Ancaman Tak Berujung: Mengapa SEC Tetap Ngotot Menganggap Mayoritas Kripto Sebagai Sekuritas dan Apa Artinya Bagi Anda?

Ancaman Tak Berujung: Mengapa SEC Tetap Ngotot Menganggap Mayoritas Kripto Sebagai Sekuritas dan Apa Artinya Bagi Anda?

SEC terus-menerus mengklasifikasikan sebagian besar token kripto sebagai sekuritas berdasarkan Howey Test, mengabaikan upaya legislatif seperti "Token Taxonomy Act" untuk menciptakan kerangka regulasi yang lebih jelas.

Ari Pratama Ari Pratama
Oct 25, 2025 9 min Read
Bayangkan Anda sedang berinvestasi di pasar yang dinamis dan penuh inovasi, namun selalu dihantui bayangan hukum yang tak pasti. Itulah realitas bagi jutaan investor dan pengembang di dunia kripto, terutama di Amerika Serikat. Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) AS secara konsisten mempertahankan pandangannya bahwa sebagian besar token kripto adalah sekuritas, sebuah sikap yang menimbulkan gelombang kekhawatiran dan memicu perdebatan sengit tentang masa depan aset digital. Di tengah upaya legislatif seperti "Token Taxonomy Act" yang mencoba membawa kejelasan, SEC justru tampak mengabaikannya, memilih jalur penegakan hukum yang lebih agresif. Apa sebenarnya yang melatarbelakangi sikap keras SEC ini, dan bagaimana dampaknya bagi Anda sebagai investor atau pelaku industri kripto?

Jebakan Regulasi: Bagaimana SEC Mengklasifikasikan Kripto Sebagai Sekuritas?

Inti dari sikap SEC terletak pada interpretasinya terhadap apa yang disebut sebagai "kontrak investasi" di bawah undang-undang sekuritas AS. SEC kerap menggunakan "Howey Test", sebuah standar hukum dari kasus Mahkamah Agung AS tahun 1946, untuk menentukan apakah suatu aset adalah sekuritas. Menurut Howey Test, suatu transaksi dianggap sebagai kontrak investasi jika melibatkan:
1. Investasi uang.
2. Dalam sebuah usaha bersama.
3. Dengan harapan keuntungan.
4. Semata-mata dari upaya orang lain.

SEC berpendapat bahwa sebagian besar penawaran koin awal (ICO) dan token kripto memenuhi kriteria ini. Ketika Anda membeli token dengan harapan nilainya akan naik karena upaya pengembang atau tim di baliknya, SEC melihatnya sebagai investasi dalam usaha bersama. Pandangan ini telah menjadi tulang punggung dari berbagai tindakan penegakan hukum SEC terhadap proyek-proyek kripto, dari denda besar hingga tuntutan pengadilan.

Jay Clayton, mantan ketua SEC, adalah salah satu figur yang vokal dalam menyatakan bahwa "setiap ICO yang pernah saya lihat adalah sekuritas." Sikap ini diteruskan oleh Ketua SEC saat ini, Gary Gensler, yang terus menekankan bahwa perlindungan investor adalah prioritas utama, dan kerangka hukum sekuritas yang ada sudah cukup memadai untuk aset digital. Konsistensi dalam penegakan ini menciptakan ketidakpastian yang signifikan bagi inovator kripto yang ingin beroperasi di AS.

"Token Taxonomy Act": Harapan yang Terabaikan?

Melihat kebutuhan akan kerangka regulasi yang lebih jelas, beberapa anggota kongres AS telah berupaya memperkenalkan undang-undang baru, salah satunya adalah "Token Taxonomy Act." RUU ini dirancang untuk menciptakan definisi hukum yang lebih spesifik untuk aset digital dan berpotensi mengecualikan beberapa token dari klasifikasi sekuritas jika memenuhi kriteria tertentu, seperti telah terdesentralisasi sepenuhnya. Tujuannya adalah untuk memberikan kejelasan hukum bagi proyek-proyek kripto dan mendorong inovasi di AS tanpa terjebak dalam perangkap regulasi yang tidak sesuai.

Namun, meskipun memiliki niat baik, RUU ini tidak banyak mengubah sikap SEC. Badan regulator ini tampaknya kurang tertarik untuk mengadopsi definisi baru atau memberikan pengecualian yang luas. Mereka lebih memilih untuk menafsirkan dan menegakkan undang-undang yang sudah ada, sebuah pendekatan yang sering kali dituding sebagai "regul-asi melalui penegakan" (regulation by enforcement) yang justru menghambat, bukan memfasilitasi.

