Ariel Noah Bersuara: Mengapa Penyanyi Tak Seharusnya Menanggung Royalti Lagunya Sendiri? Ini Penjelasan Lengkapnya!

Ariel Noah Bersuara: Mengapa Penyanyi Tak Seharusnya Menanggung Royalti Lagunya Sendiri? Ini Penjelasan Lengkapnya!

Ariel Noah menyuarakan harapannya agar penyanyi tidak menanggung beban royalti lagu saat membawakan karyanya sendiri atau lagu yang mereka populerkan, menyoroti kompleksitas PP 56/2021 tentang royalti hak cipta.

Ari Pratama Ari Pratama
Oct 25, 2025 9 min Read

Ariel Noah Bersuara: Mengapa Penyanyi Tak Seharusnya Menanggung Royalti Lagunya Sendiri? Ini Penjelasan Lengkapnya!



Dunia musik Indonesia kembali dihebohkan dengan pernyataan mengejutkan dari salah satu ikon terbesarnya, Ariel Noah. Vokalis karismatik ini menyuarakan harapan agar beban royalti lagu tidak ditanggung oleh penyanyi, terutama saat mereka membawakan lagu ciptaan mereka sendiri atau karya yang telah mereka populerkan. Pernyataan ini bukan sekadar keluhan pribadi, melainkan sebuah sorotan tajam terhadap kompleksitas regulasi hak cipta dan dampaknya terhadap ekosistem musik di Indonesia. Mengapa isu ini begitu penting, dan bagaimana implikasinya bagi industri musik kita? Mari kita selami lebih dalam.

Mengapa Royalti Menjadi Sorotan Utama? Memahami PP 56/2021



Polemik mengenai royalti lagu bukanlah hal baru, namun kembali mencuat setelah diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Aturan ini merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Tujuan utama dari PP 56/2021 adalah untuk memastikan para pencipta lagu dan pemilik hak terkait lainnya mendapatkan kompensasi yang adil atas karya mereka. Dalam praktiknya, aturan ini menugaskan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) untuk mengumpulkan dan mendistribusikan royalti dari pihak-pihak yang menggunakan lagu secara komersial, seperti kafe, restoran, hotel, radio, televisi, hingga penyelenggara konser.

Secara teoritis, regulasi ini adalah sebuah langkah maju untuk melindungi hak kekayaan intelektual dan menyejahterakan para kreator musik. Namun, implementasinya memunculkan pertanyaan krusial, terutama terkait definisi dan pembagian peran antara "pencipta" dan "penyanyi" atau "performer". Di sinilah letak kegelisahan Ariel Noah dan banyak musisi lainnya. Mereka melihat adanya potensi tumpang tindih dan beban ganda yang bisa menghambat geliat industri musik.

LMK berperan vital dalam sistem ini. Mereka bertindak sebagai jembatan antara pengguna karya musik dan para pemegang hak cipta. Pengumpulan royalti dilakukan dari berbagai tempat yang memutar lagu secara komersial. Dana yang terkumpul kemudian didistribusikan kepada pencipta lagu, penerbit musik, dan pemegang hak terkait lainnya, seperti penyanyi, pemusik, dan produser rekaman. Sistem ini seharusnya menciptakan keadilan, namun dalam beberapa kasus, definisinya menjadi abu-abu dan menimbulkan interpretasi yang merugikan pihak-pihak tertentu, terutama penyanyi yang juga merupakan pencipta atau ikon dari lagu tersebut.

Dilema Ariel Noah: Antara Penyanyi dan Pencipta Lagu



Ariel Noah, seperti kita tahu, adalah vokalis utama dari band legendaris Noah. Dia adalah "wajah" dan "suara" dari sebagian besar lagu-lagu Noah yang sangat populer. Namun, dalam konteks hak cipta, Ariel tidak selalu menjadi "pencipta" dari setiap lagu yang dibawakan Noah. Ada lagu-lagu yang diciptakan oleh personel lain, atau bahkan oleh pencipta dari luar band. Di sisi lain, Ariel juga adalah seorang pencipta lagu yang karyanya banyak dikenal dan dinyanyikan oleh Noah.

Dilema muncul ketika seorang penyanyi, seperti Ariel, harus membayar royalti untuk membawakan lagu yang menjadi identitas dirinya atau bandnya, meskipun ia sendiri merupakan bagian integral dari penciptaan atau popularitas lagu tersebut. Bayangkan skenario ini: Ariel menyanyikan lagu "Separuh Aku" yang mungkin diciptakan oleh anggota band lain. Sebagai penyanyi, menurut interpretasi tertentu, ia harus membayar royalti kepada LMK, yang kemudian akan mendistribusikannya kepada pencipta lagu. Namun, jika Ariel membawakan lagu yang ia ciptakan sendiri, apakah ia juga harus membayar royalti sebagai "performer" kepada LMK, yang kemudian akan dikembalikan kepadanya sebagai "pencipta"? Situasi ini terasa absurd dan tidak efisien.

