Barat 'Impoten' dan 'Gagal': Moskow Menggertak di Tengah Upaya Penyitaan Aset Rusia

Barat 'Impoten' dan 'Gagal': Moskow Menggertak di Tengah Upaya Penyitaan Aset Rusia

Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov menyebut upaya AS dan UE menyita aset Rusia sebagai "demonstrasi kelemahan" dan "kegagalan total" sanksi Barat.

Ari Pratama Ari Pratama
Oct 25, 2025 9 min Read

Barat 'Impoten' dan 'Gagal': Moskow Menggertak di Tengah Upaya Penyitaan Aset Rusia



Dalam gejolak ekonomi dan politik global yang terus memanas, wacana mengenai aset Rusia yang dibekukan oleh negara-negara Barat kembali mencuat ke permukaan. Namun, kali ini, nada yang keluar dari Moskow jauh lebih tajam dan provokatif, melemparkan tuduhan serius yang mengguncang narasi Barat. Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Ryabkov, baru-baru ini menyatakan bahwa upaya Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk menyita aset Rusia yang dibekukan merupakan "demonstrasi kelemahan" dan "kegagalan total". Pernyataan ini bukan sekadar gertakan, melainkan sebuah sinyal kuat dari Moskow yang berpotensi memicu eskalasi perang ekonomi ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Pernyataan Ryabkov muncul di tengah diskusi intensif di antara negara-negara G7 mengenai cara terbaik untuk memanfaatkan aset Bank Sentral Rusia senilai sekitar $300 miliar yang sebagian besar dibekukan di Eropa, untuk membantu Ukraina. Sementara Barat melihat ini sebagai langkah logis untuk mendukung Kyiv dan menghukum Moskow, Rusia menganggapnya sebagai tindakan "pencurian" dan "pembajakan" yang melanggar hukum internasional dan akan dibalas dengan "sangat menyakitkan".

Klaim 'Impoten' dan 'Kegagalan': Serangan Balik dari Moskow



Sergey Ryabkov tidak menahan diri dalam mengkritik manuver Barat. Menurutnya, langkah-langkah yang diambil oleh Washington dan Brussels untuk menargetkan aset-aset Rusia adalah bukti nyata "impotensi" mereka dalam mencapai tujuan yang diinginkan melalui sanksi. Sejak invasi skala penuh Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, negara-negara Barat telah menerapkan serangkaian sanksi ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya, berharap dapat melumpuhkan ekonomi Rusia dan memaksa Moskow mengubah kebijakannya. Namun, dari sudut pandang Moskow, sanksi-sanksi ini justru gagal total.

Ryabkov menekankan bahwa ekonomi Barat menderita lebih parah akibat sanksi-sanksi ini dibandingkan dengan Rusia. Klaim ini didasari oleh adaptasi cepat Rusia yang telah berhasil mendiversifikasi perdagangan luar negerinya, terutama ke negara-negara non-Barat, dan memperkuat stabilitas keuangan internalnya. Pernyataan ini merupakan tantangan langsung terhadap narasi Barat yang selama ini mengklaim bahwa sanksi telah secara efektif mengisolasi dan melemahkan Rusia. Bagi Ryabkov, upaya Barat untuk menyita aset hanyalah "demonstrasi lain dari ketidakmampuan untuk mencapai tujuan yang mereka tetapkan untuk diri mereka sendiri dengan perang sanksi."

Ambisi Barat dan Realitas di Lapangan



Di sisi lain Atlantik, negara-negara G7, terutama Amerika Serikat, semakin mendorong ide untuk menggunakan aset Rusia yang dibekukan. Kongres AS baru-baru ini mengesahkan Undang-Undang REPO (Rebuilding Economic Prosperity and Opportunity for Ukrainians Act) yang memberikan wewenang kepada Presiden AS untuk menyita aset berdaulat Rusia yang dibekukan di AS dan menyerahkannya kepada Ukraina. Langkah ini merupakan dukungan simbolis dan politis yang kuat dari Washington terhadap Kyiv.

Namun, situasinya jauh lebih rumit di Eropa, di mana sebagian besar aset Rusia – sekitar $210 miliar – berada. Uni Eropa menghadapi rintangan hukum dan keuangan yang signifikan. Banyak negara anggota UE khawatir bahwa penyitaan aset secara langsung akan melanggar hukum internasional tentang kekebalan negara berdaulat dan dapat menimbulkan preseden berbahaya. Mereka juga khawatir tentang potensi dampak negatif terhadap stabilitas euro sebagai mata uang cadangan global dan investasi di Eropa secara umum. Pembahasan di antara para pemimpin G7 masih mencari jalan tengah, dengan opsi yang paling mungkin adalah menggunakan keuntungan dari aset yang dibekukan, bukan modal utamanya. Namun, bahkan ini pun dianggap "pencurian" oleh Rusia.

Senjata Balasan Moskow: Ancaman atau Gertakan?