Suara Dissenting dari Dalam: Oase Regulasi dari Hester Peirce

Di tengah sikap kolektif SEC, ada suara minoritas yang menonjol: Komisioner Hester Peirce. Dikenal sebagai "Crypto Mom," Peirce telah lama menjadi advokat untuk pendekatan regulasi yang lebih ramah inovasi di ruang aset digital. Ia secara terbuka mengkritik pendekatan SEC yang terlalu konservatif dan kurang proaktif dalam memberikan panduan yang jelas.

Peirce mengusulkan konsep "safe harbor" untuk proyek-proyek kripto baru. Dalam proposalnya, token dapat ditawarkan dan diperdagangkan selama periode tertentu (misalnya, tiga tahun) tanpa dianggap sebagai sekuritas, selama memenuhi persyaratan transparansi tertentu dan tujuan utama mereka adalah untuk membangun jaringan terdesentralisasi. Setelah periode tersebut, jika token tidak mencapai tingkat desentralisasi yang memadai, barulah ia akan diuji kembali sebagai sekuritas. Proposal ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi inovator untuk mengembangkan jaringan mereka tanpa tekanan regulasi yang berlebihan di tahap awal, sekaligus tetap melindungi investor. Sayangnya, usulan Peirce ini belum mendapatkan dukungan mayoritas dari rekan-rekannya di SEC.

Dampak bagi Investor dan Pengembang Kripto

Sikap SEC ini memiliki implikasi yang mendalam bagi ekosistem kripto:

* Bagi Proyek Kripto: Beban kepatuhan yang sangat tinggi, biaya hukum yang besar, dan risiko gugatan menjadi momok. Banyak proyek memilih untuk menghindari peluncuran atau operasi di AS, yang menyebabkan "brain drain" dan inovasi berpindah ke yurisdiksi yang lebih ramah kripto. Ketidakjelasan hukum juga mempersulit penggalangan dana dan pengembangan produk.
* Bagi Investor: Meskipun SEC mengklaim bertujuan melindungi investor, pendekatan ini justru menciptakan ketidakpastian. Token yang dianggap sekuritas harus melalui proses pendaftaran yang rumit, yang seringkali tidak dilakukan oleh proyek-proyek kripto, meninggalkan investor tanpa perlindungan penuh yang seharusnya diberikan oleh undang-undang sekuritas. Ada juga risiko token delisting dari bursa yang beroperasi di AS, membatasi akses dan likuiditas.

Masa Depan Regulasi Kripto: Menanti Angin Perubahan?

Masa depan regulasi kripto di AS mungkin akan sangat bergantung pada hasil pemilihan umum yang akan datang. Perubahan kepemimpinan di Gedung Putih berpotensi membawa perubahan dalam staf SEC, termasuk posisi ketua. Sebuah administrasi baru mungkin lebih terbuka terhadap pendekatan regulasi yang berbeda atau bahkan mendorong legislasi yang lebih jelas untuk aset digital.

Di sisi lain, jika SEC terus mempertahankan garis kerasnya, kita mungkin akan melihat lebih banyak tindakan penegakan hukum dan pertempuran pengadilan yang berlarut-larut. Perkembangan ini juga kontras dengan pendekatan di yurisdiksi lain, seperti Uni Eropa dengan regulasi MiCA (Markets in Crypto-Assets) yang komprehensif, atau negara-negara lain yang mulai merangkul inovasi kripto dengan kerangka kerja yang lebih jelas.

Kesimpulan: Bersiap untuk Gelombang Berikutnya

Sikap SEC yang konsisten menganggap mayoritas token kripto sebagai sekuritas adalah tantangan besar yang terus membayangi ekosistem aset digital, terutama di AS. Meskipun ada upaya legislatif dan suara-suara disiden dari dalam, perubahan signifikan tampaknya masih jauh.

Bagi Anda yang berkecimpung di dunia kripto, baik sebagai investor maupun inovator, memahami lanskap regulasi ini adalah kunci. Ketidakpastian hukum menuntut kehati-hatian ekstra dan kesiapan untuk beradaptasi dengan perubahan. Tetaplah terinformasi, ikuti perkembangan regulasi, dan terlibat dalam diskusi yang membentuk masa depan keuangan digital. Apakah AS akan akhirnya menemukan titik terang dalam regulasi kripto atau terus terperosok dalam ambiguitas, hanya waktu yang akan menjawab. Bagikan pandangan Anda tentang bagaimana SEC harus mengatur ruang kripto di kolom komentar di bawah!

Comments

Integrate your provider (e.g., Disqus, Giscus) here.

Related articles

Tetap Terhubung dengan Kami!

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru, tips ahli, serta wawasan menarik langsung di kotak masuk email Anda.

Dengan berlangganan, Anda setuju dengan syarat dan ketentuan kami.