Arm 'Murah' Meski Melambung Gila-gilaan? Visi Revolusioner Masayoshi Son di Balik Ledakan AI

Arm 'Murah' Meski Melambung Gila-gilaan? Visi Revolusioner Masayoshi Son di Balik Ledakan AI

Masayoshi Son, CEO SoftBank, menyatakan bahwa saham Arm, meskipun sudah melambung tinggi hingga mencapai kapitalisasi pasar lebih dari $100 miliar, masih "terlihat murah".

Ari Pratama Ari Pratama
Oct 25, 2025 9 min Read
Revolusi Kecerdasan Buatan (AI) telah mengguncang pasar global, menciptakan gelombang optimisme dan valuasi fantastis bagi perusahaan-perusahaan yang berada di garis depan. Di tengah hiruk pikuk ini, satu nama kembali menjadi sorotan: Arm Holdings. Perusahaan desain chip asal Inggris ini, yang baru-baru ini melantai kembali di bursa saham, telah menyaksikan lonjakan nilai yang luar biasa, mencapai kapitalisasi pasar lebih dari $100 miliar. Namun, yang paling mengejutkan adalah pernyataan Masayoshi Son, CEO SoftBank – pemilik mayoritas Arm – yang dengan tegas mengatakan bahwa saham Arm "terlihat murah" bahkan setelah kenaikan gila-gilaan tersebut.

Pernyataan Son ini bukan sekadar klaim berani dari seorang investor kawakan, melainkan cerminan dari keyakinan mendalam akan posisi krusial Arm dalam arsitektur AI masa depan. Mengapa Son, yang dikenal dengan taruhan berani dan visi jangka panjangnya, begitu yakin bahwa Arm masih memiliki ruang pertumbuhan yang masif? Mari kita selami lebih dalam fenomena Arm dan visi di balik strategi SoftBank.

Mengapa Arm Tiba-tiba Melambung Tinggi? Melacak Ledakan Nilai di Tengah Gelombang AI

Arm Holdings bukanlah pendatang baru di dunia teknologi. Sejak didirikan pada tahun 1990, arsitektur chip Arm telah menjadi tulang punggung hampir setiap smartphone di dunia, dari iPhone hingga perangkat Android. Ini adalah rahasia dapur yang memungkinkan perangkat kita efisien daya namun tetap bertenaga. Namun, lonjakan nilai pasca-IPO yang spektakuler beberapa bulan terakhir bukanlah sekadar pengakuan atas dominasinya di pasar mobile. Ini adalah respon langsung dari pasar terhadap pergeseran paradigma menuju AI.

Ketika Nvidia memicu kegilaan chip AI dengan GPU-nya yang sangat dicari, para investor mulai mencari "AI plays" berikutnya. Arm muncul sebagai kandidat yang tak terbantahkan. Meskipun Arm tidak membuat chip secara langsung, model bisnisnya yang berfokus pada lisensi desain arsitektur chip (Instruction Set Architecture atau ISA) telah menempatkannya pada posisi yang unik. Hampir semua raksasa teknologi, mulai dari Apple, Qualcomm, Samsung, hingga perusahaan cloud seperti Amazon (dengan chip Graviton-nya), menggunakan lisensi Arm untuk mendesain prosesor mereka sendiri.

Dalam konteks AI, desain Arm dikenal karena efisiensi dayanya yang superior, menjadikannya pilihan ideal untuk aplikasi AI di perangkat "edge" – seperti smartphone, perangkat IoT, dan sensor pintar – di mana daya terbatas adalah kendala utama. Namun, potensi Arm tidak berhenti di situ. Dengan munculnya kebutuhan akan chip AI yang lebih hemat energi untuk data center dan komputasi awan, Arm kini juga merambah segmen server, menantang dominasi arsitektur x86 milik Intel dan AMD. Lonjakan ini bukan kebetulan; ini adalah realisasi pasar akan peran fundamental Arm dalam seluruh spektrum ekosistem AI, dari ujung ke ujung.

Visi Masayoshi Son: Sang Peramal atau Penjudi Ulung?

Pernyataan Masayoshi Son bahwa Arm masih "murah" datang dari seorang visioner yang telah membuktikan dirinya berkali-kali. Ingatlah investasinya di Alibaba pada tahun 2000 yang mengubah $20 juta menjadi miliaran dolar. SoftBank mengakuisisi Arm secara penuh pada tahun 2016 senilai $32 miliar. Pada saat itu, banyak yang mengangkat alis, mempertanyakan valuasi yang tinggi untuk perusahaan desain chip yang "membosankan" dan tidak membuat produk jadi. Son, bagaimanapun, melihat jauh ke depan. Ia percaya Arm adalah kunci untuk masa depan "Internet of Things" (IoT) dan, yang lebih penting lagi, AI.

Kini, dengan valuasi Arm yang melampaui tiga kali lipat harga akuisisinya delapan tahun lalu, Son terlihat seperti peramal. Ia tidak melihat Arm hanya sebagai pembuat chip untuk smartphone, tetapi sebagai fondasi intelektual untuk setiap perangkat cerdas yang akan hadir di masa depan – sebuah "otak" universal yang akan memberi daya pada era AI. Baginya, angka $100 miliar hanyalah awal. Investasinya di Arm bukanlah spekulasi jangka pendek, melainkan taruhan strategis pada infrastruktur dasar teknologi masa depan. Keyakinannya yang teguh ini menunjukkan bahwa ia melihat nilai intrinsik Arm jauh melampaui persepsi pasar saat ini.