Ryabkov menegaskan bahwa Rusia memiliki "langkah-langkah balasan ekonomi dan politik yang berlimpah" yang akan "sangat menyakitkan" bagi Barat. Meskipun ia tidak merinci apa saja langkah-langkah tersebut, ada beberapa kemungkinan yang telah lama diperdebatkan oleh para analis:

1. Penyitaan Aset Barat di Rusia: Rusia dapat membalas dengan menyita aset-aset milik perusahaan atau individu Barat yang masih beroperasi atau memiliki investasi di Rusia. Ini akan menjadi pukulan telak bagi perusahaan-perusahaan yang masih mempertahankan kepemilikan di sana, yang nilainya mungkin sebanding atau bahkan melebihi aset Rusia yang dibekukan.
2. Langkah Hukum Internasional: Rusia dapat mengajukan gugatan ke pengadilan internasional, meskipun prospek keberhasilannya mungkin rendah mengingat situasi geopolitik saat ini. Namun, ini akan menjadi alat untuk menekan legitimasi tindakan Barat di panggung global.
3. Dukungan De-Dolarisasi yang Lebih Kuat: Rusia dapat meningkatkan upayanya untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS dan euro dalam perdagangan internasional, mendorong penggunaan mata uang alternatif dan sistem pembayaran non-Barat. Ini akan semakin mempercepat fragmentasi sistem keuangan global.
4. Dampak pada Kepercayaan Investor: Tindakan penyitaan aset dapat merusak kepercayaan investor internasional terhadap sistem hukum dan keamanan aset di negara-negara Barat, mendorong mereka untuk mencari tempat yang lebih aman untuk investasi mereka, di luar yurisdiksi Barat.

Pertanyaannya adalah, apakah ini murni gertakan untuk mencegah Barat melangkah lebih jauh, ataukah Moskow benar-benar siap melancarkan balasan yang telah disiapkan matang? Mengingat rekam jejak Moskow dalam merespons sanksi, sangat mungkin bahwa ancaman ini bukanlah isapan jempol belaka.

Perang Ekonomi: Siapa yang Benar-benar Menderita?



Klaim Ryabkov bahwa Barat menderita lebih parah akibat sanksi dibandingkan Rusia merupakan poin krusial yang patut dicermati. Sementara banyak analis Barat menyoroti inflasi yang tinggi, krisis energi, dan tekanan biaya hidup di Eropa, Rusia mengklaim telah menstabilkan ekonominya melalui diversifikasi pasar dan manajemen fiskal yang hati-hati. Meskipun data ekonomi Rusia sulit untuk diverifikasi secara independen, beberapa indikator menunjukkan bahwa ekonomi Rusia memang lebih tangguh dari yang diperkirakan banyak pihak di Barat.

Narasi ini menciptakan kontras yang tajam antara kedua belah pihak dan menyoroti kompleksitas perang ekonomi. Sanksi memang memberikan tekanan, tetapi adaptasi ekonomi Rusia, ditambah dengan pendapatan dari penjualan energi ke negara-negara yang tidak berpartisipasi dalam sanksi, telah memungkinkan Moskow untuk mempertahankan operasinya.

Konsekuensi Global: Tata Kelola Keuangan di Ujung Tanduk



Penyitaan aset berdaulat merupakan langkah ekstrem yang jarang terjadi dalam sejarah modern dan memiliki implikasi yang sangat luas terhadap tata kelola keuangan global. Jika Barat menyita aset Rusia, ini bisa menjadi preseden berbahaya yang mengikis prinsip kekebalan negara berdaulat. Negara-negara lain, terutama yang memiliki hubungan tegang dengan Barat, mungkin akan semakin berhati-hati dalam menyimpan cadangan mata uang asing mereka di bank-bank Barat, mencari alternatif di yurisdiksi yang dianggap lebih aman dan netral.

Ini juga akan mempercepat tren fragmentasi geopolitik dan ekonomi global, di mana blok-blok kekuatan membentuk sistem keuangan dan perdagangan mereka sendiri, terpisah dari sistem yang didominasi Barat. Dalam jangka panjang, hal ini dapat mengarah pada dunia yang lebih tidak stabil, di mana hukum dan norma internasional lebih mudah dilanggar demi kepentingan geopolitik.

Kesimpulan: Taruhan Tinggi di Meja Perundingan



Pernyataan Sergey Ryabkov bukan sekadar respons diplomatik biasa. Ini adalah peringatan keras bahwa Moskow siap untuk meningkatkan taruhan dalam perang ekonomi jika Barat melanjutkan rencana penyitaan aset. Ketegangan ini menyoroti risiko besar yang dihadapi oleh kedua belah pihak. Bagi Barat, keputusan ini adalah dilema antara keinginan untuk mendukung Ukraina dan potensi dampak terhadap stabilitas sistem keuangan global serta respons balasan dari Rusia. Bagi Rusia, ini adalah pertempuran untuk mempertahankan kedaulatan ekonomi dan menantang dominasi Barat.

Masa depan aset Rusia, dan konsekuensi dari tindakan yang akan diambil, akan menjadi salah satu faktor penentu dalam arah konflik geopolitik dan ekonomi global ke depan. Apakah Barat akan mundur dari rencana penyitaan penuh, mencari kompromi yang lebih aman, ataukah mereka akan melangkah maju dan memicu balasan "sangat menyakitkan" yang dijanjikan Moskow? Jawabannya akan membentuk ulang peta ekonomi dan politik dunia.

Bagaimana menurut Anda? Apakah Barat harus menyita aset Rusia untuk membantu Ukraina, ataukah risikonya terlalu besar? Bagikan pandangan Anda di kolom komentar!

Comments

Integrate your provider (e.g., Disqus, Giscus) here.

Related articles

Tetap Terhubung dengan Kami!

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru, tips ahli, serta wawasan menarik langsung di kotak masuk email Anda.

Dengan berlangganan, Anda setuju dengan syarat dan ketentuan kami.