Pernyataan Ariel mencerminkan keresahan musisi terkait potensi mekanisme yang tidak adil. Tujuan dari PP 56/2021 adalah memberikan kompensasi kepada pencipta. Namun, jika penyanyi—yang juga merupakan bagian penting dari ekosistem musik dan seringkali menjadi motor penggerak popularitas sebuah lagu—justru dibebani, maka semangat dari regulasi tersebut bisa terdistorsi. Beban royalti bagi penyanyi bisa berarti pengurangan pendapatan, terutama bagi musisi-musisi baru atau band independen yang masih merintis karier dan mengandalkan panggung kecil sebagai sumber penghasilan utama.

Bukan Sekadar Keluhan Pribadi: Dampak Luas bagi Industri Musik



Apa yang disuarakan Ariel bukanlah semata-mata keluhan seorang mega bintang. Ini adalah cerminan kekhawatiran yang lebih luas di kalangan musisi, terutama mereka yang hidup dari panggung ke panggung. Jika penyanyi dibebani royalti untuk setiap penampilannya, maka biaya produksi sebuah konser atau penampilan musik bisa meningkat drastis. Akibatnya, promotor mungkin akan enggan mengadakan acara musik, atau terpaksa membebankan biaya tiket yang lebih mahal kepada penonton.

Hal ini bisa berujung pada menurunnya frekuensi pertunjukan musik, terutama di kafe-kafe, restoran, atau acara-acara kecil yang menjadi "laboratorium" bagi musisi baru. Jika panggung-panggung ini berkurang, maka kesempatan musisi muda untuk unjuk gigi dan mencari nafkah juga akan berkurang. Lingkaran setan ini berpotensi menghambat regenerasi dan kreativitas di industri musik Indonesia.

Esensi dari perlindungan hak cipta adalah mendorong penciptaan karya dan memberikan apresiasi yang layak kepada kreator. Namun, jika implementasinya justru mencekik performer, yang merupakan ujung tombak dari penyebaran karya tersebut kepada khalayak luas, maka tujuan mulia tersebut bisa terancat. Keseimbangan antara hak pencipta dan kelangsungan hidup performer harus ditemukan agar ekosistem musik dapat tumbuh secara sehat dan berkelanjutan.

Mencari Solusi Adil: Harapan untuk Ekosistem Musik yang Lebih Baik



Pernyataan Ariel Noah seharusnya menjadi momentum penting bagi seluruh pemangku kepentingan di industri musik—pemerintah, LMK, asosiasi musisi, promotor, hingga para kreator dan performer—untuk duduk bersama. Diperlukan dialog yang konstruktif untuk meninjau kembali interpretasi dan implementasi PP 56/2021 agar lebih adaptif terhadap dinamika industri musik modern.

Beberapa poin yang perlu dipertimbangkan antara lain:

1. Definisi yang Lebih Jelas: Memperjelas batasan antara "pencipta", "penyanyi", dan "pengguna komersial" dalam konteks pembayaran royalti. Apakah seorang penyanyi yang membawakan karyanya sendiri dianggap sebagai "pengguna komersial" yang harus membayar royalti?
2. Mekanisme yang Efisien: Mengembangkan mekanisme pengumpulan dan distribusi royalti yang tidak membebani salah satu pihak, terutama penyanyi, yang justru berperan vital dalam mempopulerkan sebuah karya.
3. Transparansi dan Akuntabilitas LMK: Memastikan LMK beroperasi dengan transparansi penuh dalam hal pengumpulan dan distribusi dana, serta terbuka terhadap masukan dari para musisi.
4. Edukasi dan Sosialisasi: Lebih gencar melakukan edukasi kepada seluruh pelaku industri musik mengenai hak dan kewajiban mereka terkait royalti.

Harapan Ariel Noah dan para musisi lainnya adalah terciptanya sebuah ekosistem musik yang adil, di mana para pencipta mendapatkan haknya, para penyanyi bisa berkarya tanpa kekhawatiran beban ganda, dan industri musik secara keseluruhan dapat berkembang pesat. Ini bukan tentang menolak pembayaran royalti, melainkan mencari cara yang paling efektif dan adil agar semua pihak mendapatkan haknya tanpa saling memberatkan. Masa depan musik Indonesia bergantung pada kemampuan kita untuk menemukan keseimbangan ini.

Apa pendapat Anda tentang isu ini? Apakah Anda setuju dengan Ariel Noah, atau Anda memiliki pandangan yang berbeda? Bagikan pemikiran Anda di kolom komentar dan mari kita diskusikan bersama demi kemajuan musik Indonesia!

Comments

Integrate your provider (e.g., Disqus, Giscus) here.

Related articles

Tetap Terhubung dengan Kami!

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru, tips ahli, serta wawasan menarik langsung di kotak masuk email Anda.

Dengan berlangganan, Anda setuju dengan syarat dan ketentuan kami.