Peran Krusial Arm dalam Revolusi AI: Lebih dari Sekadar Chip

Untuk memahami mengapa Son begitu yakin, kita perlu menggali lebih dalam peran krusial Arm dalam revolusi AI. Arsitektur Arm menawarkan kombinasi unik antara performa dan efisiensi daya. Ini menjadikannya pilihan utama untuk:

1. AI Edge: Di mana pun AI perlu beroperasi secara lokal pada perangkat tanpa konektivitas cloud yang konstan (misalnya, kamera keamanan pintar, mobil otonom, drone, perangkat kesehatan yang dapat dikenakan), chip berbasis Arm adalah solusinya. Kemampuan untuk melakukan inferensi AI secara efisien di perangkat sangat penting untuk privasi, kecepatan, dan keandalan.
2. Data Center AI: Meskipun GPU Nvidia mendominasi pelatihan model AI yang intensif, chip Arm semakin diadopsi untuk tugas inferensi di cloud, yang merupakan bagian terbesar dari beban kerja AI secara keseluruhan. Perusahaan seperti Amazon, Google, dan Microsoft sedang mengembangkan chip server berbasis Arm mereka sendiri untuk mengoptimalkan biaya dan kinerja.
3. Ekosistem yang Luas: Model lisensi Arm telah menciptakan ekosistem pengembang dan perangkat keras yang sangat luas. Ini berarti inovasi berbasis Arm dapat menyebar dengan cepat ke berbagai industri dan aplikasi, mempercepat adopsi AI di mana-mana.

Arm bukan hanya penyedia "cetak biru" chip; Arm adalah fasilitator inovasi AI. Kemampuan Arm untuk menyediakan dasar yang hemat daya namun fleksibel untuk berbagai beban kerja AI menjadikannya aset yang tak ternilai dalam perlombaan teknologi yang semakin intensif.

Spekulasi atau Potensi Nyata? Prospek Jangka Panjang Arm

Tentu saja, pasar saham selalu bergejolak, dan setiap valuasi tinggi membawa risiko. Beberapa kritikus mungkin berpendapat bahwa euforia AI telah mendorong Arm ke wilayah overvaluasi. Namun, Masayoshi Son melihat melampaui siklus pasar jangka pendek. Ia memprediksi bahwa Arm akan menjadi pemain dominan yang membentuk masa depan AI, sama seperti Intel membentuk era PC atau Qualcomm era mobile.

Jika kita melihat tren global, permintaan akan komputasi AI diperkirakan akan meledak dalam dekade mendatang. Setiap perangkat, dari kulkas pintar hingga robot industri, akan membutuhkan kemampuan AI. Dan di sanalah Arm melihat peluangnya. Dengan posisinya yang sudah tertanam kuat di perangkat mobile dan pertumbuhan pesat di data center serta IoT, Arm berada di posisi strategis untuk mendapatkan keuntungan signifikan dari pertumbuhan ini.

Keyakinan Son berakar pada pemahaman bahwa investasi di Arm bukan hanya tentang chip, tetapi tentang kepemilikan intelektual inti yang akan menggerakkan triliunan perangkat di masa depan. Jika AI benar-benar akan mengubah setiap aspek kehidupan kita, maka arsitektur yang mendasarinya akan menjadi salah satu aset paling berharga di dunia.

Kesimpulan: Taruhan Berani untuk Era AI

Pernyataan Masayoshi Son bahwa Arm masih "murah" adalah sebuah deklarasi kuat yang memprovokasi pemikiran. Ini menantang persepsi pasar saat ini dan mendorong kita untuk melihat potensi Arm dengan kacamata yang berbeda – kacamata seorang visioner yang telah melihat masa depan teknologi berkali-kali. Di era di mana AI menjadi mesin pertumbuhan global berikutnya, Arm, dengan arsitektur chipnya yang efisien dan mendominasi, tampaknya benar-benar berada di pusat badai yang sempurna.

Apakah Arm benar-benar "murah" pada valuasi lebih dari $100 miliar? Hanya waktu yang akan menjawab. Namun, satu hal yang pasti: SoftBank dan Masayoshi Son telah menaruh taruhan besar mereka pada Arm sebagai kunci untuk menguasai era AI. Bagi investor dan pengamat teknologi, kisah Arm adalah pengingat bahwa di balik euforia pasar, ada visi strategis dan keyakinan pada fondasi teknologi yang membentuk dunia kita.

Bagaimana menurut Anda? Apakah Masayoshi Son terlalu optimis, ataukah ia benar-benar melihat potensi Arm yang belum sepenuhnya dihargai pasar? Bagikan pandangan Anda di kolom komentar di bawah!

Comments

Integrate your provider (e.g., Disqus, Giscus) here.

Related articles

Tetap Terhubung dengan Kami!

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru, tips ahli, serta wawasan menarik langsung di kotak masuk email Anda.

Dengan berlangganan, Anda setuju dengan syarat dan ketentuan kami.