah membuat mereka semakin kompetitif secara ekonomi. Inovasi dalam penyimpanan energi (baterai), jaringan listrik pintar, dan efisiensi energi juga memainkan peran kunci. Selain itu, pengembangan hidrogen hijau dan teknologi penangkapan karbon (meskipun masih memerlukan studi lebih lanjut mengenai skala dan efektivitasnya) menawarkan potensi untuk mengurangi emisi dari sektor-sektor yang sulit didekarbonisasi.

Kebijakan dan Investasi

Pemerintah harus menciptakan kerangka kebijakan yang jelas dan stabil untuk mendorong investasi pada energi terbarukan. Mengalihkan subsidi dari bahan bakar fosil ke energi bersih adalah langkah krusial. Kolaborasi internasional juga penting, terutama dalam hal pembiayaan. Dana seperti Dana Kerugian dan Kerusakan (Loss and Damage Fund) yang disepakati di COP28 harus dioperasikan secara efektif untuk mendukung negara-negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim dan membantu mereka melakukan transisi yang adil. Investasi besar-besaran pada infrastruktur hijau dan desentralisasi energi akan menjadi tulang punggung revolusi energi ini.

Lebih dari Sekadar Bahan Bakar: Implikasi Sosial dan Ekonomi

Transisi dari bahan bakar fosil bukan hanya tentang lingkungan, tetapi juga tentang menciptakan masyarakat yang lebih sehat, lebih adil, dan lebih makmur. Sektor energi terbarukan berpotensi menciptakan jutaan pekerjaan baru, menggantikan pekerjaan yang hilang di industri fosil. Udara yang lebih bersih berarti penurunan angka penyakit pernapasan dan peningkatan kualitas hidup. Keamanan energi juga akan meningkat karena negara-negara tidak lagi bergantung pada pasokan bahan bakar fosil yang tidak stabil dari negara lain.

Tentu saja, akan ada tantangan sosial dan ekonomi, terutama bagi komunitas yang sangat bergantung pada industri bahan bakar fosil. Diperlukan program pelatihan ulang, jaring pengaman sosial, dan investasi pada ekonomi lokal yang baru untuk memastikan transisi yang adil bagi semua.

Kesimpulan: Masa Depan di Tangan Kita

COP30 di Brazil akan menjadi lebih dari sekadar konferensi; ini adalah cerminan dari kemauan politik global untuk menghadapi krisis eksistensial terbesar yang pernah dihadapi umat manusia. Dunia tidak dapat lagi menunda keputusan penting mengenai bahan bakar fosil. Tekanan untuk mencapai kesepakatan yang mengikat untuk penghapusan bertahap bahan bakar fosil sangatlah tinggi, dan kegagalan akan memiliki konsekuensi yang tak terbayangkan.

Masa depan planet ini, kualitas udara yang kita hirup, dan kesejahteraan generasi mendatang bergantung pada keberanian dan kebijaksanaan para pemimpin yang akan berkumpul di Belém. Ini bukan lagi pertanyaan "apakah" bahan bakar fosil akan ditinggalkan, tetapi "kapan" dan "bagaimana". Setiap individu memiliki peran dalam mendorong perubahan ini. Mari kita pantau perkembangan COP30, suarakan keprihatinan kita, dan dukung solusi berkelanjutan. Karena pada akhirnya, bumi ini adalah rumah kita bersama, dan masa depannya ada di tangan kita.

Bagaimana menurut Anda, akankah COP30 berhasil mencapai kesepakatan yang revolusioner? Bagikan pandangan Anda di kolom komentar!

Comments

Integrate your provider (e.g., Disqus, Giscus) here.

Related articles

Tetap Terhubung dengan Kami!

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru, tips ahli, serta wawasan menarik langsung di kotak masuk email Anda.

Dengan berlangganan, Anda setuju dengan syarat dan ketentuan kami.